Di desa ini, bisa jadi tiap hari adalah doa-doa agar tim nasional Argentina melewati setiap pertandingan dalam Piala Dunia 2022 dengan kemenangan. Gara-gara Maradona, sejak tahun 1980-an, Desa Pambusuang menjadi desa fanatik Argentina.
***
Kamis (1/12) jelang subuh hujan turun di Desa Pambusuang, Balanipa, Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Hujan seakan hendak meluruhkan semangat warga yang penuh harap menatap siaran Piala Dunia 2022. Mereka sedang menyaksikan bersama pertandingan yang menentukan kelolosan kesebelasan kebanggaan mayoritas warga Pambusuang yakni Argentina ke babak 16 besar dalam pesta paling akbar dalam sepak bola dunia.
Saat paruh pertama pertandingan tinggal sebentar lagi usai. Namun, Albiceleste belum berhasil menaklukkan pertahanan Polandia. Szczęsny, seperti pada pertandingan-pertandingan sebelumnya, begitu tangguh di bawah mistar gawang. Ketangguhan itu terbukti di menit ke-38, saat kiper 196 sentimeter itu berhasil menggagalkan penalti Messi yang mengarah ke kanan gawang.
Namun, ketegangan itu mulai mencair di babak kedua. Ketika serangan-serangan Messi dan kompatriotnya mulai membongkar pertahanan lawan. Baru bergulir satu menit paruh kedua, Alexis Mac Allister berhasil membuka keunggulan. Disusul gol kedua dari Julian Alvarez yang bertahan hingga peluit panjang. Pagi itu, kampung di tepi Teluk Mandar penuh suka cita.
Usai pertandingan, fajar mulai beranjak dan warga Pambusuang bisa pulang dengan hati riang. Seorang warga setempat, Muhammad Ridwan (44) atau akrab dipanggil Ridwan Mandar berujar bahwa pertandingan penentuan grup C ini penonton memang tidak seramai sebelumnya karena guyuran hujan.
“Pertandingan sebelumnya lebih ramai lagi. Warga di sini menonton lewat proyektor yang disediakan salah satu orang fans sejati Argentina,” ujarnya semangat.
Pada pertandingan kontra Meksiko, riuh jalanan di Desa Pambusuang seperti sedang ada hajatan pasar malam. Begitu ramai. Orang tua hingga anak-anak tumpah ruah. Ungkapan kekesalan menggunakan bahasa daerah terdengar saat ada peluang yang gagal maupun keputusan wasit yang kurang menguntungkan Argentina.
Lewat kisah dari Ridwan, tergambar betapa besar dukungan yang diberikan warga Pambusuang dan beberapa kampung pesisir laut di sekitarnya untuk kesebelasan negara yang jauhnya ribuan kilometer dari Indonesia ini. Hal itu paling terasa setiap gelaran Piala Dunia sejak beberapa dekade silam.
Kampung ini memang mendeklarasikan diri sebagai “Kampung Bola” setiap ada hajatan Piala Dunia. Bendera-bendera negara kontestan berkibar di sudut-sudut desa. Tapi paling banyak tetaplah bendera putih biru dengan matahari di tengahnya. Ibaratnya Desa Pambusuang menjadi Desa Argentina setiap ada kompetisi sepak bola yang melibatkan timnas Argentina.
Ridwan berkisah kalau warga di sini punya gairah terhadap sebuah kompetisi. Jiwa-jiwa para pelaut yang penuh semangat menjadi ciri mereka.
“Dulu ada antropolog Jerman bernama Horst Liebner yang ke sini untuk riset. Dia melihat kalau para nelayan ini semangatnya besar untuk berkegiatan seperti lomba. Mulai dari lomba perahu sampai sepak bola,” katanya.
Modal sosial yang dimiliki itu akhirnya terwadahi, ketika sebuah stasiun televisi mengadakan lomba mendekorasi kampung saat ada perhelatan piala dunia. Bermodalkan semangat tadi, para warga dengan senang hati bahu membahu mendekorasi dengan pernak-pernik sepak bola.
Meski program yang diadakan stasiun televisi itu sudah tidak berlanjut, warga di sini tetap mendekorasi kampungnya setiap empat tahun sekali. Kebiasaan yang sudah bermula beberapa tahun itu terus berlanjut bahkan menjadi identitas yang melekat pada Pambusuang.
Wujud kecintaan terhadap Argentina
Namun, kegilaan warga Pambusuang dan kampung di sekitarnya terhadap Argentina bukan sekadar saat ada hajatan Piala Dunia saja. Saat Tim Tango berlaga di Copa Amerika misalnya, semarak nonton bersama juga terasa di kampung warga.
Saat Messi akhirnya berhasil mengangkat trofi paling bergengsi di Amerika Latin pada 2021 lalu, warga Pambusuang bersorak gembira. Mereka turun melakukan konvoi di jalanan kecamatan untuk merayakan kemenangan itu.
“Bukan hanya saat Piala Dunia. Mereka ini menang kalah pokoknya Argentina,” kelakar Ridwan.
Di kampung ini ada seorang fans Argentina garis keras bernama Yusuf (50). Bukti fanatiknya lelaki yang akrab disapa Pua Raju itu, setiap detail rumahnya diwarnai putih dan biru muda. Foto-foto Messi juga terpampang di pagar. Corak itu bukan hanya dikhususkan saat gelaran Piala Dunia saja.
“Dia memang bukan fans kaleng-kaleng,” ujar Ridwan kagum.
Saat anak pertama Yusuf yang bernama Sirajudin menikah, pernak-pernik mulai dari seserahan hingga seragam juga bercorak Argentina. Logo Argentina Football Federation mejeng di barang sakral yang diserahkan mempelai lelaki kepada sang calon istri.
Hal itu juga berlanjut saat Sirajudin akhirnya memiliki anak pertama. Anak tersebut diberi nama Messi. Bukti bahwa kecintaan terhadap Argentina diwariskan dari generasi ke generasi di kampung ini.
Rumah milik Yusuf memang jadi yang paling mencolok. Beberapa rumah fans Argentina lain di Pambusuang mungkin punya beberapa pernak-pernik penanda loyalitas seorang penggemar, namun tetap saja tidak sesemarak kepunyaan Yusuf.
Menonton Argentina bahkan lebih semarak ketimbang saat tim nasional Indonesia berlaga. Sepengamatan Ridwan, jarang ada nonton bareng meriah saat Indonesia sedang menjalani kompetisi seperti AFF Cup.
“Ketika ada momen seperti AFF, nggak terlalu hidup animonya. Nggak sampai ada bendera seperti sekarang, pun nobar begitu jarang bahkan nggak ada yang saya lihat,” paparnya.