Katanya, kalau mau kaya, bikinlah kos di Jogja. Niscaya, uang menghampirimu dengan begitu mudah, katanya. Tapi, kenyataan, biasanya punya jawaban yang berbeda dari yang ada di angan.
Grantino (27) adalah salah satu pengusaha kos di Jogja. Dia punya dua rumah kos berjumlah total 12 kamar di Umbulharjo, daerah dekat XT Square Jogja. Usaha ini sudah dia jalani sejak 2013 tahun, bersama bapaknya. Tentu, dia tahu betul usaha ini luar dalam.
Saat mendapat kesempatan bertanya tentang usahanya (02/06/2024), saya langsung bertanya banyak hal tentang kosan, salah satunya adalah modal. Harga tanah di Jogja ini mahal, mahal banget, dan bikin usaha kos tentu butuh modal yang amat besar. Tapi, Grantino berkata bahwa modalnya amat sedikit karena sudah punya rumah duluan.
“Modal kosku sebenarnya nggak banyak, Mas, nggak sampai 20 juta kalau aku hitung-hitung lagi. Soalnya pada dasarnya, rumah ini kamarnya udah banyak. Jadi tinggal renovasi saja. Ada kamar yang luas dan bisa disekat jadi tiga kamar. Ini ngomongin rumahku yang baru lho ya.”
“Kalau rumahku yang lama, itu bekas tinggalannya dari Simbah. Sudah dalam bentuk kosan memang, kamar sudah ready 6, ada dapur, tinggal renov dapur sedikit.”
Grantino lumayan beruntung sebab dia tinggal merenovasi rumah yang dia punya. Saya yakin misal dia membangun dari nol, 20 juta itu tak akan jadi apa-apa.
Hanya saja, Grantino mengaku bahwa rumah barunya itu memang dibeli dengan harga yang lumayan. Awalnya rumah baru dibeli bukan untuk kos, tapi ketika dilihat potensinya kok ada, jadilah diubah jadi kosan. Rumah tersebut dibeli seharga 575 juta, di daerah Umbulharjo. Katanya, bisa dapat rumah semurah itu (standar Jogja) karena keajaiban.
“Dari awal niatnya untuk rumah biasa aja. Tapi ada tiga kamar menganggur dan daripada bingung buat apa, mending jadi kos. Awalnya sih bingung mau jadi kos apa gudang.”
Ya jelas lah itu mah.
Maintenance pasti ada, tapi tak sebesar yang kita kira
Rumah baru Grantino yang dijadikan kos memang belum terisi penuh, tapi rumah lamanya sudah terisi penuh. Bahkan dia mengaku, tahun lalu semua penghuninya membayar setahun penuh. Dia mendapat 17 juta untuk 6 kamar, jadi ya, sekitar 2.8-2.9 juta per tahun. Sebenarnya itu terhitung murah, tapi melihat daerah kosnya yang memang lumayan jauh dari kampus, harga tersebut jadi terasa normal. Grantino saja mengaku untung.
“Genah bathi sih. Bapakku aja langsung renov rumah baru buat kos biar makin siap.”
Tapi, kos di Jogja, meski terlihat menguntungkan, perlu dilihat juga cost yang perlu dibayar agar semua berjalan lancar. Contoh, maintenance kos. Banyak yang merasa bahwa meski kos terlihat menguntungkan, tapi cost maintenance-nya bisa saja menyedot banyak. Grantino setuju tentang itu, meski dia sendiri merasa pengeluarannya wajar-wajar saja.
“Maintenance ki mesti ada. Cuman nggak banget-banget, Mas. Kalau di tempatku, masalah paling sering sih pompa air. Antara pompa air sering macet, atau korslet. Itu pun nggak sesering yang ada di pikiran orang-orang. Cuma beberapa kali setahun.”
Listrik tak semahal itu
Kalau kerusakan macam pipa bocor, air rembes, genteng bocor, cat, dan sebagainya, Grantino mengaku belum pernah mengalami hal tersebut. Jadi, maintenance dia tak semahal itu. Mungkin biaya lain yang perlu dibayar adalah wi-fi dan listrik.
“Nah, iki. Untuk biaya listrik, nggak begitu besar. Paling mentok 300-an/bulan. Oh iyo, listrik e nggak nganggo pulsa. Tapi masih listrik meteran biasa.”
Saya kaget, untuk kos 6 kamar, hanya habis 300 ribuan per bulan. Sedangkan rumah saya yang hanya diisi TV, kulkas, mesin cuci, dan komputer (itu pun tidak setiap hari dipakai) habisnya hampir 200 ribuan per bulan. Rasanya tak mungkin kebiasaan anak saya nonton Elsa menyanyi “Let It Go” tiap hari bisa menyedot segitu banyak listrik.
Grantino mengaku kalau cost yang dia keluarkan per bulan sekitar 700-800 ribu per bulan untuk kos 6 kamar. Kalau dihitung-hitung, untuk setahun, harus keluar biaya 9.6 juta. Kata Grantino, dia tak merasa berat, toh, bapaknya juga biasa saja.
Baca halaman selanjutnya
Izin mendirikan kos di Jogja
Saya lalu bertanya, apakah bikin kos di Jogja harus ada izin dan sebagainya. Grantino mengaku tidak, setidaknya itu yang terjadi di lingkungannya tinggal. Banyak yang buka usaha kos hanya tinggal lapor ke bapaknya selaku RW, itu pun obrolan biasa. Tidak ada dokumen khusus atau surat tertentu. Mudah, murah.
“Mungkin di kampung lainnya ada, tapi kampungku tuh sudah terkenal kampung sing adem ayem dan nggak ada masalah. Zona hijau untuk marketing bank juga. Nggak banyak yang tau kampungku, tapi semua berjalan lancar. Mulane banyak mantan orang yang ngekos di daerahku, lalu menetap di daerahku, bahkan beli rumah dan tanah. Begitu.”
Saya lalu bertanya, adakah mitos kos yang berseliweran dan terbukti salah, dia menjawab, ada.
Dia pernah mendapat kabar, kalau kos cewek itu kotor dan jorok, jauh lebih kotor ketimbang kos cowok. Kamar mandinya pasti jorok dan buang sampah—utamanya pembalut—sembarangan. Padahal dari yang dialami Grantino langsung, tidak. Dia bilang itu semua tergantung manusianya. Malah kos cewek belakang kosku itu bersih terus.”
Grantino menekankan bahwa tiap kos itu kondisinya bakal berbeda sesuai penghuninya. Maka, memukul rata hanyalah sia-sia.
Setelah ngalor-ngidul bicara tentang pernak-pernik kos di Jogja, saya coba bertanya pada Grantino, apakah bisnis kos di Jogja itu akan hidup dan tetap menguntungkan?
Grantino menjawab iya, dengan tapi.
Masa depan bisnis kos di Jogja
Perkara masa depan bisnis kos di Jogja, Grantino bilang bisnis ini akan tetap cerah. Bagi Grantino, misalkan ada kos yang bangkrut sekalipun, kadang bisa jadi itu bukan bangkrut. Kosnya mungkin tak menghasilkan, dan akhirnya jadi rumah pribadi. Hal seperti itu, biasa terjadi di Jogja. Dan masuk akal juga. Jika bisnis ini gagal, setidaknya masih bisa berguna untuk pemilik kos.
Tapi Grantino mengingatkan, modal bikin kos di Jogja itu besar.
“600 juta itu cuman 3 kamar. Itu aja sudah dana minimal banget, Mas. Ya sama tanahnya, rumahnya, modal awal lah. Itu aja kalau kena gempa pasti ambruk.”
Grantino di sini juga menekankan bahwa orang-orang yang mau buka kos perlu memahami bahwa bisnis ini bukan bisnis yang bisa untung cepat. Jika buka bisnis kos sekarang, bisa jadi yang untung anaknya, atau malah cucunya. Sebab, BEP-nya tentu akan sangat lama, mengingat harga tanah di Jogja mahalnya tak masuk akal. Bisa saja kosmu rame, tapi pemasukannya tak seramai lalu lalang orangnya.
“Warisan ala-ala milenial bisa aja bentuknya kos-kosan, tak lagi tanah atau kebun isinya pohon jati, hahahah.”
Reporter: Rizky Prasetya
Editor: Hammam Izzudin
BACA JUGA Nestapa, tapi Rela: Tinggal di Kos Murah Rp125 Ribu per Bulan di Jogja
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.