11 Ribu Warga NU Geruduk Mapolda DIY, Tuntut Polisi Usut Tuntas Kasus Penusukan Santri Krapyak Jogja

11 Ribu Warga NU Geruduk Mapolda DIY, Tuntut Polisi Usut Tuntas Kasus Penusukan Santri Krapyak Jogja.MOJOK.CO

Ilustrasi 11 Ribu Warga NU Geruduk Mapolda DIY, Tuntut Polisi Usut Tuntas Kasus Penusukan Santri Krapyak Jogja (Mojok.co/Ega Fansuri)

Sekitar 11 ribu massa dari Nahdlatul Ulama (NU) yang tergabung dalam “Aksi Solidaritas Santri Jogja”, memadati lapangan Mapolda DIY pada Selasa (29/10/2024). Mereka berkumpul untuk menuntut polisi usut tuntas kasus penusukan yang dialami seorang santri di Krapyak, Jogja.

Koordinator Umum Aksi Solidaritas Santri Jogjakarta, Abdul Muiz, dalam orasinya menyuarakan rasa prihatin dan kepedulian terhadap peristiwa kekerasan yang baru-baru ini menimpa salah satu santri.

Dia pun meminta agar korban beserta keluarganya mendapatkan keadilan dan kepastian hukum, serta dukungan penuh dalam proses pemulihan, baik fisik maupun mental.

“Kami mendesak aparat penegak hukum untuk segera menangkap semua pelaku penganiayaan, memproses mereka sesuai hukum yang berlaku, dan menyeret mereka ke pengadilan agar mempertanggungjawabkan perbuatannya,” ujar Abdul Muiz di lapangan Mapolda DIY, Selasa (29/10/2024).

11 ribu santri Jogja menggeruduk Mapolda DIY (Mojok.co/Ahmad Effendi)

Santri Jogja anggap miras sebagai sumber kriminalitas

Berdasarkan pantauan Mojok, massa aksi sudah berkumpul sejak pukul 09.00 WIB. Warga NU yang mengikuti aksi berasal dari berbagai elemen, termasuk santri, Pagar Nusa, Ansor, Banser, dan mahasiswa.

Mereka datang dari berbagai pesantren, sekolah, dan kampus di Jogja dan sekitarnya. Puluhan bus yang membawa mereka ke kompleks Mapolda DIY, tampak berjajar memenuhi Jalan Padjadjaran di ringroad utara Jogja.

Selain menyuarakan solidaritas atas penusukan yang dialami santri, para demonstran juga mendesak kepolisian untuk mengatasi peredaran minuman keras (miras) di Jogja. Bagi Abdul Muiz, miras adalah sumber kriminalitas dan kenakalan remaja.

“Aksi kriminalitas yang belakangan menimpa santri pun juga terjadi karena pelaku dalam pengaruh miras,” tegasnya, saat Mojok temui.

Bagi para santri Jogja, miras dianggap sumber kriminalitas. (Mojok.co/Ahmad Effendi)

Abdul Muiz pun meminta penegak hukum untuk segera menertibkan para penjual miras. Termasuk bekingan-bekingan bisnisnya dan para pembeli, agar kejadian serupa tak terulang kembali.

“Kekerasan tidak memiliki tempat dalam masyarakat,” ungkapnya. “Kami juga mendesak pemerintah serta aparat keamanan untuk segera mengambil langkah konkret demi mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.”

Pelaku penusukan santri akan dirilis sore ini

Sementara itu, Kapolda DIY Irjen Suwondo Nainggolan, menyampaikan bahwa saat ini semua pelaku penusukan santri Jogja telah ditangkap. Sementara ini, total ada lima pelaku yang akan diumumkan.

Di hadapan ribuan santri yang hadir, Irjen Suwondo menegaskan bahwa para pelaku akan dirilis sore ini.

“Kepada publik dan para kyai semua, saya melaporkan bahwa di awal kami sudah melakukan penangkapan bersama dengan masyarakat, dua orang lalu berkembang bertambah lagi tiga orang,” jelasnya.

“Alhamdulillah, pelaku yang melakukan penusukannya tertangkap tadi malam jam 23.00 WIB. Kami tidak bisa langsung rilis karena tidak boleh berburu-buru. Nanti sore akan kita rilis semua,” imbuhnya.

Kapolda DIY akan merilis nama pelaku sore in. (Mojok.co/Aisyah A. Wakang)

Di sisi lain, Suwondo pun menyatakan bertanggung jawab atas tragedi penusukan santri Krapyak Jogja itu.

“Kejadian kemarin sungguh mengagetkan kami, dan yang pertama saya menyampaikan rasa simpati dan perasaan menyesal atas peristiwa itu, dan saya menyatakan tanggung jawab atas peristiwa tersebut,” pungkas dia.

Peredaran miras menjadi parah karena UU Cipta Kerja

Terpisah, Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PWM DIY, Fani Satria menjelaskan, peredaran miras ini terkait dengan disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja.

“Karena Omnibus Law ada dampak tidak menyenangkan. Perizinan dari pusat, [lewat] OSS [onlinesingle submission]. Izin usaha online, itu menghilangkan prosedur izin gangguan,” ujar Fani dalam konferensi pers LHKP di kantor PWM DIY, Sabtu (26/10/2024) lalu.

Sistem OSS tersebut dikelola oleh Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Hal itu menyebabkan daerah tidak punya kontrol atas jenis investasi yang bakal masuk ke daerah.

Banyak santri Jogja menumpahkan keresahannya melalui poster-poster. (Mojok.co/Ahmad Effendi)

“Banyak izin bisa di pusat sehingga izin lingkungan dihilangkan untuk investasi,” kata Fani.

Menurut Fani, ketiadaan kontrol di daerah atas investasi itu bukan tidak mungkin membuat usaha-usaha semacam panti pijat plus-plus merebak bebas di daerah Kauman, Kelurahan Ngupasan, Kemantren, atau Gondomanan yang tersohor sebagai kampung religius dan merupakan tempat tumbuhnya organisasi Muhammadiyah.

Oleh sebab itu, Fani mendorong DPRD DIY untuk menyuarakan revisi atas undang-undang dalam upaya pengendalian miras.

“Ada juga local wisdom, gubernur punya kewenangan aturan pengecualian. Karena menyangkut beberapa hal ada kontradiksi. Semoga ada formulasi bagus,” sebutnya.

Penulis: Ahmad Effendi

Reporter: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA Gerombolan Pemuda Mabuk Tusuk Santri Krapyak, Hasto Minta Penjualan Miras Dibatasi

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version