Dulunya Kawasan Menyeramkan, Sejarah Pindahnya Pasar Kembang ke Kotabaru 

Sebelum relokasi pedagang di kawasan Malioboro 2022, tahun 1990 terjadi peristiwa pindahnya pedagang bunga dari kawasan pasar kembang Malioboro ke Kotabaru tepatnya di tepi Kali Code. Tahun itu tepian Kali Code terasa menyeramkan.

***

Minggu 20 Februari 2022 saya memacu motor menuju ke kawasan Kotabaru, Kemantren Gondokusuman, Kota Yogyakarta. Saya mengambil rute dari arah jembatan Kewek di jalan yang menurun dan sedikit menanjak, kemudian menuju Jl. Ahmad Jazuli, Kotabaru. Daerah tersebut merupakan kawasan atau pusat perangkai bunga di Yogyakarta saat ini.

Di tempat ini dengan mudah dijumpai toko-toko yang menyediakan bunga tangkai, bunga rangkai dan bunga papan. Saya bertemu dengan dua orang perangkai bunga yang berbeda di sana, Panut Suprapto (90)  pemilik toko bunga Edi-Peni dan Budi Santosa (68) pemilik toko bunga Kusuma. 

Saya bertemu dengan keduanya di waktu yang berbeda, namun cerita mereka saling berhubungan. Saya menanyakan pada mereka perihal sejarah pasar bunga atau pasar kembang di Yogyakarta. Panut Suprapto mengawali hidupnya dalam merangkai bunga di tahun 1958, saat itu ia bekerja pada orang lain.

Di tahun ia memulai bekerja sebagai perangkai bunga, toko bunga sudah berada di taman kota Malioboro yang sekarang menjadi parkiran Abu Bakar Ali. “Sepengetahuanku, perangkai bunga berada di kawasan taman kota sejak tahun 1955,” ujar Panut

Panut berkisah di tahun sebelum 1955, pada mulanya perangkai bunga tersebar di sekitar Malioboro. Ada yang berada di depan kantor DPRD DIY, dan ada yang tersebar di depan pintu masuk Stasiun Tugu. Pada saat itu para perangkai bunga belum memiliki kelompok. Kemudian barulah di tahun 1955 pemerintah Kota Yogya memiliki program pembinaan terhadap para perangkai bunga dan kemudian dibuatkan kios di utara Hotel Garuda atau taman kota, mereka dikelompokan. Lokasi tersebut kemudian disebut-sebut sebagai kawasan Pasar Kembang Taman Kota Malioboro.

Pasar kembang kotabaru yogyakarta
Panut Suprapto dan istri, jualan bunga sejak tahun 1958. (Nikma Al Kafi)

Seingat Panut, setelah kios selesai dibangun, saat itu mulanya baru diisi oleh enam perangkai bunga. Kemudian pada tahun 1967 perangkai bunga yang lain baru berdatangan. Kemudian kawasan tersebut menjadi ramai diisi oleh perangkai bunga dan semakin dikenal masyarakat.

Tujuh belas tahun kemudian Panut membuka sendiri toko bunga di tahun 1975. Ia membuka toko bunga bersama perempuan yang ia nikahi. Perempuan yang dijadikannya istri itu ia kenal sebagai sesama perangkai bunga. Ia mengawali toko bunganya itu di kios yang dibangun pemkot. Saat itu ada kios kosong yang tersisa dan ia memilih menempatinya.

Berbeda dengan Budi Santosa, ia mulai menjadi perangkai bunga pada tahun 1976. Saat itu ia datang ke pasar kembang yang berada di taman kota. Ia melihat ada toko yang dijual oleh pemiliknya, kemudian ia mengambil alih toko tersebut. Tetapi Budi memang sudah memiliki kemampuan merangkai bunga, ia pernah belajar bersama saudaranya di Solo. Sehingga ia begitu yakin dalam usaha merangkai bunga.

Lalu apa hubungan Pasar Kembang yang saat ini jadi nama jalan di kawasan Malioboro atau Stasiun Tugu?

Jawaban Panut dan Budi senada, bahwa kemungkinan kawasan yang identik dengan prostitusi itu ada kaitanya dengan perangkai bunga yang pernah tersebar di sana. Sehingga nama jalannya dinamakan Pasar Kembang. Budi menambahkan, ia pernah mendengar cerita dari bapaknya. Bahwa perangkai bunga sudah tersebar di kawasan Malioboro dan Stasiun Tugu sejak zaman kolonial Belanda.

Tahun 1990, terdengar desas-desus dari pemerintah kota bahwa lokasi pasar kembang di taman kota akan dipindahkan ke kawasan Kotabaru, karena sebagai pusat wisata Malioboro semakin ramai dikunjungi wisatawan.  Kabar tersebut tidak dipermasalahkan oleh para perangkai bunga. Namun, para perangkai bunga membuat kesepakatan dengan pemerintah kota, bahwa kawasan Kotabaru yang bakal dijadikan lokasi baru harus muat untuk menampung seluruh perangkai bunga. Pada saat itu ada sekitar 12 perangkai bunga yang ada di pasar kembang taman kota.

Bunga potong yang dijual di pasar kembang Kotabaru. (Nikma Al Kafi/Mojok.co)

Menurut Panut dan Budi, kawasan Kotabaru pada saat itu menjadi wilayah yang bisa dibilang belum terurus dan menyeramkan. Menjadi tempat pembuangan sampah, penerangan belum merata, bahkan sering terjadi kasus kriminal. Namun hal itu tak jadi masalah, akhirnya pasar kembang taman kota jadi dipindahkan di Kotabaru tahun 1990. Para perangkai bunga membangun rumah di tanah yang sudah dipetakan dan disepakati mereka dengan pemerintah Kota Yogyakarta.

Kenangan lama bersinggungan dengan copet

Ketika masih berada di kawasan pasar kembang Taman Kota. Mereka para perangkai bunga memiliki ingatan yang saling terhubung. Panut dan Budi memiliki cerita yang mirip, bahwa mereka kerap bersinggungan dengan keberadaan copet di sana. 

Panut mengatakan, karena tidak jauh dari stasiun pada jam 7 malam copet-copet berkeliaran di sekitar pasar kembang. Bahkan ketika copet itu ketahuan polisi dan dikejar, copet yang melarikan diri sering bersembunyi di dalam kios pasar kembang taman kota. Panut tidak pernah mengalami kehilangan uang, namun ia pernah kehilangan liwetan nasi. Saat menceritakan pengalaman itu, saya dan Panut berbagi tawa.

“Tempat menanak nasi aja dicuri, Mas. Tapi kalau uang nggak pernah,” ujar Panut

Lain cerita dengan Budi, ia menyadari keberadaan para copet itu. Langkah Budi saat itu berkonsultasi dengan tetua di pasar kembang taman kota dan perangkat desa di sana. Ia melakukan kegiatan yang tidak diketahui orang lain, saat itu ia tidak tidur di setiap malam. Ia mencari copet dan mengajak copet-copet itu berdialog. “Dahulu copet-copet di sana banyak yang kelas teri, Mas. Masih bisa diajak dialog,” jelas Budi

Budi menambahkan dari usahanya itu banyak copet yang kemudian ikut bekerja sebagai perangkai bunga. Ia mengatakan pada pencopet yang ditemuinya, “kalau curi uang jangan di sini, di sini tidak banyak uang,” ucap Budi mengulang cerita. 

Keberhasilan menjadi perangkai bunga

Saya benar-benar memasang telinga saat mendengar cerita yang diutarakan Panut dan Budi. Saya merasa tak mau ada yang terlewat dengan sia-sia. Sebagai perangkai bunga yang sudah sepuh di Yogyakarta, saya pun menanyakan pengalaman bahagia yang mereka rasakan.

Panut menceritakan ia senang dan bahagia menjadi perangkai bunga, ia sangat bersyukur hingga saat ini masih dapat berdiri dengan gagah dan sehat. Saya merasakan kebahagiaan yang diceritakan Panut dam menyentuh hati saya. Ia juga bisa menyekolahkan lima anaknya hingga sarjana. 

Pertanyaan yang sama juga saya lontarkan pada Budi. Ketelatenan dalam merangkai bunga, dan keuletan yang sudah dikerahkan Budi dalam menjalani pekerjaan sebagai perangkai bunga membuahkan prestasi. Setelah kepindahan pasar kembang di kawasan Kotabaru pada tahun 1990.

Budi aktif terlibat di organisasi Ikatan Perangkai Bunga Indonesia (IPBI). Kepiawaiannya merangkai bunga membawanya ditunjuk mewakili Yogyakarta untuk menghias Istana Negara. Hal itu terjadi di awal kepemimpinan Presiden Megawati hingga berakhirnya masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 

Budi Santoso di tokonya. (Nikma Al Kafi/Mojok.co)

Budi berkisah ia memiliki satu kenangan yang tak akan terlupakan.  “Satu saja mungkin, saat itu aku menjadi orang Jogja pertama yang bisa merangkai bunga di Gedung Istana Negara tempat menyimpan bendera pusaka. Orang tidak boleh masuk di sana selain yang berurusan dan di sana ada bendera yang pertama. Aku bisa melihat dan bisa menyentuh, sebelum bendera dimasukkan ke dalam kaca dan disteril,” kenang Budi.

Sebelum bendera pusaka divitrin. Budi dapat menyentuh dan merapikan bendera Pusaka. Ia yang merangkai bunga untuk menghiasi bendera pertama yang dijahit oleh istri presiden pertama—Fatmawati. Bendera yang pertama kali dinaikkan pada Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Kebanggaan lainnya, di tahun 2016 tepatnya tanggal 7 Januari. Budi dipercaya untuk merangkai bunga di acara jumenengan KGPAA Paku Alam  ke-X 

Namun, menurut Budi, yang membuatnya semakin bahagia. Anak-anaknya mau menjadi generasi sebagai perangkai bunga, bahkan menurut Budi, anaknya yang ketiga merupakan lulusan S2, anaknya sudah bekerja di bank sambil berdagang bunga.  Karena bisnisnya berkembang, anaknya memilih resign fokus menjadi perangkai bunga.

Yang membedakan pasar kembang Kotabaru dengan kota lain 

Yogyakarta dikenal sebagai wilayah dengan perangkai bunga yang selalu memperhatikan keaslian bunga. Di tengah perkembangan teknologi, banyaknya replika bunga sintetis, baik plastik maupun kertas. Para perangkai bunga di Kotabaru menyatakan sikap bahwa mereka menjaga keaslian karangan bunga.

Panut menceritakan, dahulu sebelum tahun 1970, setiap karangan bunga dan bunga papan menggunakan bahan dasar bunga asli. Namun, setelah tahun 1970 sudah mulai bermunculan bunga palsu. Saat saya berbincang dengan Panut kebetulan ia baru kelar menyelesaikan satu bunga papan pesanan pelanggan.  “Dahulu, Mas, keseluruhan papan bunga terbuat dari bunga asli, termasuk tulisannya,” jelas Panut sambil menunjuk bunga papan yang ia buat.

Sekitar tahun 1967-1968, saat masih bekerja di tempat orang Panut pernah mendapat pesanan bunga papan di Surabaya. Saat tiba di sana, pembeli terkejut dengan rangkaian bunga papan dengan bunga asli yang lebih murah. Lalu Panut menambahkan, Yogya memang dikenal dengan perangkai bunga yang menggunakan bunga asli.

Berbeda dengan di daerah Solo, Semarang, Jakarta, mereka sudah jarang menggunakan bunga asli justru menggunakan kertas. Mungkin tergantung perangkainya. Namun, kalau di Yogya semua perangkai terutama di kawasan pasar kembang Kotabaru mempertahankan kualitas dengan menggunakan bunga asli. 

Dengan menggunakan bunga asli, sama halnya dengan memperhatikan petani bunga. Begitulah yang diyakini perangkai bunga di pasar kembang Kotabaru. “Kami mengusahakan mempertahankan bunga asli, Mas. Sebagai upaya mempertahankan petani bunga juga,” terang Budi. 

Menurut penuturan Panut dan Budi, bunga yang diperoleh perangkai bunga pasar kembang rata-rata berasal dari Bandungan Ambarawa, Batu di Malang, dan dari Jawa Barat. Dari dulu hingga sekarang jenis bunga yang mereka gunakan relatif sama: Sedap Malam, Gladiool, Kamelia, Rosida, Krisan, Anggrek Lepas, Mawar, dll. “Dari perkembangan (agrikultur) pertanian bunga, mungkin hanya bibit yang disilang, Mas, jadi ada corak yang baru,” terang Budi sambal menunjuk bunga krisan.

Diusianya yang sudah sepuh, Panut masih aktif merangkai bunga. (Nikma Al Kafi/Mojok.co)

Bunga-bunga segar di pasar kembang Kotabaru pada umumnya bertahan selama 7 hari. Jika bunga sudah layu dan belum laku, biasanya bunga tersebut dijadikan bunga tabur.

Di pasar kembang Kotabaru, bunga tangkai biasanya dihargai Rp7 ribu hingga Rp10 ribu, kemudian untuk karangan bunga misalnya hand bouqet untuk wisuda seharga Rp50 ribu- Rp100 ribu. Namun, juga masih bisa disesuaikan berdasarkan permintaan konsumen. Hand bouquet untuk pernikaha rata-rata seharga Rp400 ribu. Rata-rata perangkai bunga di Kotabaru juga membuat bunga papan yang kisaran harganya Rp400 ribu – Rp1juta.

Pasar Kembang Kotabaru kini dihuni sekitar 25 perangkai bunga, 13 diantaranya merupakan binaan. Binaan yaitu pedagang kaki lima perangkai bunga yang sedang merintis. Budi Santosa merupakan salah satu orang yang masih aktif terlibat dalam pembinaan. Pembinaan merupakan wadah yang digunakan untuk meningkatkan kompetensi perangkai bunga.

Paguyuban itu bernama ‘Paguyuban Perangkai Bunga Kotabaru’. Paguyuban tersebut bukan sekedar wadah silaturahmi dan menjaga kekompakan para anggota. Namun, juga sarana saling berbagi pesanan. Dahulu ketika masih ramai-ramainya, jika konsumen memesan di salah satu toko dengan jumlah yang banyak, jika  toko yang dipesani kewalahan mereka akan membagi pesanan kepada pemilik toko yang lain.

Perangkai bunga di pasar kembang Kotabaru memang bersaing dalam berdagang, namun persaingan mereka positif dan membangun. “Setiap perangkai di sini memiliki ciri khas, Mas. Semuanya berusaha memberikan yang terbaik untuk konsumen, persaingan pasti ada tapi persaingan yang membangun,” pungkas Budi mengakhiri cerita

Reporter: Nikma Al Kafi

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA  Sehari Bersama Pieter Lennon, Pengamen Legendaris Jalan Kaliurang dan liputan menarik lainnya di Susul.

 

Exit mobile version