Menciptakan Kesejukan Lewat Hal-hal Sederhana, Biar Cuaca Panas Nggak Ngotak Ini Tak bikin Emosi dan Depresi

Ilustrasi - Menciptakan kesejukan dengan hal-hal sederhana di tengah cuaca panas yang bikin ngamok. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Tak seperti Jalan Kaliurang, Jogja, seyogianya. Rasa-rasanya sejak penghujung September 2025 lalu cuaca terasa panas bukan main.

Saya jarang mengecek hitungan suhu di ponsel. Tapi kulit saya sudah cukup bisa merasakan kalau ada situasi tak lazim belakangan ini.

Misalnya begini. Saya biasa keluar kos di jam 9 pagi untuk berangkat ke kantor. Memacu motor di Jalan Kaliurang di jam-jam segitu biasanya masih terasa sejuk. Matahari memang tampak memancar, tapi panasnya tak begitu menyengat.

Di kos pun demikian. Selama satu tahun setengah tinggal di Jalan Kaliurang, Jogja, saya sama sekali tak pernah menggunakan kipas. Kondisi itu membuat saya agak bersyukur karena pindah ke Jogja. Sebab, bertahun-tahun di Surabaya sebelumnya, hari-hari saya tersiksa dengan matahari yang rasanya seperti persis di atas kepala.

Tapi kondisi kesejukan di Jalan Kaliurang, Jogja, terasa berubah belakangan ini. Panas sumuk luar biasa. Kalau sedang di kos, kipas tidak akan berhenti berputar.

Cuaca panas bikin kipas angin tak berhenti berputar MOJOK.CO
Ilustrasi – Cuaca panas bikin kipas angin tak berhenti berputar. (Chandan Chaurasia/Unsplash)

Cuaca panas melanda berbagai daerah

Kondisi serupa ternyata juga melanda daerah-daerah lain. Bahkan di daerah yang terkenal sejuk seperti Malang juga mengeluhkan hal yang sama. Apalagi Surabaya yang tanpa suhu ekstrem pun sudah teraa panas. “Jancok, panase Cok!” Pisuhan khas Surabaya itu tak pelak terlontar di jalan-jalan dan kos-kosan Kota Pahlawan. Bagaimana tidak, suhunya bisa sampai 37°C, Rek.

Merujuk keterangan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), cuaca panas dengan suhu maksimum mencapai 37,6°C yang melanda berbagai wilayah Indonesia ini disebabkan oleh kombinasi gerak semu matahari dan pengaruh Monsun Australia.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan posisi gerak semu matahari yang pada bulan Oktober berada di selatan ekuator. Lalu penguatan angin timuran atau Monsun Australia membawa massa udara kering dan hangat, sehingga pembentukan awan minim serta radiasi matahari dapat mencapai permukaan bumi secara maksimal.

Ilustrasi – Cuaca panas berlangsung hingga Oktober dan awal November 2025. (Matt Boitor/Unsplash)

“Posisi ini membuat wilayah Indonesia bagian tengah dan selatan, seperti Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua, menerima penyinaran matahari yang lebih intens. Sehingga cuaca terasa lebih panas di banyak wilayah Indonesia,” kata Guswanto dalam keterangan yang Mojok terima, Kamis (16/10/2025).

Kata Guswanto, kondisi ini diprakirakan masih akan berlanjut hingga akhir Oktober atau awal November 2025.

Siap-siap perubahan cuaca mendadak

Di samping cuaca panas yang persisten dan dominan, BMKG memprakirakan potensi hujan lokal akibat aktivitas konvektif masih dapat terjadi pada sore hingga malam hari. Terutama di sebagian wilayah Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Papua.

Oleh karena itu, BMKG mengimbau masyarakat untuk menjaga kesehatan dengan mencukupi kebutuhan cairan. Selain itu juga menghindari paparan sinar matahari langsung dalam waktu lama, khususnya pada siang hari.

“Tetap waspada terhadap potensi perubahan cuaca mendadak seperti hujan disertai petir dan angin kencang pada sore atau malam hari,” beber Guswanto.

Tubuh gerah, jiwa terpicu amarah

Beberapa hari terakhir ini, tiap malam hari bahkan, saya kerap mendengar tetangga-tetangga kos mengeluhkan suhu sumuk di kamar masing-masing. “Astaghfirullah sumuk tenan..!”

Untung di lingkungan kos saya ada saung yang tersedia untuk berkumpul. Beberapa penghuni kos biasaya menggunakannya untuk angin-angin karena tak tahan “diungkep” di dalam kamar.

Sambatan di kos saya barangkali lebih soft. Kalau di kantor beda lagi. Teman-teman yang keluar kantor, lalu bersentuhan dengan matahari, balik-balik pasti akan ngamuk karena disentor panas menyengat.

Di media sosial pun begitu. Banyak warganet, bahkan influencer lokal, yang ngamuk karena panas “nggak ngotak” di daerah masing-masing.

Cuaca panas bikin orang gampang stres dan ngamuk

Menurut Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya), Marini, suhu udara yang tinggi memang memiliki korelasi dengan peningkatan stres dan agresivitas.

“Banyak penelitian menunjukkan bahwa ketika suhu udara naik, tingkat agresivitas manusia ikut meningkat. Di jalan raya orang lebih cepat membunyikan klakson, di rumah percakapan kecil bisa berubah jadi perdebatan, dan di tempat kerja suasana cepat memanas. Bukan karena masalah besar, tapi karena tubuh dan pikiran sedang lelah menghadapi tekanan cuaca yang tak terlihat,” jelas Marini dalam keterangan tertulisnya.

Menurutnya, panas ekstrem membuat energi manusia terbagi dua: Sebagian untuk berpikir dan sebagian lagi untuk bertahan dari suhu tinggi. Akibatnya, produktivitas menurun, kesabaran menipis, dan toleransi berkurang.

“Otak bekerja lebih lambat karena sibuk mengatur suhu tubuh, bukan mengolah emosi. Maka jangan heran kalau pada hari-hari panas, banyak orang merasa ‘tidak seperti dirinya sendiri’,” tambah Marini.

Selain itu, menurut Marini, cuaca panas juga berdampak terhadap kualitas tidur malam hari. Tidur yang seharusnya menjadi waktu pemulihan justru terganggu karena tubuh berkeringat dan otak tetap aktif. Tidur yang dangkal, lanjut Marini, membuat seseorang lebih mudah marah, cemas, dan kehilangan motivasi keesokan harinya.

Menciptakan kesejukan dengan hal-hal sederhana

Hubungannya dengan kondisi mental seseorang (stress hingga agresif), bagi Marini, penting rasanya untuk beradaptasi dengan cuaca panas. Dalam perspektif psikologi, kemampuan seseorang untuk beradaptasi terhadap tekanan lingkungan dikenal dengan istilah coping.

Coping dalam situasi panas ekstrem bukan hanya kemampuan teknis, tetapi juga bentuk latihan kesadaran diri. “Kita tidak bisa mengendalikan suhu udara, tetapi kita bisa mengendalikan cara kita meresponsnya,” jelas Marini.

Di antara metodenya, Marini menyarankan masyarakat untuk menenangkan diri melalui langkah-langkah sederhana. Seperti memperbanyak istirahat, membatasi paparan panas, menjaga pola makan, dan memberi waktu untuk diam.

“Kota yang panas bisa membuat warganya tegang. Maka tugas kita bukan hanya mencari ruang ber-AC, tapi juga menciptakan kesejukan lewat empati, sapaan lembut, dan kesabaran kecil yang kita tabur di tengah gerahnya hari,” pungkas Marini.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Orang Jogja Jangan Sambat Soal Cuaca Panas di Hadapan Orang Surabaya, Bisa Debat Panjang atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

 

 

 

Exit mobile version