UGM dan UII Sesalkan Presiden Jokowi Menyimpang dari Demokrasi

UGM dan UII Sesalkan Presiden Jokowi Menyimpang dari Demokrasi  MOJOK.CO

Ilustrasi UGM dan UII Sesalkan Presiden Jokowi Menyimpang dari Demokrasi. (Mojok.co)

Dalam dua hari terakhir, Presiden Joko Widodo dapat tekanan dari dua kampus besar di Indonesia yang ada di Yogyakarta. Pertama dari Civitas Academika UGM atau almamater Jokowi dan dari Universitas Islam Indonesia (UII). Dua kampus tersebut menilai Jokowi menyimpang dari nilai demokrasi.

Dua kampus tersebut bukan sembarangan, karena secara kesejarahan, UGM merupakan kampus negeri pertama yang pemerintah Indonesia dirikan. Sedangkan UII merupakan kampus perguruan tinggi swasta tertua di Indonesia.

UII nilai Jokowi menyimpang karena buat Indonesia darurat kenegarawanan

Civitas Academica Universitas Islam Indonesia menyusul Civitas Akademica UGM yang prihatin dengan apa yang Presiden Joko Widodo lakukan. Mereka menilai Indonesia dalam darurat kenegarawanan. Setidaknya hal itu terlihat dari mundurnya demokrasi dan gejala pudarnya sikap kenegarawanan dari Presiden Joko Widodo. 

“Indikatornya adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden yang didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang proses pengambilannya sarat dengan intervensi politik. Dan dinyatakan terbukti melanggar etika hingga menyebabkan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Anwar Usman, diberhentikan,” kata Rektor UII Prof Fathul Wahid, Kamis (1/2/2024)

Menurut Fathul Wahid, gejala darurat kenegarawanan ini kian jelas terlihat saat Presiden Joko Widodo menyatakan ketidaknetralan institusi kepresidenan. Hal ini dengan membolehkan Presiden berkampanye dan berpihak. Terbaru, distribusi bantuan sosial melalui pembagian beras dan bantuan langsung tunai (BLT) oleh Presiden Joko Widodo juga ditengarai sarat dengan nuansa politik praktis . Serta diarahkan pada personalisasi penguatan dukungan terhadap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu. 

“Situasi di atas menjadi bukti, Indonesia sedang mengalami darurat kenegarawanan yang bisa berujung pada ambruknya sistem hukum dan demokrasi,” kata Fathul.

Pernyataan sikap civitas academica UII

Fathul kemudian membacakan pernyataan sikap Civitas Akademica UII yang berisi 6 poin. Pertama, mendesak Presiden Joko Widodo untuk kembali menjadi teladan dalam etika dan praktik kenegarawanan. Caranya dengan tidak memanfaatkan institusi kepresidenan untuk memenuhi kepentingan politik keluarga melalui keberpihakan pada salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden. 

“Presiden harus bersikap netral, adil, dan menjadi pemimpin bagi semua kelompok dan golongan, bukan untuk sebagian kelompok,” baca Fathul

Kedua, menuntut Presiden Joko Widodo beserta semua aparatur pemerintahan untuk berhenti menyalahgunakan kekuasaan dengan tidak mengerahkan dan tidak memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis. Termasuk salah satunya dengan tidak melakukan politisasi dan personalisasi bantuan sosial.

Ketiga, menyeru Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah agar aktif melakukan fungsi pengawasan, memastikan pemerintahan berjalan sesuai koridor konstitusi dan hukum, serta tidak membajak demokrasi yang mengabaikan kepentingan dan masa depan bangsa.

Keempat, mendorong calon presiden, calon wakil presiden, para menteri dan kepala daerah yang menjadi tim sukses, serta tim kampanye salah satu pasangan calon, untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Guna menghindari konflik kepentingan yang berpotensi merugikan bangsa dan negara.

“Mengajak masyarakat Indonesia untuk terlibat memastikan pemilihan umum berjalan secara jujur, adil, dan aman. Demi terwujudnya pemerintahan yang mendapatkan legitimasi kuat berbasis penghormatan suara rakyat,” kata Fathul membacakan poin kelima.

Keenam, meminta seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama merawat cita-cita kemerdekaan dengan memperjuangkan terwujudnya iklim demokrasi yang sehat.

Presiden Joko Widodo harusnya berpegang pada jati diri UGM

Sehari sebelumnya, Sivitas Academika UGM yang terdiri beberapa guru besar, dosen, dan mahasiswa berkumpul di Balairung UGM. Mereka membacakan Petisi Bulaksumur yang pembacaannya diwakili Profesor Koentjoro. 

Awalnya para sivitas akademika ini menyesalkan karena justru di era akhir pemerintah Presiden Joko Widodo yang merupakan bagian dari UGM justru terjadi banyak penyimpangan demokrasi. 

Berikut isi lengkap Petisi Bulaksumur untuk Presiden Joko Widodo

Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi pada masa pemerintahan Presiden Jokowi yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada (UGM). 

Pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam berbagai demokrasi perwakilan yang sedang berjalan, dan pernyataan kontradiktif pembenaran-pembenaran presiden tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik, serta netralitas dan keberpihakan merupakan wujud penyimpangan dan ketidakpedulian akan prinsip demokrasi. 

Presiden Joko Widodo sebagai alumni semestinya berpegang pada jati diri UGM yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dengan turut memperkuat demokratisasi agar berjalan sesuai standar moral yang tinggi dan dapat mencapai tujuan pembentukan pemerintahan yang sah (legitimate) demi melanjutkan estafet kepemimpinan untuk mewujudkan cita-cita luhur sebagaimana tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. 

Jokowi harusnya mengingat janji sebagai alumni UGM

Presiden Joko Widodo semestinya selalu mengingat janjinya sebagai alumni Universitas Gadjah Mada. ‘Bagi kami almamater kuberjanji setia. Kupenuhi dharma bhakti tuk Ibu Pertiwi. Di dalam persatuanmu jiwa seluruh bangsaku. Kujunjung kebudayaanmu kejayaan Nusantara. 

Alih-alih mengamalkan dharma bhakti almamaternya dengan menjunjung tinggi Pancasila dan berjuang mewujudkan nilai-nilai di dalamnya. Tindakan Presiden Jokowi justru menunjukkan bentuk-bentuk penyimpangan pada prinsip-prinsip dan moral demokrasi, kerakyatan, dan keadilan sosial. Yang merupakan esensi dari nilai-nilai Pancasila. 

Karena itu, melalui petisi ini kami segenap civitas akademika UGM, meminta, mendesak dan menuntut segenap aparat penegak hukum dan semua pejabat negara dan aktor politik yang berada di belakang Presiden termasuk Presiden sendiri untuk segera kembali pada koridor demokrasi serta mengedepankan nilai-nilai kerakyatan dan keadilan sosial. 

Kami juga mendesak DPR dan MPR mengambil sikap dan langkah konkret menyikapi berbagai gejolak politik yang terjadi pada pesta demokrasi elektoral yang merupakan manifestasi demokrasi Pancasila. Hal ini untuk memastikan tegaknya kedaulatan rakyat berlangsung dengan baik, lebih berkualitas, dan bermartabat.

Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin

BACA JUGA Gielbran Muhammad Noor: Aksi “Alumnus Paling Memalukan” adalah Bentuk Rasa Sayang kepada Jokowi

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

 

Exit mobile version