Jual Pertashop demi hentikan kerugian
Selain upaya tadi, Pertamina juga menawarkan sejumlah skema solusi seperti kerja sama dengan beberapa BUMN seperti PT Pos Indonesia, Bank BRI, sampai PT Pupuk Indonesia. Nantinya, Pertashop bisa melakukan diversifikasi dengan menawarkan produk dan jasa dari sejumlah BUMN tersebut di gerainya.
Tapi solusi tersebut juga memerlukan modal. Di mana menurut Satya, tidak semua pelaku usaha Pertashop memiliki modal besar.
“Ini memang alternatif yang coba ditawarkan. Tapi kita jualan utamanya kan bensin. Jangan sampai solusinya melompat,” paparnya.
“Selain itu, banyak di antara mitra yang tidak punya modal. Banyak yang buka usaha dengan modal Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga,” sambungnya.
Ia mencontohkan, salah satu rekannya di Semanu, Gunungkidul yang mengajukan pinjaman sebesar Rp400 juta lewat skema KUR. Namun saat ini, usaha Pertashop milik rekannya tersebut sepi. Padahal, nominal cicilan per bulan mencapai Rp8 juta.
“Sekarang, rencananya dia mau menjual Pertashopnya itu karena hitung-hitungannya sudah tidak jadi. Banyak yang modal dari KUR akhirnya pusing bahkan jatuh sakit,” curhatnya.
Harapan ke depan
Satya melihat sudah banyak orang yang benar-benar menaruh modal dan harapan besar lewat usaha Pertashop. Ia harap ada langkah konkrit untuk mengurai permasalahan ini.
Pertashop berangkat dengan semangat pemerataan distribusi BBM ke desa-desa sekaligus mendorong pemberdayaan UMKM lokal. Saat awal diluncurkan, terdapat slogan One Village One Outlet untuk menggencarkan pertumbuhan Pertashop. Menteri BUMN, Erick Thohir bahkan punya target untuk menghadirkan 10 ribu Pertashop di seluruh Indonesia.
“Tapi realitanya, demografi desa, termasuk desa tempat saya mendirikan Pertashop didominasi petani, buruh kasar, serabutan, yg daya belinya ya berat untuk Pertamax dengan harga terkini,” ujar Satya.
Ia berharap agar kehadiran Pertashop benar-benar menjadi kemudahan bagi masyarakat sekaligus pelaku usaha. Masyarakat bisa dekat dengan BBM yang sesuai daya beli mereka dan pengusaha dapat menggerakkan roda UMKM.
“Kalau nggak bisa ngakali disparitas harga ya boleh jual yang subsidi. Boleh, bukan konversi sepenuhnya. Utamanya tetap Pertamax,” pungkasnya.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono