Di Balik BEM SI: Dari Perpecahan, Isu Cawe-cawe Pemerintah, hingga Potensi Ditunggangi Politisi di 2024

BEM SI. melakukan aksi Geruduk Istana Oligarki 21 Oktober 2021. Foto Instagram @bem_si

BEM SI menghadapi tantangan dualisme kepengurusan. Mereka menepis isu perpecahan diakibatkan campur tangan pihak lain.

***

Aksi unjuk rasa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia (SI) pada pengujung September 2021 membetot perhatian banyak pihak. Bagaimana tidak, mereka mengultimatum Presiden Joko Widodo untuk mengangkat para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah dipecat, agar menjadi aparatur sipil negara ASN.

Berita itu membuat seorang kawan di Yogyakarta tiba-tiba bertanya. Mengapa pada hari yang sama, BEM SI juga menggelar rakernas di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)?

Teman saya itu memang bukan lagi mahasiswa. Ia seperti kebanyakan kita, tak mengikuti perkembangan gerakan mahasiswa. Padahal aksi mahasiswa hari-hari ini makin masif dan penting dalam mengkritik kebijakan pemerintah. Namun, gerakan mahasiswa, terutama yang membawa nama kampus seperti BEM, punya tantangannya sendiri. Seperti dialami BEM SI yang mengalami perpecahan organisasi sejak awal tahun ini.

Perpecahan terjadi saat musyawarah nasional (munas) di Universitas Andalas, Padang, April 2021. Pemicunya adalah keputusan panitia membatasi kuota peserta yang hadir di lokasi munas. Alasannya, untuk menegakkan protokol kesehatan.

Masalah ini membuat 132 dari 168 anggota aliansi walk out dan mengeluarkan pernyataan sikap. Pernyataan itu, antara lain, menyayangkan arogansi panitia yang tak mengakomodasi tuntutan peserta untuk memasukkan 18 perguruan tinggi, menyayangkan siap tidak transparan panitia soal data absensi,  dan kecewa terhadap BEM SI 2020 yang tak menyelesaikan sengketa di munas itu.

Sebanyak 132 BEM itu juga menyatakan mosi tidak percaya kepada panitia munas, menyatakan tidak setuju dengan hasi keputusan di munas itu, menarik mandat tuan rumah munas, hingga mengajak yang lain untuk turut walk out bersama 132 BEM.

Kelompok ini lalu menamakan diri BEM SI dengan jargon “Kerakyatan”. Wahyu Suryono Pratama dari Universitas Negeri Semarang (Unnes) ditunjuk sebagai koordinator pusat.

Di Padang, sisa 36 anggota koalisi BEM SI yang mengikuti munas memutuskan memakai motto “Rakyat Bangkit”. Mereka mendapuk Nofrian Fadil Akbar dari Universitas Riau (Unri) sebagai koordinator pusat.

Menurut keterangan Nofrian, kala itu ketentuan kepesertaan munas sebetulnya sudah diinfokan jauh-jauh hari.  “Kalau flashback (saat munas), proses administrasi, tata tertib, dan aturan, panitia sudah memberitahukan bahkan sebulan sebelumnya, sudah warning ke peserta (munas) ini terbatas yang hadir offline,” kata dia.

Dengan begitu, keputusan tiap BEM kampus untuk setuju atau menolak aturan itu berkaitan dengan posisi mereka di BEM SI hingga akhirnya terbentuk dua kubu. BEM Unri, kampus Nofrian, termasuk 36 BEM yang tak ikut walk out dan  mengakui hasil Munas XIV di Universitas Andalas.

“Ini bagaimana konsistensi kita menerapkan aturan. Unri ingin mempertahankan aturan yang disepakati bersama,” kata Nofrian saat dihubungi Mojok.co.

Nofrian menyatakan tak melihat ada perbedaan ideologi yang melatari perpecahan. Isu yang diusung pun nyaris sama. Pihaknya pun mengklaim bersih dari cawe-cawe pemerintah, kendati tudingan intervensi pemerintah memecah BEM SI sempat meruyak.

BEM SI
BEM SI Kerakyatan melakukan aksi dua tahun menagih janji dua tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Maruf Amin. Foto Instagram @bemsi.official

Yang jelas, unjuk rasa ke pemerintah jalan terus. Setelah mengultimatum presiden dalam isu KPK, BEM SI ‘Rakyat Bangkit’ menyiapkan demonstrasi soal Omnibus Law dan tujuh tahun pemerintahan Jokowi di bulan Oktober ini.

Selang lima bulan setelah munas di Padang, pada September 2021, kelompok “Kerakyatan” menggelar rakernas di UMY. Menurut Koordinator Pusat BEM SI Kerakyatan Wahyu Suryono, rakernas ini adalah forum silaturahmi dan evaluasi atas kerja mereka enam bulan terakhir.

“Ini juga jadi momentum menyolidkan lagi gerakan yang sudah dibangun bersama, apakah outputnya sudah tercapai, jangka panjangnya gimana. Kalau belum tercapai, apa langkah strategisnya,” kata Wahyu kepada Mojok.

Dalam rakernas tersebut, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Yudo Margono datang langsung ke UMY memberi ceramah. Undangan elite lain ialah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang hadir secara virtual.

Satu nama, beda jalan

Meski sama-sama memakai nama BEM SI, kubu Kerakyatan dan kubu Rakyat Bangkit berbeda sikap dan cara menanggapi gejolak politik nasional. Salah satu contohnya, sikap mengenai pemecatan pegawai KPK. Keputusan tersebut diprotes BEM SI Rakyat Bangkit dengan cara menggelar unjuk rasa di Jakarta, menuntut Presiden Jokowi mengangkat pegawai KPK yang dipecat menjadi ASN.

Sementara BEM SI Kerakyatan minta pembatalan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), musabab pemecatan itu, serta mendesak Presiden menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mengganti UU KPK 2019. Mereka juga minta pimpinan KPK yang tak berintegritas dipecat.

“Turun ke jalan itu pilihan politik. Kami punya desakan dan arah gerak yang berbeda. Ada diferensiasi. Secara prinsip, gerak dan arah politik (dua BEM SI) ada perbedaan,” kata Wahyu.

Wahyu bilang, kubunya mengedepankan kajian, analisis ilmiah, dan diskusi. Prinsip ini membuat mereka mengundang KSAL Yudo Margono di rakernas, di saat Yudo sedang dibicarakan sebagai calon kuat panglima TNI. Undangan itu, sebut Wahyu, bertujuan membuka dialog tentang kemaritiman.

“Ini (isu kemaritiman) sesuai visi Presiden Jokowi di Nawacita, tapi ternyata banyak masalah, kurang mendapat sorotan, dan tak ada atensi publik. Kami kaji dan sampaikan kritik ke KSAL dan sudah diterima,” tutur Wahyu.

Tapi mengapa BEM SI Kerakyatan juga mengundang Anies Baswedan, salah satu unggulan capres 2024? “Itu murni sebagai inspirasi,” kata Wahyu. “Tidak ada narasi dukung-mendukung. Kalau pejabat tidak pro rakyat, kritik kami jadikan senjata.”

Menurutnya, selain kajian ilmiah dan diskusi, mitigasi risiko sebelum aksi pun harus dimatangkan. Hal ini lantaran kadar represi pemerintah saat ini amat tinggi, bahkan isu yang diusung mahasiswa riskan dipelintir. “Apabila ruang audiensi tak bisa dimaksimalkan, kami siap turun ke jalan,” ujar Wahyu.

Usai rakernas, BEM SI Kerakyatan juga akan menggelar aksi dengan nama tuntutan “Surat Peringatan 1”. Tuntutan itu akan dialamatkan ke Kabinet Indonesia Maju, bukan Presiden Jokowi seorang. Isinya, selain mengenai pemecatan pegawai KPK, juga tentang UU ITE, penegakan HAM, hingga kekerasan seksual.

Wahyu bilang, mereka menghormati pilihan aksi “aliansi mahasiswa lain”. “Kami tidak mau terpecah belah. Itu jalan perjuangan masing-masing dan kami tidak ingin saling menihilkan,” ujarnya.

Wahyu menolak tudingan di media sosial bahwa kubunya muncul karena intervensi pemerintah. Nofrian Fadil Akbar, Koordinator Pusat BEM SI Rakyat Bangkit, juga mengklaim kubunya “bersih”. Namun, ia bilang tak ada jaminan bahwa “BEM sebelah”–istilahnya untuk menyebut BEM SI Kerakyatan–sama bersihnya.

“Nah, (tudingan peran pemerintah) itu sempat memanas. Kami tidak bisa menilai BEM sebelah. Kami bisa pastikan kami yang bertahan di Unand bersih dari hal itu. Kalau sebelah ada campur tangan pemerintah, saya tidak bisa sampaikan hal itu karena tidak punya bukti riil,” kata Nofrian kepada Mojok.

Pada akhirnya, kedua kubu ini tetap punya kesamaan: tak alergi mengundang figur jelang tahun politik 2024. “Kami juga mengundang politisi seperti Ganjar (Gubernur Jawa Tengah, calon kuat pilpres 2024), Anies (Baswedan), Gubernur Jambi, dan Novel (Baswedan, eks pegawai KPK) saat rakernas,” tambah Nofrian.

Satu yang pasti, perpecahan ini menggembosi kekuatan gerakan mereka. Sementara aksi tetap jalan terus, Nofrian mengakui daya gedor mereka. Kubunya kini terus membangun komunikasi dengan kelompok aliansi mahasiswa lain untuk menggalang kekuatan, terutama merespons peringatan tujuh tahun pemerintahan Jokowi. Komunikasi itu termasuk dengan BEM SI “sebelah”.

Wahyu menyebut, kedua kubu kini sedang mencari penyelesaian. “Tahun 2021 ini momentum menyolidkan kembali gerakan. Gerakan mahasiswa coba bangkit lagi di tengah badai krisis, badai distrust. Di tengah perpecahan, kami coba membangun komunikasi bagaimana BEM SI (berjalan), tetap dengan dualisme atau islah,” tutur Wahyu.

Wahyu Suryono Pratama saat rakernas di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Foto oleh Arief Hernawan/Mojok.co.

BEM Nusantara juga pecah

Selain dengan BEM SI “sebelah”, kubu Nofrian turut menjalin kontak dengan salah satu BEM Nusantara. Salah satu? Aliansi badan eksekutif mahasiswa lain, BEM Nusantara, rupanya juga terpecah.

BEM Nusantara semula dibentuk untuk menampung berbagai BEM dari kampus-kampus yang tak masuk BEM SI, umumnya dari perguruan tinggi swasta. Di Indonesia, gerakan mahasiswa dalam bentuk aliansi BEM memang beragam. Selain BEM SI dan BEM Nusantara, masih ada BEM RI dan BEM Nasionalis.

Kepengurusan ganda juga dialami BEM Nusantara. Perpecahan mereka terjadi usai gelaran Temu Nasional ke-12 di Surabaya, awal Maret 2021, hanya sebulan sebelum BEM SI pecah. Friksi internal ini membuat acara tersebut dihelat di dua tempat, di Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya dan di Islamic Center, juga di Surabaya. Hasilnya, kedua acara tersebut memunculkan dua kepengurusan berbeda.

Pertemuan di Islamic Center menunjuk Dimas Prayoga sebagai koordinator pusat. Adapun forum di Universitas Wijaya Kusuma menetapkan Eko Pratama sebagai koordinator pusat. Kelompok ini tak membalas permintaan wawancara Mojok lewat media sosial mereka.

Saat dihubungi Mojok, Eko menyebut BEM Nusantara tengah menata organisasi sehingga ia tak bisa bercerita banyak. “Mungkin dalam beberapa hari ke depan kami belum bisa memberikan tanggapan. Kami sedang konsolidasi internal,” tutur Eko lewat pesan tertulis.

BACA JUGA Kopi Rakyat: Menunya Kekinian Lokasinya di Pinggiran Sawah Pelosok Trenggalek dan liputan menarik lainnya di Susul.

Exit mobile version