Sudah tiga hari ke belakang, bau tak sedap menyerang warga Kelurahan Jagalan, Banguntapan, Bantul. Muaranya adalah pembangunan Penyelenggaraan Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) di Karangmiri milik Pemkot Jogja.
Tempat yang rencananya bakal difungsikan untuk pengelolaan persampahan pada skala komunal tersebut, lokasinya berbatasan langsung dengan Sungai Gajahwong dan Kelurahan Jagalan.
Meski proses pembangunan masih berlangsung–terbukti dari para pekerja yang masih hilir mudik–sejak 1 Juni 2024 lalu TPS3R sudah difungsikan, meski skalanya masih uji coba. Beberapa viar beberapa kali terlihat menyetor sampah.
Akibat aktivitas tersebut, warga sekitar melakukan berbagai upaya penolakan. Berdasarkan pantauan Mojok, sejumlah spanduk penolakan dipasang oleh warga. Beberapa di antaranya di atas jembatan Sungai Gajahwong, dan beberapa lagi tepat di depan bangunan TPS3R Karangmiri.
Kendati demikian, penolakan ini bukan tanpa alasan. Salah seorang warga Jagalan, Amri Perdana Kusuma (24), kepada Mojok menjelaskan bahwa ada banyak masalah terkait pembangunan tempat penampung sampah tersebut.
Lokasinya “ilegal”, pembangunannya pun tak ada sosialisasi kepada warga
Secara administratif, TPS3R Karangmiri adalah milik Pemkot Jogja. Namun, secara wilayah, ia dibangun di atas lahan yang lokasinya masuk wilayah Kalurahan Jagalan, Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul.
Hal inilah yang kemudian dipermasalahkan masyarakat Jagalan. Khususnya di Sayangan, padukuhan yang paling terdampak.
Amri menceritakan, ia dan banyak warga lain sebagai penghuni permukiman yang paling terdampak, tak pernah mendapatkan sosialisasi terkait pembangunan TPS3R.
Warga baru mengetahui kalau bangunan tersebut merupakan tempat pengolahan sampah setelah ada orang yang mendatangi lokasi tersebut.
“Kita awalnya nggak tahu itu bangunan apa. Boro-boro sosialisasi, minimal pemberitahuan kepada warga pun tak ada,” jelasnya, Rabu (5/6/2024).
“Jelas ketika tahu kalau itu tempat pengolahan sampah warga jadi kaget,” imbuhnya.
Bahkan, sudah sejak tiga hari yang lalu pun beberapa viar mulai berdatangan mengangkut sampah ke lokasi TPS3R.
Menebar bau tak sedap dan mengancam cemari sungai
Meski berdiri di sebuah lahan kosong yang cukup jauh dari permukiman, menurut Amri TPS3R tersebut tetap saja mengganggu warga. Pasalnya, kendaraan-kendaraan pengangkut sampah, mau tak harus melintasi permukiman ketika akan menyetor.
Kata Amri, sejak awal Juni 2024 lalu, total sudah ada lima viar yang datang mengangkut sampah. Katanya, bau sampah yang melintas tersebut “seperti menempel di hidung warga”.
“Jelas ini ganggu banget. Bayangin, baru juga lima viar lho, tapi udah menyengat banget,” ujarnya.
Bau sampah dari TPS3R itu bahkan masih bisa tercium dalam radius 500 meter. Alhasil, banyak warga yang sedang menjalani aktivitas harian atau sekadar ingin nongkrong jadi terganggu.
Tak hanya itu, Amri juga menyoroti potensi pencemaran Sungai Gajahwong, yang mana lokasi TPS3R dekat aliran air. Padahal, sungai ini biasa digunakan warga untuk mencari ikan dan aktivitas lainnya.
“TPS3R-nya langsung nyentuh muka sungai. Mustahil kalau tak ada limbah yang masuk ke sungai.”
Warga 100 persen menolak TPS3R Karangmiri
Hingga tulisan ini tayang, belum ada penjelasan dari pihak Pemkot Jogja terkait polemik tersebut.
Sementara itu, ditemui Mojok di UGM pada Rabu (5/6/2024) sore, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Keruangan Lingkungan Hidup DLHK DIY Sjamsu Agung Widjaja menyebut bahwa masalah tersebut hanya perkara komunikasi.
Ia meminta warga Jagalan agar menahan diri sampai ada mediasi antara pemerintah Bantul dan Jogja. “Semua pasti sudah dikomunikasikan,” ungkapnya singkat.
Adapun, Amri menyebut, berdasarkan berbagai pertimbangan tadi, warga menolak 100 persen pembangunan TPS3R di wilayahnya. Ia meminta agar pengambil kebijakan dapat mengentikan proses pembangunan yang hingga hari ini masih berlangsung.
Per Rabu (5/6/2024), total sudah ada 200 warga Jagalan yang menandatangani petisi penolakan TPS3R Karangmiri. “Besok [Kamis] bakal akan ada pertemuan dengan pihak DLH DIY. Semoga ada jalan tengah. Jika tetap buntu, warga akan melakukan aksi penolakan yang lebih besar lagi. Rencananya tanggal 12 Juni,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News