Konoha I memperlihatkan tokoh yang Yos sebut sebagai Raja Jawa. Istilah Raja Jawa dikenalkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral di era Joko Widodo, Bahlil Lahadalia dalam pidatonya. Saat itu dia juga terpilih sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar.
Dalam lukisan Yos, Raja Jawa itu tampak duduk di kursi singgasana yang dikelilingi oleh tentara. Sementara, kedua kakinya menginjak orang-orang yang tengkurap.
Adapun Konoha II menampilkan kantor Ibu Kota Nusantara yang di depannya terdapat dua orang sedang bertelanjang. Di bawahnya ada sekumpulan orang yang sedang menjilat pantat salah satu orang tersebut. Sementara, sekelompok petani tampak menunjukkan aksi protes.
Tak sepakat dengan narasi seniman
Dari Konoha I dan Konoha II, Suwarno Wisetrotomo merasa lukisan itu sudah keluar dari tema “Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan”. Dia menduga kedua lukisan itu akan berpotensi merusak pesan yang ingin mereka sampaikan dalam pameran.
“Saya bilang, ‘Mas kayaknya karyamu ini terlalu nggak relate deh. Terlalu keras ini,’. Saya selalu bilang hubungannya dengan tema ini apa?” ucap Suwarno.
“Sebagai bingkai yang provokatif okelah (tapi) bisa tenggelam. Mengapa? Siapapun yang nonton dengan latar belakang apapun, akan sibuk ngurusin itu. Anda (Yos) nggak akan bisa menjelentrehkan yang Anda bilang riset 15 tahun itu,” lanjut Suwarno.
Oleh karena itu, Suwarno berani mewanti Yos agar dua lukisan itu tidak dipajang. Artinya, sebelum pameran dibuka, Suwarno ingin lukisan itu tidak ditampilkan.
Sementara itu, Yos tidak sepakat. Menurutnya, kedua lukisan itu masuk dengan tema, karena itu adalah narasi yang dia bangun dari petani yang mulanya gemah rimpah sampai kehilangan kedaulatan.
“Saya bercerita tentang proses terjadinya kehilangan kedaulatan pangan kita. Sejarah kehilangannya kedaulatan pangan. Nah, itu saya akhiri dengan lukisan yang menggambarkan penguasa, kekuasaan. Kedaulatan pangan tanpa kekuasaan itu omong kosong,” kata Yos dikutip dari Kompas pada Selasa (24/12/2024).
Mengakui lalai dalam kompromi
Singkat cerita, perbedaan pendapat antara Yos dan Suwarno Wisetrotomo itu terlupakan dan menghasilkan deadlock. Belum lagi, jadwal pameran Yos selalu ditunda oleh pihak Galeri Nasional Indonesia. Itu juga membuat mereka beralih topik ke urusan display dan lain-lain.
“Dia tetap berat mungkin dan saya tetap kekeuh sampai titik akhir di diskusi pertama, aku nggak mau masang ini. Berhenti di situ,” ucap Suwarno.
“Tapi mungkin ini juga pengalaman untuk saya, kayaknya gampangin saya ini dengan hasil diskusi itu. Saya merasa, wes diomongke, masak sih memaksa,” lanjut kurator yang sudah punya pengalaman lebih dari 30 tahun itu.
Pada Jumat (13/12/2024), Yos menghubungi soal kepastian jadwal display. Namun, Suwarno berhalangan hadir karena kesibukannya yang juga mengajar sebagai dosen. Dia pun meminta timnya dari Galnas untuk memfoto suasana display.
Suwarno sedikit terkejut karena dua lukisan yang dia minta tidak dipasang, justru terpajang saat display. Perdebatan soal ‘hubungan’ lukisan dengan tema itu pun muncul kembali. Suwarno menegaskan kepada sang seniman, bahwa dia bukannya takut atas dampak yang terjadi ketika dua lukisan itu dipasang.
“Emang kalau takut kenapa? Tapi ini bukan soal takut nggak takut. Saya membela tema ini, penting. Tapi akan tetap akan dirusak oleh dua karya ini,” tulis Suwarno melalui pesan singkat WhatsApp kepada Yos.
Usulan menutupi lukisan dengan kain hitam
H-1 sebelum konferensi pers, Senin (16/12/2024), Suwarno Wisetrotomo bilang secara tertulis kepada Yos bahwa dia sepertinya tidak cocok sebagai kurator Yos. Seniman asal Jogja itu akhirnya mengusulkan untuk menyensor lukisan Konoha I dan Konoha II.
“Ya nggak ngambek, tapi ini soal prinsip saya punya pertimbangan. Saya sudah menimbang risiko,” ujar Suwarno.
Suwarno pun sepakat untuk menutupi lukisan Konoha I dan Konoha II dengan kain hitam. Dia menegaskan kalau kain itu tidak boleh dibuka oleh siapapun saat pameran.
Menjelang pembukaan pameran, Kamis pagi (19/12/2024), Suwarno mendapat kiriman foto dari timnya bahwa kain yang seharusnya menutup dua lukisan tadi terlihat tersingkap, seperti ditali gorden jendela.
Suwarno pun mengirim pesan lewat WhatsApp kepada Yos bahwa dia merasa tidak dihargai sebagai kurator. Padahal dia sudah punya konsep yang menurutnya cantik.
“Saya bilang. Aaa ini nantang-nantang namanya. Ini nggak serius nih kesepakatannya,” ucapnya.
Hingga siang hari, dia mengadakan pertemuan bersama Galeri Nasional Indonesia dan seniman. Di sana, dia memutuskan mundur sebagai kurator pameran Yos.
Di meja rapat itu, Suwarno menyalami satu persatu pihak yang hadir sembari meminta maaf dan mengucapkan terima kasihnya. Yos pun tak menghalanginya. Hubungan keduanya masih terlihat baik.
“Penting saya katakan, satu kalimat saja. Mundurnya saya tidak sama dengan menghentikan pameran itu,” ungkap Suwarno.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Breidel Pameran di Galeri Nasional: Mempertanyakan Sejumlah Hantu Berseragam di Kepala Sang Kurator
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News