Stasiun Solo Jebres, Sebaik-baiknya Titik Keberangkatan bagi Pengguna KRL yang Punya Kesabaran Setipis Tisu

Stasiun Solo Jebres lebih baik ketimbang Stasiun Solo Balapan bagi pengguna KRL. MOJOK.CO

ilustrasi - Stasiun Solo Jebres rujukan pengguna KRL di Solo. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Sudah tiga kali saya ke Solo menggunakan commuterline atau KRL. Dan setiap orang yang saya temui selalu menyarankan, agar naik dari Stasiun Solo Jebres ketimbang dari Stasiun Solo Balapan saat hendak pulang ke Jogja. Mulanya saya tidak paham, tapi setelah mengamati dan “mengalaminya” berkali-kali, saya jadi sepakat.

Pengguna KRL harus datang lebih pagi

Jika melihat peta rute KRL Jogja ke Solo, Stasiun Solo Balapan memang lebih dekat. Jarak Stasiun Solo Balapan dari Stasiun Solo Jebres hanya sekitar 2,9 kilometer dengan waktu tempuh 8 menit. Oleh karena itu, saya lebih suka turun di Stasiun Solo Balapan agar tidak berdiri terlalu lama di kereta.

Capek juga kalau harus berdiri hampir 2 jam di KRL. Kalau mau dapat tempat duduk ya harus berangkat pagi-pagi sekali. Jadwal kereta pertama KRL Jogja ke Solo adalah pukul 05.05 WIB atau setidaknya pukul 06.00 WIB. 

Pengalaman saya saat berangkat pukul 07.05 WIB dari Stasiun Maguwo, kereta itu sudah penuh baik di hari-hari biasa maupun hari libur. Yah barangkali karena saya naiknya juga dari Stasiun Maguwo

Stefani (26), orang yang kerap menggunakan KRL dari Jogja ke Solo berujar, kalau mau ya naik dari Stasiun Tugu Yogyakarta, sebagai titik pemberangkatan kereta pertama. Sementara, jarak stasiun terdekat dari kosan saya adalah Stasiun Maguwo. Lagi-lagi, ini pertarungan ongkos dan waktu, batin saya.

Stefani pun sering mengalaminya. Saya bertemu dengannya saat sama-sama menunggu KRL di Stasiun Solo Jebres. Sama seperti saya, saat itu ia juga sambat sebagai pengguna KRL tapi tak bisa mengeluh.

“Namanya juga transportasi umum. Pasti ada plus minusnya. Setidaknya lebih hemat karena cuman bayar Rp8 ribu,” kata dia.

Stasiun Solo Jebres adalah jalan tengah pengguna KRL

Dari Stefani pula saya jadi tahu bagaimana pulang dari Solo ke Jogja menggunakan KRL dengan nyaman, alias dapat tempat duduk. Kata dia, naiklah dari stasiun keberangkatan pertama dan di jam awal atau jam terakhir.

Logika sederhana memang, sehingga peluangnya untuk dapat tempat duduk akan lebih besar. Tapi saya sempat sanksi sebab kalau dari Solo, Stasiun Palur adalah stasiun paling ujung. Kalau ikut teorinya, saya harus pesan ojek online lebih jauh lagi dari Stasiun Solo Balapan yakni sekitar 7,5 kilometer atau 19 menit.

Maka untuk mencari jalan tengah, Stefani menyarankan agar saya naik dari Stasiun Solo Jebres ketimbang Stasiun Solo Balapan. Baru setelah itu mengikuti tips ke dua, yakni berangkat di jam awal atau jam terakhir.

“Tapi kita kan nggak mesti pulang larut malam ya, ngabisin waktu juga di jalan,” ujarnya.

Apalagi, sepengalamannya, pengguna KRL kebanyakan adalah lansia dan penumpang yang membawa anak atau bayi. Alias penumpang yang termasuk daftar kursi prioritas selain disabilitas dan ibu hamil.

Sehingga, meskipun kadang-kadang menggunakan teori di atas sebagai bekal naik KRL, Stefani tetap tak bisa memperoleh tempat duduk. Kadang-kadang, di tengah jalan ia harus mengalah kepada penumpang prioritas.

“Aku sering ngasih tempat buat ibu-ibu yang bawa anak,” ucap Stefani.

Penumpang prioritas semakin padat

Saya pun melihat aksi terpuji itu secara langsung saat naik KRL dengannya dari Stasiun Solo Jebres. Di antara ratusan manusia di gerbong, Stefani jadi salah satu orang yang menyediakan kursi berharganya. 

Kadang-kadang ia sampai bingung harus memberikan tempat duduknya ke siapa karena selain penumpang yang membawa anak atau bayi, ia juga tak tega kalau melihat lansia yang berdiri. 

Fenomena itu juga sering saya lihat. 

Petugas keamanan sampai harus meminta penumpang lain yang duduk untuk mengalah kepada penumpang prioritas. Rupanya, tak banyak orang-orang yang seperti Stefani, pikir saya kala itu. 

Namun, kalau melihat perjuangan penumpang yang mendapatkan tempat duduk di KRL berdasarkan cerita Stefani tadi, saya jadi tidak bisa menyalahkan mereka sepenuhnya. Mungkin PT Kereta Commuter Indonesia atau KCI memang harus menambah gerbong, mengingat volume pengguna KRL yang tiap tahun semakin bertambah.

Dilansir dari Bisnis.com, Manajer Humas KCI Leza Arlan mengatakan penumpang KRL Jogja—Solo mencapai 20 ribu orang per hari pada akhir pekan atau weekend di tahun 2024. Sedangkan hari-hari biasa jumlahnya mencapai 16 ribu sampai 18 ribu penumpang.

KAI Commuter Line rute Jogja–Solo mencatat sejak awal pengoperasian di tahun 2021 mereka memprediksi ada sekitar 6 ribu per hari. Nyatanya, jika ditotal ada 1.755.865 orang pengguna dalam setahun. Angka itu kemudian meningkat hingga 39 persen di tahun 2022. Begitu pun di tahun berikutnya.

Stasiun Solo Jebres jadi rujukan pengguna KRL

Kenyataan itu tak bisa disangkal. Menurut Leza fenomena lonjakan penumpang menunjukkan bentuk antusias warga yang semakin meningkat. Bahkan seorang driver ojek online di Solo pernah menyarankan saya agar naik dengan KRL, karena lebih hemat buat pelancong seperti saya.

“Memang banyak pengunjung dari Jogja yang main-main ke Solo, seperti Mbaknya ini pakai GoTransit juga. Nah, kalau orang-orang Solo mainnya ke Jogja, jadi kebalikan,” tutur Hendro Purnomo, driver ojek online yang mengantar saya saat di Solo.

“Tapi saran saya pulangnya nanti naik dari Stasiun Solo Jebres, Mbak. Biar dapat tempat duduk. Toh dari Solo Balapan juga nggak seberapa jauh,” lanjut Hendro.

Rupanya, saran itu tak hanya saya dapatkan dari Stefani dan Hendro, sepasang lansia yang pernah saya temui juga sekapat jika Stasiun Solo Jebres adalah sebaik-baiknya stasiun. Walaupun lebih jauh dari Stasiun Solo Balapan, setidaknya mereka tidak harus berdiri berjam-jam.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Kesialan Seorang Warga yang Berkunjung ke Rumah Jokowi, Sudah Menunggu Berjam-jam tapi… atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Exit mobile version