“Salam satu nyali!” menggema di stadion dan warung kopi
Mojok juga pernah berbincang dengan Badri, seorang pria asal Magetan, Jawa Timur yang saat ini bekerja sebagai driver ojek online (ojol) di Surabaya. Badri memutuskan meninggalkan Magetan untuk menetap di Surabaya sejak 2007.
Alasannya, saat itu Badri ingin lebih gampang saja jika ingin nonton Persebaya Surabaya secara langsung di stadion. Meskipun pada dasarnya Badri mengaku tak paham-paham amat soal sepakbola.
“Bersorak-sorak di tribun bareng para Bonek itu rasanya bikin bergairah,” ujar Badri.
Ada juga Rifat, seorang pemuda asal Pati, Jawa Tengah. Ia saat ini bekerja di Semarang. Namun, di momen-momen saat Persebaya main, ia pasti mengosongkan satu hari untuk ambil cuti demi bisa nonton langsung. Meskipun kadang kala cutinya tak dapat ACC dari tempat kerjanya.
“Ya kalau main yang dekat-dekat aja. Misalnya di Surabaya sendiri, Semarang, atau Jogja,” kata Rifat. Ia memang bukan asli Surabaya. Tapi animo Bonek membuatnya sejak SMA suka dengan klub asal Surabaya tersebut.
Selama hampir tujuh tahun di Surabaya, saya memang tidak pernah sekalipun nonton langsung laga Persebaya di stadion. Namun, saya menyaksikan sendiri betapa besarnya animo teman-teman Bonek setiap kali Persebaya Surabaya main.
Hampir di setiap warung-warung kopi kecil pasti riuh. Driver ojol, mahasiswa, dan masyarakat kelas menengah dari beragam latar belakang tumpah ruah untuk menonton Bajul Ijo bertarung di lapangan hijau.
“Salam satu nyali!”
“Wani!”
Jargon tersebut tak bosan-bosen diserukan dalam setiap momen nonton bareng laga Persebaya Surabaya. Suasana warung kopi pun kian riuh.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News