[MOJOK.CO] “Mewawancarai Anang Batas ibarat menyaksikan live show-nya dalam berkomedi.”
Menjelang pukul 4 sore hari Sabtu (20/1/2018), kami, awak kru Mojok, tiba di kediaman Anang Batas. Dengan cekatan, pria bernama asli Anang Dwi Yatmoko ini mengarahkan kami ke bangunan yang berjarak satu rumah dari tempatnya tinggal.
“Ini rumah kakak saya,” katanya.
Memakai kaus hitam bertuliskan Stand Up Gunung 2017 dan celana cargo hitam, Anang mempersilakan kami masuk ke dalam. Tempat itu masih kosong, hanya ada satu karpet merah digelar untuk duduk. Tak berapa lama, Anang mulai mengeluarkan rokoknya sebatang.
Anang Batas adalah MC sekaligus komika dalam dunia stand up comedy lokal di Yogyakarta maupun nasional. Gaya melucunya khas, yaitu dengan mengusung plesetan.
“Kemarin Mas Puthut yang menyarankan kami supaya Mas Anang diliput,” kata salah seorang kru kami, membuka percakapan inti.
“Loh? Memangnya saya seprai?” sahut Anang. Kami tertawa seketika, suasana mendadak cair. Keluar juga plesetannya!
Tiba-tiba, Anang memandang keluar, lalu melambai, “Itu anak saya.”
Putri Anang Batas masuk. Gadis berambut panjang itu membawakan kami sepiring gorengan, air mineral, dan satu kantong plastik putih berisi teh dalam kemasan kotak. Anang menyodorkannya pada kami, “Dimakan dulu Mas, Mba, ini namanya makanan penyakit.”
Sejenak kami diam dan berpikir, sampai Anang melanjutkan lagi, “Makanan penyakit… Korengan.”
Sontak kami tertawa kembali. Ha jebul ini plesetan kedua!
Anang tersenyum cool sambil tetap menghisap rokoknya. Kurang dari 15 menit, sebatang rokok hitam tadi sudah habis.
Berbicara Soal Keluarganya
“Mas, kebiasaan plesetan ini nurun ngga ke anak-anak Mas Anang?”
Dengan batangan rokok yang baru, Anang menjawab, “Anak saya yang kecil kayaknya nurunin. Pinter ngomong dia. Memang bisa nurun sih. Contohnya ya Marwoto sama Alit Jabang Bayi itu (ayah dan anak), kan karena bertemu setiap hari jadi bisa ngikutin.”
Lebih lanjut, Anang meneruskan ceritanya.
“Anak saya yang kecil itu susah banget disuruh belajar. Paling males, angel pokoknya. Lah suatu hari, dia ndatengin kakaknya. Bisa-bisanya, saat itu, dia nasehatin kakaknya untuk belajar yang rajin! Padahal dia sendiri kan nggak mau belajar.
“Akhirnya ditanyalah dia sama kakaknya, ‘Kamu aja susah disuruh belajar kok, kenapa malah nyuruh?’ Lalu anak saya yang kecil ini menjawab, ‘Justru itu, karena aku ngga mungkin dibanggain, kakak aja yang membanggakan orang tua.’”
Kami terpingkal. Cerdas juga anaknya.
“Pernah juga dia dibilangin sama gurunya,” tambah Anang, “untuk belajar dengan gigih biar nilainya bagus. Herannya, dia nggak mau. Waktu ditanya kenapa, dia jawab, ‘Masa tiap hari Mas Gigih datang ke sini?’”
Tawa kami pecah lagi.
“Istrinya Mas Anang pernah mangkel ngga Mas, kalau diajak ngomong pakai plesetan?” tanya salah satu dari kami, ingin tahu.
Dengan santai, Mas Anang menjawab, “Mangkel yang jas hujan itu?”
Halah! Susah memang, bicara tanpa plesetan bareng Raja Plesetan~
Meskipun tampak penuh canda, Anang Batas mengaku bahwa ia tidak suka ditonton oleh keluarganya saat tampil. Entah mengapa, ia merasa penampilannya tidak akan baik jika tahu bahwa keluarganya datang dan menonton.
“Jadi mendingan ditonton sembunyi-sembunyi. Anak saya juga gitu, sama saja. Dia kalau mau tanding olahraga itu cuma dianter, terus saya disuruh balik.”
Bagaimana dengan istri dari Anang Batas?
“Dia itu sudah biasa dicandain, malah cuek. Itu juga yang jadi tantangan buat saya menghadapi penonton cuek.”
Tentang Plesetan yang Jadi Andalannya
Ditanya mengenai plesetan, Anang mengaku bahwa secara otomatis otaknya seperti mempunyai “bank kata” sendiri.
“Semuanya bertahap,” terangnya, dalam salah satu sesi interview. Anang menyebutkan mulanya ia hanya memplesetkan kata, lalu berkembang menjadi plesetan bersambung, plesetan sesuai tema, teka-teki, hingga membuat rumus sendiri. “Misalnya dengan mengganti huruf hidup,” tambahnya.
Pada kesempatan lain, Anang menunjukkan pada kami bagaimana ia melakoni plesetan benda. Menurutnya, hal ini bisa dilakukan dengan benda apa saja dan dilakukan bergiliran.
“Misalnya nih lampu ini,” ujarnya, sembari mengambil properti lampu kami yang berukuran sedang. Dengan tangkas, Anang meletakkan lampu di atas kepalanya lalu berkata, “Duh, kondeku berat!”
“Nanti, lampu ini bergilir digeser ke orang sebelah, lalu dia gantian memplesetkan fungsi benda itu,” tambahnya, ketika kami masih sibuk tertawa.
Dalam sesi berikutnya, Anang menjelaskan pula betapa ia dan plesetan ternyata sudah terhubung cukup dekat, dimulai dengan buku yang pernah ditulis bapaknya sendiri yang seorang profesor. Lebih jelasnya, kamu bisa melihat Movi edisi Anang Batas.
Performa Maksimal dan Karier Anang Batas
By the way, kenapa namanya Anang Batas?
Dijelaskan Anang, “Batas” adalah nama studionya waktu dulu. Kalau ditanya orang, “Anang sek endi?”, jawabannya pasti “Kae, Anang Batas.” Karena itulah, ia memutuskan memakai nama ini.
Komunitas memang melekat pada Anang. Bahkan hingga namanya kian dikenal pun, ia diketahui tetap turut aktif pada komunitas Seloso Selo.
Sebelum Seloso Selo, di mana Anang aktif berkontribusi?
“Sebelum Seloso Selo? Ya Senin,” tukas Anang. Dyar, candaan lagi!
“Itu mulai tahun 2011,” tambah Anang, akhirnya, “Awalnya selalu teratur setiap minggu, tapi sekarang cuma kalau pas ada yang manggil, atau kalau teman-teman memang ingin kumpul.”
Mengenai kehadirannya di TV nasional, Anang mengaku ia lebih nyaman tampil di panggung lokal.
“Biasanya, kalau ada tawaran di TV, dua kali saya tolak. Tawaran ketiga baru saya ambil. Rasanya lebih suka panggung biasa.”
Sekalipun begitu, Anang mengaku pula sebagai pribadi yang kerap minder dan nervous sebelum tampil.
Pernah, dalam suatu kesempatan, Anang menghadapi situasi di mana ia harus tampil di sebuah alun-alun besar dengan 15.000 penonton. Menjadi bintang utama pada acara itu adalah Evi Masamba, yang juga berasal dari tempat acara itu diadakan.
“Evi Masamba tampil pertama dan bagus sekali. Saya tampil nomor dua, setelah Evi Masamba. Wah, grogi!”
Tak habis akal, Anang mendekati band pengiring acara tadi. Komika yang selalu dikenal tampil membawa gitar ini menanyakan pada mereka apakah mereka tahu lagu Bento.
“Pas tampil, saya nyanyi Bento. Wes, ngga usah ngelucu, nyanyi Bento saja!” katanya sambil terkekeh.
Gitar yang dibawa Anang memang menjadi senjatanya yang lain, selain plesetan. Gitar ini pun biasanya bermotif senada dengan pakaian yang dikenakannya. “Itu pakai stiker,” jelasnya. Anang bercerita bahwa jumlah gitar terbanyak yang pernah ia bawa dalam suatu penampilan adalah tiga buah, karena terbatasnya waktu untuk mengganti stiker tadi.
Meski mengaku sering minder, totalitas Anang tak perlu diragukan. Pernah, Anang diminta menjadi MC di sebuah acara lokal. Sayangnya, dalam perjalanan, ia mengalami kecelakaan.
Bukannya ke rumah sakit, Anang malah ngotot minta diantar ke tempat acara. Tanpa membuang waktu, Anang menunaikan tugasnya sebagai MC. Selesai acara, badannya tidak kuat lagi.
“Langsung pingsan, ambruk,” kekehnya.
Komedi Indonesia bagi Anang Batas
Terjun ke dunia MC dan komedi, Anang menekankan bahwa hal terpenting yang ia pahami adalah bahwa plesetannya tidak boleh menyinggung SARA. Bahkan, untuk sekadar membuat plesetan pun, ia akan melihat situasi dan kondisi terlebih dulu, tidak sembarang bicara dengan plesetan.
“Dekati dulu audience-nya, baru bercanda ketika sudah ada kedekatan,” pungkas Anang.
Pertemuan kami dengan Anang Batas berakhir menjelang waktu magrib. Setelah berbincang sedikit dan pamit (atau, seperti plesetan awal Anang: pomade), Anang melepas kami dengan ucapan terima kasih.
Kami pun pulang dengan bekal plesetan yang banyak. Interview tadi sungguh terasa seperti menonton stand up comedy Anang secara live. Kocak dan uwuwuwu~