Masyarakat tak perlu kepo dengan identitas korban pelecehan sekolah dan nama sekolah. Justru masyarakat perlu mendorong agar ada pendampingan korban dan mengadili guru SD yang jadi pelaku.
Ketua Pelaksana Forum Perlindungan Korban Kekerasan (FPKK) DIY Sari Murti Widyastuti meminta agar masyarakat tidak terlalu kepo terhadap identitas anak maupun sekolah siswa yang diduga menjadi korban pencabulan guru SD berinisial NB (22). Ia mendorong agar berbagai pihak fokus di pendampingan korban dan mengadili pelaku.
“Ketika ada kasus kekerasan seksual, janganlah kita menjadi terlalu ingin tahu soal korban. Kasihan. Kita fokuskan saja energi buat mengadili pelaku,” kata Sari Murti kepada Mojok, Senin (8/1/2024).
Dosen Universitas Atma Jaya ini menyebut, dalam banyak kasus seorang korban pasti bakal mengalami trauma akibat kekerasan yang ia alami. Terlebih, dalam kasus pencabulan yang baru-baru ini terjadi di Jogja, korbannya adalah anak-anak SD berusia 11-12 tahun, yang secara psikis bakal jauh lebih terpukul.
“Orang dewasa saja ketika mengalami bakal merasa sangat tertekan, merasa jijik pada diri sendiri dan ada ketakutan untuk bermasyarakat,” jelasnya.
“Apalagi ini anak-anak. Kekhawatirannya ia bakal alami trauma yang sungguh celaka jika ini berdampak pada rasa ketagihan, misalnya. Ini yang sering terjadi,” Sari Murti menyambung.
Guru SD cabuli siswa dan paksa nonton video porno di kelas
Berita sebelumnya, kuasa hukum siswa melaporkan seorang guru berinisial NB (22) di salah satu Sekolah Dasar (SD) Swasta di Kota Jogja ke Satreskrim Polresta Jogja atas dugaan pencabulan pada Senin (8/1/2024).
Kuasa hukum pelapor, Elna Febi Astuti, menyebut bahwa pelaporan bermula dari adanya aduan beberapa siswa yang mengaku mendapat perlakuan cabul dari salah seorang guru. Kepada beberapa guru, para siswa mengadu kalau mereka merasa tidak nyaman dan takut dengan perlakuan guru tersebut.
Dari laporan tadi, pihak sekolah kemudian melakukan penyelidikan secara internal. Alhasil, sekolah menemukan dugaan adanya perlakuan cabul oleh salah satu guru laki-laki berinisial NB, yang mengajar materi Konten Kreator.
Perilaku bejat ini terjadi dalam rentang Agustus hingga Oktober 2023, dengan total korban adalah 15 siswa, sembilan perempuan dan enam laki-laki.
Dari penyelidikan internal yang sekolah lakukan juga ada beberapa bentuk pelecehan. Baik itu secara fisik, seperti dipegang-pegang bagian tubuh yang sensitif, hingga verbal berupa ancaman.
“Ditemukan beberapa perlakuan kejadian itu, seperti memegang kemaluan siswa. Kekerasan tidak hanya seksual, tapi juga kekerasan fisik seperti pisau di leher dan paha, berupa ancaman dielus-elus dengan pisau, dipegang pahanya,” jelas Elna dalam keterangan resminya kepada wartawan, Senin (8/1/2024).
Ia melanjutkan, selain pelecehan secara fisik dan ancaman, pelaku juga mengajak para korban menonton film porno dan guru tersebut mengajari cara memesan Open BO melalui sebuah aplikasi. Parahnya, aksi bejat tersebut NB lakukan selama jam pelajaran.
“Jadi seperti dia [NB] me-lead anak-anak itu untuk melihat video [porno], menggiring, dan mempengaruhinya,” Elna melanjutkan.
Langkah sekolah sudah tepat
Ketua Pelaksana FPKK DIY Sari Murti pun mengapresiasi langkah sekolah yang melaporkan tindakan guru SD tersebut untuk diproses secara hukum. Sebab, kata dia, sejauh ini tidak banyak institusi yang mau melaporkan kasus-kasus kekerasan seksual sehingga penanganannya pun sering terkendala.
Menurut Sari Murti, dalam beberapa tahun terakhir angka kasus kekerasan seksual kepada anak cenderung fluktuatif. Namun, jika merujuk data tahun 2023, angkanya naik ketimbang setahun sebelumnya. Pada 2022, tercatat ada 55 kasus kekerasan pada anak, sedangkan 2023 lalu naik menjadi 66.
“Tapi ini fenomena gunung es. Tentu belum termasuk kasus-kasus yang tidak dilaporkan karena berbagai alasan,” katanya. Ia pun menyebut, langkah sekolah tersebut dalam melaporkan kasus pencabulan sudah tepat, institusi lain bisa mencontoh hal tersebut.
“Apabila inisiatif melaporkan kasus pencabulan ini datang dari pihak sekolahnya, saya sangat mengapresiasi karena ada kesadaran bahwa ini kasus serius yang perlu segera ditangani. Namun, jika inisiatif datang bukan dari sekolahnya, saya tak terlalu mengapresiasi karena kudu ada desakan dulu baru mau melapor.”
Berdasarkan informasi dari kuasa hukum pelapor, salah satu orang tua korban adalah kepala sekolah di SD tersebut.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Guru Konten Kreator Lecehkan 15 Siswa SD di Jogja
Ikuti berita terbaru dari Mojok di Google News