Tak seperti debt collector yang identik dengan tampang sangar, desk collection yang kebanyakan anak muda penampilannya terlihat trendi dan sopan. Di balik itu mereka harus tetap tegas dan kadang mencari siasat menghadapi orang-orang yang nunggak pinjaman online atau pinjol berbulan-bulan.
Mereka berdua, anak muda yang bekerja sebagai desk collection, datang dengan wajah tampak sayu. Jam menunjukkan pukul setengah tujuh malam dan setengah jam lalu dua perempuan ini baru saja usai menuntaskan tugas menagih ratusan orang.
“Pesan dulu. Silakan,” kata saya menyambut mereka di sebuah kafe bilangan Condongcatur, Sleman Senin (24/7/2023).
“Boleh pesan makan?” sahut Diana* (22) tanpa terlihat sungkan.
Saya mengangguk. Keduanya langsung memesan menu yang sama yakni nasi goreng. Sambil menunggu pesanan datang di tengah kondisi mereka yang tampak lapar, Diana langsung menceritakan kekesalan yang ia alami hari ini.
Saat tengah menelpon salah satu debitur untuk menagih utang yang telah menunggak dua bulan, bukannya mendapat tanggapan baik, ia justru merasa debitur itu melecehkannya. Awalnya nasabah itu membalas seadanya di chat WhatsApp.
Namun, di sambungan telepon, mengetahui lawan bicaranya perempuan, ia melonjak. Menggoda sang penagih tanpa rasa sungkan.
“Manggil sayang terus mendesah,” ujar Diana kesal.
Selepas itu si lelaki malah beberapa kali mencoba melakukan panggilan video lewat WhatsApp desk collection. Terganggu, akhirnya Diana menegur. Saat tersambung di telepon kembali, ia berujar bahwa semua percakapan telah terekam di sistem.
“Seketika dia diam. Terus nggak mengaku tadi sudah melakukan hal tak senonoh,” ucapnya.
Pengalaman itu menjadi yang terburuk sepanjang pengalaman Diana berprofesi sebagai desk collection selepas lulus kuliah awal tahun ini. Di samping itu respons memang beragam. Kebanyakan menyebalkan, tapi tidak sampai agresif seperti yang ia alami siang tadi.
Padahal utang mereka terbilang tak banyak. Lelaki yang tak senonoh tadi hanya punya tanggungan tak sampai Rp500 ribu. Namun, menunggak sudah hampir tiga bulan.
Pilihan menjadi desk collection
“Ya begitulah kerja kami,” sahut Tiara* (23) tertawa.
Mereka berdua punya kemiripan, sama-sama mengawali karir setelah lulus sarjana dengan menjadi desk collection. Sebelumnya, tak pernah terpikirkan akan berkecimpung di dunia tagih menagih utang. Hal yang Tiara akui punya segudang stigma di masyarakat.
Baik desk collection maupun debt collector sama-sama menagih kredit yang macet. Bedanya, desk collection berada di garda terdepan. Penagih paling awal sebelum akhirnya terlimpah ke petugas lapangan ketika keterlambatan membengkak.
Para agen desk collection bekerja dari kantor menghubungi debitur lewat pesan dan sambungan telepon. Sehingga tak perlu tampang sangar agar debitur segan.
“Mayoritas memang anak muda usia di bawah 30. Perempuannya lumayan banyak juga,” kata Tiara.
Mereka bekerja di ruangan berpendingin, dengan meja panjang berbilik-bilik. Mirip seperti gambaran profesi penerima layanan panggilan yang biasa tampak di cuplikan film-film layar lebar.
Diana tertarik masuk karena lowongan di bidang ini cukup banyak. Persyaratannya pun tidak terbatas latar belakang jurusan tertentu.
Pekerjaan ini terbilang banyak menyerap tenaga kerja. Satu kantor mereka saja, ada lebih dari seratus karyawan. Sehingga peluangnya terbuka lebar bagi para freshgraduate seperti Diana dan Tiara.
Gaji desk collection di atas UMP DIY
Selain itu, Diana mengaku telah mengalami banyak penolakan setelah mengirim sederet lamaran di berbagai perusahaan. Pekerjaan sebagai penagih inilah kabar baik pertama yang ia dapat. Gajinya pun beberapa ratus ribu rupiah di atas UMP Provinsi DIY.
Sementara Tiara mengaku tergiur dengan gaji pekerjaan ini yang terbilang lumayan. Sebelumnya ia punya teman yang sudah terlebih dahulu nyemplung.
Mulanya ia sama sekali tidak tertarik. Tiara sama sekali tidak paham dunia keuangan dan merasa tak cocok bekerja sebagai penagih yang kudu tegas dan kadang-kadang mengesampingkan belas kasihan.
“Tapi saat temanku bilang dia dapat gaji lumayan. Gaji pokok lebih dari UMR, ada insentif tambahan. Kok menarik juga ya,” selorohnya. Gaji dengan nominal itu bisa ia dapat jika mencapai beberapa target dari atasan.
Akhirnya ia pun mulai mendaftar ke beberapa lowongan perusahaan penyedia layanan jasa penagihan. Ia diterima di lebih dari satu tempat. Ia akhirnya memilih tempat yang paling dekat dengan kosnya.
Baca halaman selanjutnya…
Jumlah debitur yang harus ditagih dalam sehari
Jumlah debitur yang harus ditagih dalam sehari
Nasi goreng mereka sudah tandas. Keduanya menganga kepedasan. Tadi Tiara memang memberi catatan pada makanan yang ia pesan, “Pedas banget.”
Namun, kepedihan sebenarnya kerap mereka rasakan sehari-hari. Bukan akibat bulir cabe yang terselip ke mata, namun karena menghadapi ratusan debitur yang tidak kooperatif.
Salah satu tantangan awal yang mereka rasakan adalah menghadapi ratusan data untuk dieksekusi setiap hari. Data berisi nomor dan identitas peminjam online itu mereka hubungi via telepon dan pesan WhatsApp.
Mereka melakukan panggilan ke lebih dari tiga ratus kontak. Di antara itu, paling banyak hanya belasan yang mengangkat. Jumlah yang bisa berbincang secara kooperatif tentu lebih sedikit lagi.
“Jadi pas awal itu aku langsung kaget. Dapat data segitu banyak tapi bingung ini eksekusinya gimana supaya mereka bayar,” kenang Tiara.
Sebagai informasi, para desk collection terbagi ke dalam beberapa kategori. Ada yang menghubungi debitur dengan tunggakan satu bulan, dua bulan, hingga tiga bulan lebih. Mereka berdua tidak pernah mendapatkan jatah menagih di tunggakan awal.
Jadi, debitur yang mereka hadapi memang bermasalah. Antara benar-benar tidak punya uang hingga sengaja menunggak karena menyepelekan.
“Pokoknya kami harus mutar otak,” keluh perempuan ini.
Di sisi lain mereka terikat sederet aturan terkait etika penagihan. Semua percakapan di telepon dan WhatsApp resmi terekam dalam sistem. Para desk collection ini pun harus patuh terhadap aturan main Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Tapi mereka punya siasat khusus yang enggan mereka ceritakan detailnya. Tanpa siasat-siasat itu, bagi Diana dan Tiara, nyaris mustahil mendapatkan pembayaran dari mereka yang sudah menunggak berbulan-bulan.
Rupa-rupa para debitur
Di kondisi terdesak saat debitur sudah betul-betul tidak kooperatif, mereka bisa meminta bantuan tim lapangan alias debt collector untuk mengeksekusi. Mereka biasanya menggunakan bantuan debt collector untuk debitur dengan utang lebih dari satu juta.
Angka kredit macet pada aplikasi pinjol memang terbilang tinggi. OJK merilis data ada Rp1,43 triliun atau 2,8% dari total outstanding per Maret 2023 merupakan kredit macet yang melebihi 90 hari.
Diana mengakui syarat pinjaman online semakin mudah. Selama bekerja, ia banyak menjumpai peminjam yang menggunakan nomor bukan miliknya.
“Padahal kami kalau menagih, hal utamanya harus memastikan adalah benar bahwa orang yang kami hubungi itu adalah peminjam,” terangnya.
“Realitanya, kami banyak menemukan orang yang nomornya dicatut,” imbuhnya.
Mereka berdua bekerja di layanan penagihan yang terintegrasi dengan marketplace kredit. Sehingga, pinjaman itu terhubung dengan pembelian barang.
Para desk collector bisa mengetahui barang apa yang biasanya dibeli para pengutang. Menurut pengamatan Diana, kebanyakan adalah barang-barang penunjang gaya hidup seperti pakaian.
“Bahkan kami menjumpai banyak yang beli aneh-aneh. Nggak cuma sekali dua kali,” kata Diana tertawa.
“Apa itu contohnya?” tanya saya penasaran.
“Obat ikan hias… dan obat kuat,” jawab mereka berdua, tertawa kompak.
Hikmah di balik menagih utang
Suatu kali Diana ingat, ada rekannya yang mendapati pengutang yang mengaku sama sekali tak punya dana untuk membayar. Padahal pinjamannya tidak sampai Rp200 ribu.
“Aku aja kaget. Kebetulan itu pengutangnya cewek. Dia menawarkan bayarnya pakai badan karena benar-benar tidak punya uang,” ujarnya mengelus dada.
Jumlah pinjaman paling banyak berkisar di angka belasan juta. Terlepas dari nominalnya dan apa yang peminjam beli, mereka berdua sepakat, paling menyebalkan adalah bertemu debitur yang mempermainkan utang.
Mudahnya melakukan pinjaman online membuat banyak orang sengaja utang dari banyak aplikasi tanpa niat untuk membayarnya. Kondisi ini membuat para desk collection kewalahan.
Tak mudah untuk menagih utang secara daring. Di sisi lain, para pekerja ini harus memperjuangkan pembayaran demi bisa mendapat bonus-bonus di awal bulan.
Terkadang, berhadapan dengan pengutang membuat pikiran mereka lelah. Namun, keramaian suasana di kantor dengan ratusan karyawan jadi obatnya. Bertukar cerita dengan sesama penagih yang bekerja demi menghidupi diri.
Tiara tiba-tiba berujar, ia mengakui pekerjaan ini jauh dari ideal. Bukan pekerjaan yang mendapat anggapan baik di lingkungan.
“Tapi setiap utang itu akan ditagih di akhirat. Jadi ya, hitung-hitung aku ini meringankan beban mereka kelak,” kata Tiara bijak. Langsung tersenyum seolah tak menyangka kalimat itu meluncur dari mulutnya.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Mantan Debt Collector Berbagi Cerita Beratnya Jadi Penagih Utang