Tangis PKL Malioboro, Sekarang Laku Satu Satu Barang Sehari Saja Kadang Sulit, Apalagi Jika Tak Ada Rombongan Study Tour

pedagang malioboro jogja khawatir jika tak ada rombongan study tour.MOJOK.CO

Ilustrasi rombongan study tour di Malioboro (Ega/Mojok.co)

Para pedagang di Malioboro Jogja berharap tak ada larangan total untuk kegiatan study tour. Dua tahun terakhir, rombongan pelajar dari luar kota jadi salah satu penolong saat kondisi sepi, laku satu sehari saja susah, pascarelokasi.

***

Sebagian lapak penjual baju hingga aksesoris di Teras Malioboro 2, terutama di bagian depan, dikeremuni pembeli. Meski bukan di akhir pekan atau libur panjang, wisatawan dari luar kota meramaikan lapak pedagang pada Senin (20/05/2024) malam.

Sebagian besar tampak datang bergerombol, menggunakan seragam tertentu, tanda mereka adalah rombongan study tour dari luar Jogja. Baik peserta study tour yang mayoritas anak sekolahan hingga para pendampingnya ikut menawar barang yang dijual.

Malioboro memang jadi destinasi yang hampir pasti dikunjungi para wisatawan rombongan study tour yang datang ke Jogja. Para pelajar dari luar kota jadi salah satu kelompik yang menyumbang perputaran ekonomi bagi pedagang kecil. Tidak bisa dimungkiri bahwa Jogja adalah salah satu destinasi utama rombongan study tour dari berbagai wilayah Indonesia.

Salah satu PKL di Malioboro, Upi Supriyanti, mengaku sejak lama terbantu dengan kedatangan rombongan study tour dari berbagai daerah. Hari itu saja misalnya, meski tidak di akhir pekan atau libur, ia kedatangan rombongan dari Timika, Papua.

Berharap ke rombongan study tour meski tak mau patok harga tinggi

Menurut Upi, biasanya jika ada salah seorang dari rombongan study tour yang membeli maka yang lain ikut meramaikan lapak. Tak jarang, itu jadi sumber pendapatan yang diandalkan pedagang saat seharian dagangan sepi.

“Rombongan lima orang kalau salah satunya beli pasti yang lain jadi ikut pengin beli,” terangnya.

Kendati begitu, Upi biasanya mengaku tak sampai hati untuk mematok harga tinggi-tinggi. Pasalnya para peserta study tour kebanyakan merupakan pelajar SD, SMP, hingga SMA yang keuangannya terbatas.

“Kalau dengan kalangan itu ya kami harga cari pasnya saja lah. Jangan terlalu tinggi,” kata dia.

Sejauh ini, setelah ramai pemberitaan mengenai wacana pelarangan study tour mencuat pasca tragedi kecelakaan di bebeberapa titik, rombongan study tour masih tampak setiap hari. Upi mengaku bersyukur.

Suasana Teras Malioboro 2 Jogja, banyak wisatawan dari luar kota (Hammam/Mojok.co)

Namun, ia tak menampik rasa khawatir. Pasalnya, rombongan study tour jadi andalan sumber pemasukan. Terutama di musim liburan.

Sejak direlokasi dari selasar ke Teras Malioboro 2, Upi mengaku omzetnya menurun. Sejumlah pedagang lain juga mengeluhkan hal serupa.

Terkadang, untuk dapat omzet ratusan ribu per hari saja tak tentu bisa. Musim liburan saat banyak rombongan wisata dan study tour membanjiri Jogja jadi pengharapan mereka untuk balik modal saat hari-hari biasa dagangan sulit laku.

“Hari-hari biasa kadang cuma laku 20 ribu. Laku satu saja sulit terutama buat yang lapaknya nggak strategis. Pengharapannya ya momen liburan,” ungkapnya.

Baca halaman selanjutnya…

Masa tersulit pedagang Malioboro, Lebaran biasanya untung malah rugi, berharap pada rombongan study tour

Libur lebaran paling memprihatinkan bagi pedagang Malioboro

Sayangnya saat ini musim libur, termasuk saat libur Lebaran, juga tak bisa diandalkan. Pada Lebaran 2024 lalu misalnya, omzet yang mereka dapat di luar ekspektasi. Turun dari momen yang sama dua tahun sebelumnya.

“Padahal untuk kulakan barang itu teman-teman modalnya banyak yang utang. Berat Mas sekarang ini,” tuturnya.

Dua tahun terakhir, kisah pedagang yang mengaku ekonominya mengalami penurunan drastis mewarnai Teras Malioboro 2. Pada momen setahun relokasi PKL jilid 1, Februari 2022 silam, saya berjumpa dengan pedagang pakaian bernama Veronika Dwi Aryani (51).

Daster, kemeja, dan kaos oblong bermotif batik yang ia jajakan seharian tak juga ada wisatawan yang menghampiri. Banyak hanger yang tergeletak tanpa pakaian. Bukan karena dagangan laris pelanggan, tapi lantaran stok barang yang makin hari makin berkurang.

“Sehari terjual beberapa biji langsung buat makan. Mau stok barang, uangnya tidak ada lagi,” ujarnya lirih.

Saat berbincang, tiba-tiba matanya memerah dan basah. Dwi menangis saat menceritakan kondisi ekonominya pascarelokasi.

“Dulu waktu masih di lorong Malioboro masih ada karyawan yang bantu. Hasilnya lumayan kan dulu,” ujarnya sedikit terisak.

Sebelum relokasi pertama, kondisi para PKL sebenarnya sedang terpuruk akibat pandemi. Dwi mengaku harus berhutang ke bank agar modal dagangan bisa terus berputar. Namun, ia tak menyangka tahun lalu saat pandemi mulai mereda, relokasi terjadi.

“Sampai bingung. Saya sempat mau jual rumah untuk menutup hutang. Hasil dagangan untuk makan saja pas-pasan sekali,” curhatnya.

Dulu, untuk membayar uang kuliah anaknya di beberapa semester jelang lulus, perempuan yang tinggal di Soragan, Yogyakarta ini mengaku harus menjual motornya. “Dua kali semesteran, saya dua kali jual motor,” ujarnya.

Saking sepinya sisi timur, menurut Dwi para pedagang kerap bergurau. Melambaikan tangan sambil berteriak ke sisi barat, “di sini juga ada jualan. Sini-sini, ada hadiahnya.”

Berharap ada evaluasi dari sisi pelaksana study tour

Kisah Veronika, dibenarkan oleh Upi. Ia juga bercerita kalau setiap hendak pulang jualan di malam hari kerap mendengar curhatap para pedagang.

“Di lorong belakang ada pedagang namanya Bu Sri. Beberapa kali, ketemu saya itu nangis. Mengeluh dagangannya tak laku seharian,” ungkapnya.

Upi berharap, beberapa tragedi yang dialami peserta study tour menjadi evaluasi bagi pihak pelaksana. Namun, tidak membuat kegiatan itu dilarang.

“Anak saya kebetulan sekarang juga SMA dan mau study tour. Tentu saya khawatir. Tapi yang paling penting menurut saya itu soal prosedur. Armada harus dipastikan kelayakannya dan pengawasan lebih ketat. Kalau dilarang total saya harap jangan,” harapnya.

Sebelumnya, kecelakaan yang menimpa bus yang membawa rombongan study tour SMK dari Subang membuat kegiatan lawatan sekolah ke luar kota jadi perhatian. Tragedi pada Sabtu (11/5/2024) itu menewaskan 11 pelajar.

Selanjutnya, sempat ada rentetan kejadian serupa. Terbaru, pada Selasa (21/5/2024) malam, bus rombongan SMP PGRI 1 Wonosari Malang juga mengalami kecelakaan di ruas Tol Jombang-Mojokerto. Laporan sementara menyebut ada dua penumpang tewas dan lima belas korban luka-luka.

Sejauh ini, beberapa pihak terkait telah mengeluarkan pernyataan. Tercatat, Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Surat Edaran Nomor e-0017/SE/2024, satuan pendidikan wajib mengendalikan keadaan peserta didik dan lingkungan satuan pendidikan pada saat dan sesudah pengumuman kelulusan.

Selain itu, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Tengah, Uswatun Hasanah juga menegaskan karya wisata atau study tour dilarang, khususnya untuk sekolah negeri. Selain meminimalisir risiko, Uswatun menegaskan bahwa larangan itu untuk menghindari pungutan biaya yang memberatkan.

Penulis: Hammam Izzuddin

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Pedihnya Tak Bisa Ikut Study Tour Sekolah Terkenang hingga Dewasa: Gagal ke Jogja, WBL Lamongan, hingga Bromo karena Orang Tua Tak Ada Uang

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version