Jelas, situasi tersebut bikin dia mengalami guncangan mental. Pasalnya, hampir semua sisi seolah mengolok-olok nasibnya. Ada tetangganya yang selalu “iseng” bertanya “kapan kerja?”; ada teman-teman kuliah yang sudah pamer pencapaian sana-sana.Â
Yang lebih menyakitkan lagi, tak sedikit saudaranya yang kerap melontarkan kalimat-kalimat menyakitkan. Seperti membanding-bandingkannya dengan orang lain, sampai menyepelekan ijazah S2-nya.
“Untungnya orang tua biasa saja, sih. Cuma ya itu tadi, saudara-saudara pada banding-bandingin ‘si ini udah kerja di sini, gaji segini’. Itu setahun yang menyiksa banget sih,” ungkap alumnus UGM ini.
10 bulan nganggur, Iqbal pun sebenarnya bukan tanpa usaha. Ia mengirimkan banyak lamaran pekerjaan, baik itu yang sesuai ijazahnya maupun yang “enggak nyambung” sekalipun. Sayangnya, memang belum rezekinya. Tak ada satupun balasan atas emai-email yang ia kirim.
Untungnya, sejak 2023 lalu, ia mendapat pekerjaan sebagai content writer di salah satu media online yang berbasis di Jogja. Gajinya memang tak seberapa, hanya mentok UMR Jogja. Setidaknya kalau pembandingnya adalah Jakarta, jelas angka itu tak seberapa.
Namun, lulusan S2 UGM ini masih punya rasa syukur karena setidaknya ia punya pemasukan. Ketimbang hanya di rumah dan kenyang dengan nyinyiran tetangga.
“Bersyukur sih iya, ya memang kudu menerima yang sudah ada dulu. Tapi kalau mau main ‘what if’, seandainya ini aku dulu lanjut kerja aja nggak usah maksain S2, kayaknya nggak beda jauh juga nasibnya,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News