Dua tahun terakhir, setiap tes UTBK dihelat di UGM saya selalu menyempatkan datang. Seringnya, saya tiba ketika para calon mahasiswa sedang melangsungkan tes.
Tes ada dua sesi yakni pagi dan siang. Ujian panjang sekitar tiga jam di masing-masing sesi tentu membuat peserta lelah secara fisik maupun emosi. Tak banyak kesempatan untuk berbincang dengan mereka.
Namun, sepanjang sesi UTBK di UGM, kisah-kisah saya dapati dari orang-orang yang tak kalah tegang meski tidak ikut ujian. Mereka adalah para orang tua yang menunggu di sudut-sudut teduh UGM. Banyak di antara mereka yang datang dari luar kota semata ingin mendampingi dan memberikan suntikan moral bagi anaknya.
Sebelum berjumpa dengan orang tua, saya biasa ngobrol santai dengan para satpam UGM. Pernah, saya berbincang dengan Yusup Sunaryo pada UTBK 2023 lalu. Satpam ini sudah khatam kisah tentang perjuangan orang tua menemani anaknya.
Lantaran banyak yang datang dari luar kota, kata Yusup, mereka masih sangat asing dengan area kampus ini. Saat itu, jelang waktu ujian, terdapat seorang peserta yang didampingi ibunya kebingungan karena tersesat di sekitar Grha Sabha Pramana.
“Padahal saat itu mereka ujiannya Diploma Ekonomika dan Bisnis (DEB). Jaraknya cukup jauh,” kata Yusuf.
Gedung DEB berada di Jl. Prof. Dr. Mr. Drs. Notonegoro yang jaraknya cukup jauh jika berjalan kaki dalam waktu singkat. Akhirnya, satpam yang menjumpai mengantarkan mereka dengan motor untuk mengejar waktu ujian.
Petani naik bus dari Ngawi demi semangati anaknya UTBK di UGM
Selain itu, saya pernah berbincang dengan sepasang suami istri dari Ngawi bernama Kholik Ahmad dan Siti Mahmudah. Anak pertama mereka sedang ujian di FEB UGM. Sementara mereka berdua, setia menanti di kursi taman.
Pada agenda penting ini, Kholik menggunakan kemeja rapi. Ia datang dua hari sebelum ujian, menggunakan bus dari Ngawi, agar tidak terlalu terburu-buru.
Kholik sehari-hari merupakan petani di kampung halaman. Ia meninggalkan ladang beberapa hari demi menemani sang anak.
“Iya sehari-hari saya ya tani saja sama dagang,” ujarnya.
Siti menimpali bahwa sang anak berencana masuk di jurusan tata busana Universitas Negeri Surabaya. Pilihan keduanya ingin masuk ke Jurusan Biologi.
“Saya nggak tahu kok tesnya di sini (UGM). Awalnya saya kira bareng temannya, tapi ternyata beberapa hari lalu ngomong kalau sendirian. Akhirnya kami temani,” kata sang ibu.
“Mau milih apa saja yang jelas kami dukung penuh,” imbuh Siti tersenyum.
Baca halaman selanjutnya…
Bukan tanpa alasan, Siti mengaku sudah menyaksikan kegigihan anak untuk belajar selama beberapa bulan sebelum ujian. Tak sampai hati jika ia mempertanyakan apa yang hendak anaknya pilih sesuai ketetapan hatinya.
Dana terbatas tanpa cari penginapan tapi nekat ke Jogja
Baru-baru ini, tepatnya pada Kamis (2/5/2024) lalu, saya juga berjumpa dengan Indra (55) dan Wiwi (53) dari Tangerang Selatan. Mereka datang untuk temani anak yang ingin masuk Sastra Indonesia UGM ikut UTBK.
Awalnya saya pun tidak percaya. Namun, Indra dan Wiwi mengaku baru pertama kali ini ke Jogja. Mereka datang naik kereta bahkan tanpa mempersiapkan penginapan. Sesampainya di Jogja, baru Indra menghubungi salah satu temannya yang tinggal di Sleman.
“Pokoknya nekat aja lah. Dia tanya nginap di mana, saya bilang belum cari, akhirnya kami ditawari untuk bermalam di rumah mereka,” ujarnya.
Jika tidak ditawari temannya, Indra mengaku bisa mencari tempat mana saja untuk sekadar bermalam. Bisa masjid atau tempat lain yang terjangkau.
“Dari dulu ya penasaran tentang UGM dan ke Jogja. Pengin kuliah di sini lah pasti dulu tapi nggak bisa. Ya semoga rezekinya anak saya,” timpal Wiwi.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News