Kelereng, dolanan yang di masa lalu tak lebih permainan anak-anak, kini berkembang menjadi tontonan yang dinikmati juga oleh remaja dan orang dewasa. Kelereng, neker, atau dir, bertransformasi dari permainan tradisional menjadi balapan layaknya Formula 1, yang mengobati kerinduan penonton sepak bola di Indonesia.
Mojok.co ngobrol banyak bersama dengan Tim Marble Run Indonesia, lembaga resmi di bawah federasi balap kelereng dunia yang dibentuk untuk memantau dan mengatur lomba kelereng di Indonesia. Perihal kelereng yang tak pernah khianat dari nilai orisinalnya, yakni menghibur dan menyenangkan.
***
“Kini di lap kelima Persija Jakarta memimpin, menjauh dari kejaran Persiraja Banda Aceh. Sementara Maung Bandung belum mampu masuk ke tiga besar,” begitu yang dikatakan oleh Edgar Sudjatmoko dengan logat khasnya sebagai pemandu jalannya pertandingan Marble Run Indonesia Race ke-8 di Sirkuit Segiri, Samarinda. Ditambah riuh suara kelereng demi kelereng yang saling kejar-kejaran di lintasan.
Kelereng-kelereng tersebut bukan hanya sekadar kelereng yang penuh dengan warna. Lebih dari itu, seperti yang disampaikan oleh Edgar di atas, kelereng-kelereng itu mewakili nama-nama tim sepak bola yang ada di Indonesia. Dengan mengadopsi konsep Formula 1 dan sepak bola, lomba balap kelereng itu disulap menjadi sebuah ajang kompetisi yang mempertemukan tim-tim sepak bola di Liga 1, 2, bahkan hingga Liga 3.
Para suporter yang lelah menunggu kompetisi sepak bola Indonesia
Di masa Covid-19 yang belum terlihat hilal terputusnya mata rantai pandemi, memang olahraga sempat mati suri, terutama sepak bola. Di negara-negara lain, tribun sepak bola sudah mulai terisi dan tentu saja membuat iri. Jangan jauh-jauh melihat final Piala Eropa 2020 di Wembley sedang tetangga kita, Vietnam, dalam ajang Liga Vietnam, tribun-tribun mereka sudah mulai riuh terisi.
Seperti apa kata Yamadipati Seno “Sepak bola tanpa penonton tak ubahnya seperti sebuah pemakaman saja. Sepi. Tidak ada gairah yang ditularkan suporter kepada pemain. Tak ada suka yang diubah menjadi bahagia, atau sendu yang dikonversi menjadi tangis tersedu.”
Hingga muncul sebuah ide dari Marble Run Indonesia (berikutnya MRI). Mereka membawa sebuah hiburan berupa sport ke dalam nadi para pencinta sepak bola yang sudah sangat rindu menonton tim kebanggaan mereka di stadion. MRI membawa hiburan berupa e-sport, menggabungkan beberapa elemen unik mulai dari sepak bola, F1, dan tentu saja kelereng.
Liga 1 MRI atau Balap Kelereng se-Indonesia disiarkan langsung melalui YouTube MRI.
Tentu hal ini disambut antusias oleh penonton-penonton kanal YouTube dan juga Instagram mereka. Dihubungi via pesan Instagram, Ivan Alvianto (18) pemilik akun @iamnesthetic yang aktif memberikan komentar positif di akun Instagram MRI berkata bahwa ajang ini membawa semangat tersendiri. “Saya tahu kompetisi balap kelereng sejak 2018, waktu itu lewat dalam algoritma YouTube saya dan ajangnya itu Marble League di Inggris.”
Ivan menambahkan dengan antusias bahwa ia menjadi pecinta balap kelereng dan mengikuti MRI bahkan sejak Piala Presiden MRI. “Apalagi melihat tim kebanggaan saya, Persipura,” katanya, setelah membalas pesan Instagram saya dengan cepat. Ivan yang tinggal di Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Kalimantan Barat, susahnya sinyal bukan perkara demi menikmati MRI.
“Saya kalau lihat, replay-nya. Saya tinggal agak jauh dari perkotaan, jadi tower sinyal yang ada hanya bisa mencakup daerah tertentu. Walau begitu, saya harus tetap nonton MRI menengok Persipura main di sana,” pungkasnya.
Setali dengan pemilik akun Instagram @gilangsp47 yang juga aktif berkomentar di kolom komentar MRI, ia berpendapat bahwa nggak adanya kompetisi resmi di sepak bola Indonesia membuat suporter jadi rindu sekaligus jenuh. “Nah, MRI datang sebagai hiburan dari jeda panjang ketidakjelasan kompetisi ini,” tuturnya.
Laki-laki yang merupakan Bobotoh ini melanjutkan, “Walau kesannya have fun, tapi terasa seperti kompetisi yang beneran, tegang, dan bikin adrenalin naik. Rasa yang sudah lama nggak saya dapat ketika mendukung Persib. Ya, walau kenyataannya ini hanya lomba balap kelereng,” jawabnya dengan dibubuhi emotikon tertawa.
Marble Run Indonesia dan niat ambisius mereka dalam ajang e-sport
Atas antusias yang riuh dari masyarakat dan riang gembira para suporter sepak bola, Mojok.co menghubungi MRI lewat pesan Instagram mereka dan disambut dengan hangat. Saya dipersilahkan bertanya sebebas-bebasnya. Ya, bebas. Sebebas kelereng yang menggelinding di lintasan yang licin. Dan inilah hasil obrolan kami perihal betapa rindunya masyarakat Indonesia akan hiburan berupa sepak bola.
Ditanya sejarah MRI, tim MRI membalas dengan panjang. MRI dibentuk pada Maret 2020 dan itu atas dasar tim MRI yang melihat bahwa kurangnya tayangan olahraga pada awal pandemi di Indonesia. Apalagi pemerintah mulai mengampanyekan #DiRumahAja dan juga kampanye #StayAtHome di hampir seluruh negara membuat event olahraga diberhentikan sementara.
“Hal itulah menjadi alasan untuk menginisiasi MRI sebagai federasi balap kelereng Indonesia yang memberikan tayangan olahraga yang unik dan menghibur kepada masyarakat Indonesia di masa pandemi,” ungkap tim MRI. Tim MRI melanjutkan bahwa selama pandemi juga, Marble Run (atau balap kelereng) di seluruh dunia semakin dikenal banyak orang setelah salah satu kompetisi balap kelereng di Eropa semakin banyak ditonton sebagai pelarian dari sepak bola dan olahraga lainnya yang ditunda.
“Dari situlah kami menjadikan MRI berada di bawah naungan International Marble Run Federation (IMRF) atau federasi balap kelereng dunia agar MRI dipandang sebagai federasi yang profesional dan berkualitas meskipun hanya menyelenggarakan kompetisi balap kelereng,” ketik tim MRI.
Dengan semangat ambisius, Robby, sebagai tim perwakilan MRI menjawab, “Kami ingin menyamai kualitas kompetisi yang ada di benua Eropa dan Amerika dari segi kualitas dan profesionalitas agar warganet Indonesia bisa bangga bahwa anak bangsa juga bisa membuat sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu yang serius tapi menghibur.”
Tujuan setiap tim tentu saja Liga Champions. Entah itu Eropa maupun Asia, Liga Champions adalah sebuah destinasi paling prestisius bagi sebuah tim. sebuah pertanyaan saya lepaskan, perihal muluk-muluk, apakah IMRF bakal adakan juga Liga Champions Asia yang itu artinya, juara Liga 1 ditandingkan dengan tiap juara di masing liga-liga Asia? Dan jawaban MRI, menepis bahwa itu adalah pertanyaan yang muluk.
“Rencana seperti itu sebenarnya ada, karena jika dilihat dari konten balap kelereng di Youtube terdapat banyak sekali channel yang membuat kompetisi balap kelereng dengan mempertandingkan tim nasional antarnegara atau antarklub sepakbola, baik untuk kompetisi UCL atau FIFA World Cup. Jadi, untuk menyatukan antusias penikmat balap kelereng di seluruh dunia, kami berharap bahwa IMRF mengadakan kompetisi untuk mempertemukan tim-tim dari berbagai negara. Sehingga dengan kompetisi bertaraf internasional itu, balap kelereng semakin diminati sebagai suatu hiburan,” pungkas tim MRI.
Menyoal lisensi nama-nama tim sepak bola Indonesia
Yang membuat MRI meningkat pesat tentu saja nama-nama tim yang mereka pakai. Mulai dari Maung Bandung, PSS Sleman, hingga tim liga dua seperti Persis Solo. Mojok.co bertanya dua pokok penting perihal ini; yakni mengapa tidak menggunakan nama-nama tim dalam cabor lain dan juga apakah nama-nama itu mempunyai lisensi resmi dari tim-tim yang disebutkan?
Tim MRI menjawab pertanyaan pertama, “Beberapa subscribers kami juga menyarankan hal serupa, memakai tim basket sebagai nama tim balap kelereng. Namun, sejak awal, kami hanya berniat untuk menggunakan nama tim sepak bola sebagai nama tim balap kelereng.”
Karena yang merindukan olahraga bukan hanya basis massa sepak bola, besar kemungkinan dong nama-nama tim basket hingga voli masuk dalam daftar kompetisi sendiri? Begitu tanya saya. “Iya, jika antusias menggunakan nama tim basket atau cabang olahraga lain sebagai nama tim balap kelereng meningkat, tentu kami akan mempertimbangkannya.”
“Sekarang perihal lisensi, nih. Jika boleh Mojok.co tahu, bagaimana sih MRI sampai bisa memakai nama-nama tim sepak bola besar di Indonesia?” tanya saya.
“Penggunaan nama-nama klub sepakbola di Liga Balap Kelereng hanya sebatas untuk berkontribusi kepada sepak bola Indonesia, sehingga penggunaan nama tersebut tidak melalui tahap pembelian lisensi nama, tapi hanya meminta izin. Beberapa tim juga menyambut baik niat kami menggunakan nama klub mereka sebagai nama tim balap kelereng,” terang tim MRI.
Tujuan menggunakan nama-nama tim sepak bola Indonesia, terang MRI, adalah untuk memperkenalkan klub-klub sepakbola kepada masyarakat yang lebih luas, terlebih lagi kepada masyarakat yang mulai beralih ke esport.
“Kami juga sengaja menggunakan hashtag #DukungTimKebanggaanmu agar masyarakat yang tinggal di daerah tertentu tetap bangga dengan klub sepakbola yang merepresentasikan daerah mereka—meskipun prestasikan klub mereka belum ada. Kebanggaan mendukung klub daerah mereka juga terlihat saat Liga Balap Kelereng digelar, ada banyak warganet yang meminta kami untuk menambahkan tim-tim balap kelereng dari daerah mereka, yang sebelumnya tidak pernah kami dengar sama sekali,” terang federasi balap kelereng yang di bawah naungan IMRF ini.
“Hal itu menjadi tanda bahwa gairah sepakbola Indonesia sebenarnya sangat besar di daerah-daerah tertentu, hanya saja belum terekspos secara luas. Dan itulah menjadi salah satu tujuan Marble Run Indonesia yang menggunakan nama-nama klub sepakbola Indonesia,” tutup mereka.
Segala hal yang ingin kamu ketahui tentang MRI
Saya membuka kolom pertanyaan di Instagram dan beberapa dari mereka bertanya perihal MRI. Mulai dari pertanyaan nyeleneh, akademis, hingga mistis, nyatanya berhasil Tim MRI jawab dengan terbuka.
Pertama, bagaimana aturan Liga 1 menengok menggunakan sistem series seperti F1?
“Sebenarnya ada banyak aturan teknis di Liga Balap Kelereng MRI sehingga tidak cukup untuk menjelaskannya di sini. Untuk aturan lengkapnya bisa diakses di web resmi MRI. Tapi spesial untuk Mojok.co, kami terangin, deh,” ketik mereka.
Jadi Liga Balap Kelereng MRI menggabungkan aturan sepakbola dan MotoGP. Sistem poin dan series mengikuti aturan MotoGP. Sementara sistem promosi dan degradasi mengikuti aturan kompetisi sepakbola. Jadi, jika selama 18 series 3 tim balap kelereng Liga 1 berada di peringkat 16, 17, dan 18 di akhir musim berdasarkan total poin yang dikumpulkan, maka 3 tim itu harus degradasi ke Liga 2. Begitu juga dengan aturan promosi ke Liga 1. Jika 3 tim dari Liga 2 ada di peringkat 1, 2, dan 3 di akhir musim, maka ketiga tim itu dapat berlaga ke Liga 1 di musim depan.
Kedua, apakah MRI cukup puas dengan kondisi konveyor saat ini menengok banyak sekali error yang terjadi selama jalannya race?
“Kebanyakan sumber daya untuk membuat kompetisi balap kelereng seperti kompetisi di Eropa didapat dari permainan Lego. Namun, karena varian Lego di Indonesia terbatas dan beberapa sumber daya hanya bisa dijangkau di Eropa, kami pun memutuskan membuat sendiri konveyor untuk Liga Balap Kelereng dengan sumber daya yang ada, sehingga kesalahan atau error pada konveyor selama balapan berlangsung beberapa kali berlangsung. Namun, kami terus melakukan evaluasi agar kesalahan tidak berdampak besar bagi tim-tim balap kelereng.”
Ketiga, saya membaca pada website MRI yang menjelaskan perihal Safety Marble, lantas penasaran, bagaimana sih gambaran jelas tentang aturan Safety Marble? Selama Piala Presiden dan Liga 1 sampai Liga 3, apakah pernah terjadi peserta masuk pit stop?
“Safety Marble sebenarnya terinspirasi dari salah satu kompetisi balap kelereng di Eropa yang bertugas sebagai tim medis yang membawa marble yang mengalami kecelakaan. Safety Marble membawa marble yang “terluka” diperlihatkan dengan cara stop motion, sehingga kami pun mengikuti konsep tersebut jika ada kecelakaan pada tim balap kelereng. Di Liga Balap Kelereng MRI sendiri, biasanya kelereng akan diangkut oleh safety marble saat keluar lintasan karena konveyor. Untuk pit stop sendiri, masih belum ada di Liga Balap Kelereng karena resource yang terbatas.”
Saya hanya manggut-manggut, lha wong kelereng saja difasilitasi dalam sisi keselamatan, harusnya federasi sepak bola juga mengedepankan hal ini juga.
Keempat, apakah MRI izinkan semisal nanti lahir basis massa tim balap kelereng seperti Marble Paserbumi atau Marble Bonek?
“Kami memang berharap setiap tim di Liga Balap Kelereng memiliki basis massa tersendiri, seiring Balap Kelereng dijadikan ajang resmi oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga. Sebab, adanya basis massa yang dimiliki setiap tim balap kelereng akan menguatkan gairah balap kelereng di Indonesia, yang tidak kalah dengan gairah di luar negeri.”
Klasemen sementara Liga MRI 2021
Kelima, apakah MRI memiliki harapan bahwa tim-tim yang ada di Indonesia, mampu mengelola secara mandiri tim kelereng mereka masing-masing?
“Jika Kementerian Pemuda dan Olahraga menerima balap kelereng sebagai salah satu olahraga, kami tentu sangat senang jika tim-tim sepak bola memiliki tim kelerengnya sendiri dan juga mengelolanya. Meskipun hanya balap kelereng, tentu MRI berharap hal itu bisa terwujud.
Di luar negeri juga, terdapat turnamen kelereng dunia—meskipun bukan balap kelereng—bernama The World Marbles Championships yang diikuti beberapa negara. Hal itu memberikan kami harapan bahwa cabang olahraga balap kelereng bisa saja terwujud, di mana tim-tim sepak bola tertarik untuk memiliki tim balap kelerengnya sendiri.”
Keenam, jika di sepak bola ada klenik, apakah dalam kompetisi MRI ada tim yang pakai ritual khusus biar kelerengnya makin gacor?
“Di Madura sendiri, sudah lama diadakan turnamen balap kelereng, dan kelereng yang menang biasanya dihargai mahal. Informasi yang kami dapatkan dari salah satu orang yang mengikuti turnamen balap kelereng di Madura itu, memang ada perawatan atau perlakuan tertentu yang digunakan agar kelereng semakin cepat dan bisa dijual dengan harga tinggi. Namun, kami tidak mendapatkan informasi terkait ritual klenik agar kelereng semakin cepat. Di Liga Balap Kelereng MRI sendiri tidak ada perawatan dan perlakuan tertentu pada kelereng, baik yang klenik atau tidak. Hal ini agar setiap kelereng diperlakukan secara adil.”
Sebagai penutup obrolan panjang kami, saya pun bertanya sesuatu yang pastinya juga bikin penasaran para penonton MRI. Sebuah pertanyaan yang pastinya amat ditunggu untuk Tim MRI jawab.
“Apa yang membuat federasi ini begitu profesional? Apakah karena murniat untuk menghibur dan membangkitkan nostalgia? Atau ada tips lain menengok federasi lain masih terjebak kepada hal-hal minor maupun mayor?” tanya saya.
“Sebenarnya, warganet Indonesia banyak menonton kompetisi balap kelereng yang diselenggarakan di Eropa dan Amerika. Hal ini mendorong kami untuk menyamai kualitas dan profesionalitas mereka berdua dan menerapkannya ke Marble Run Indonesia agar warganet bisa bangga memiliki kompetisi balap kelereng yang tidak kalah berkualitas dan profesionalitas dengan yang dimiliki di luar negeri,” tutup Tim MRI sekaligus memberikan kepuasan bagi saya pribadi, sebagai seorang fans perlombaan balap kelereng.
Apapun genre balapannya. Bahkan, saya juga suka lomba kelereng yang diadakan di acara tujuh belasan, apalagi lomba balap kelereng yang diadakan secara profesional, bukan?
BACA JUGA Pohon Durian Raksasa di Purworejo, Nenek Parini dan Robert Kiyosaki dan liputan menarik lainnya di Mojok.