Sampah-sampah yang tidak bernilai guna (residu), jika dibiarkan begitu saja, akan memperburuk lingkungan hidup. Didaur ulang tidak bisa. Diolah menjadi bahan yang bernilai gunapun tidak bisa. Sehingga perlu pengolahan yang tepat agar sampah residu tidak membuat sampah semakin menumpuk. Itulah yang sekarang menjadi concern Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) untuk mengatasi persoalan sampah di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, melalui insinerator.
Insinerator untuk membakar sampah residu
Senin (23/6/2025), BLDF menyerahkan bantuan insinerator untuk dua desa di Kudus, yakni Desa Jati Kulon, Kecamatan Jati, dan Desa Kedungdowo, Kecamatan Kaliwungu.
Proses penyerahan secara simbolis dilakukan di Taman Celosia, Jati Kulon, dihadiri oleh Bupati Kudus Sam’ani Intakoris, Kepala Dinas PKPLH Kudus Abdul Halil, Program Director BLDF Jemmy Chayadi, dan jajaran direksi dari BLDF.
Acara lalu disambung dengan simulasi pembakaran sampah dengan insinerator di TPS Desa Jati Kulon.

Di TPS, Mojok berbincang dengan Mursyid (62), sebagai pimpinan di TPS Desa Jati Kulon. Dia mengaku, sebelumnya dia memang kerap kebingungan jika harus berhadapan dengan sampah residu.
Pilihannya hanya satu: dibawa ke TPA. Sementara dia tahu belaka, sampah-sampah residu itu nantinya hanya akan membuat TPA di Kudus semakin menggunung. Ujungnya adalah penutupan TPA pada beberapa waktu lalu karena dinilai kelebihan muatan.
“Dulu perminggu kalau kirim ke TPA bisa 17 sampai 18 rit sampah. Sekarang, karena sudah dipilah yang anorganik, lalu yang residu sekarang bisa dibakar, jadi berkurang jauh untuk kirim ke TPA,” ungkapnya.
Alat pembakaran sampah ramah lingkungan
Insinerartor sebenarnya bukan barang baru. Penggunaannya bahkan menjadi perdebatan. Sebab, dikhawatirkan asapnya bisa mencemari lingkungan.
Hanya saja, Redy Joko Prastyo selaku Deputy Progran Manager BLDF memastikan bahwa insinerator dari BLDF didesain sedemikian rupa agar ramah lingkungan.

“Teknologi ini dirancang ramah lingkungan dan aman karena tidak memerlukan bahan bakar tambahan. Panasnya berasal dari pembakaran residu (sampah) itu sendiri, tidak menggunakan tambahan seperti bahan bakar fosil,” jelasnya.
Selain itu, Redy menegaskan bahwa insinerator di dua desa di Kudus tersebut telah memenuhi delapan standar baku mutu lingkungan. Bahkan juga dilengkapi dengan IoT-based yang berfungsi untuk mendeteksi anomali operasional hingga menjamin keamanan operator.
“Kami pastikan tidak terjadi backdraft (api balik) yang membahayakan operator. Prosesnya juga minim emisi,” tekannya.
Target 90% sampah di Kudus terkola
Merujuk Sistem Informasi Pengelolaan Sampah (SIPSN) tahun 2024, Kabupaten Kudus menghasilkan 160 ton per hari. 40% di antaranya merupakan sampah residu.
Oleh karena itu, merujuk rencana kerja Pemkab Kudus yang menargetkan 90% sampah terkelola, BLDF turut melakukan berbagai upaya terkait pengolahan sampah.
Sejak 2018, BLDF mulai melakukan pengolahan sampah dengan membangun Pusat Pengolahan Organik (PPO). Program tersebut saat ini telah menggandeng 300 mitra dari berbagai elemen masyarakat di Kudus. Disusul memberi bantuan insinerator agar sampah-sampah residu yang sulit diolah bisa dimusnahkan tanpa memberi dampak buruk pada lingkungan.
“Tapi insinerator ini hanya sekadar alat. Kami percaya jika tidak ada perubahan pola pikir dan keterlibatan semua individu sebagai produsen sampah, inisiatif ini tidak akan berjalan secara optimal,” ujar Program Director BLDF, Jemmy Cahyadi.

Maka dari itu, lanjut Jemmy, pasca serah terima bantuan alat tersebut pihaknya berharap warga Desa Jatikulon dan Kedungdowo tetap terus berkomitmen memilah sampah dan bersama-sama desa lain mengolah sampah residu secara mandiri.
“Pasca serah terima ini kami berharap makin banyak masyarakat yang sadar dan peduli terhadap pengolahan sampah, belajar jenisnya, belajar memilahnya dari tingkat rumah tangga dan membuangnya di tempat yang sesuai,” sambungnya.
Jemmy memiliki target, hingga 2029 nanti tidak ada lagi sampah yang tidak terkelola dan menumpuk di TPA.
Masyarakat harus kelola sampah
Bupati Kudus, Sam’ani Intakoris menyampaikan terima kasih tak terhingga kepada BLDF atas bantuan insinerator tersebut. Kendati begitu, sebagaimana disinggung oleh Jemmy, semua pihak harus punya komitmen untuk mengolah sampah sejak dari masing-masing individu.
Oleh karena itu, Sam’ani mendorong betul agar seluruh lapisan masyarakat di Kudus memiliki kesadaran mengolah sampah dengan baik.
“Kudus ini kota yang tidak mati. Kalau malam ada banyak PKL, starling. Kami tidak mengusir mereka, tapi yang penting berjualan dengan tertib dan baik, dan kelola sampah dengan baik pula,” kata Sam’ani.

Dia juga berharap para kapala desa melalui BUMDes mulai memilah sampah, agar sampah-sampah di desa masing-masing tertangani dengan baik.
“Kami juga mencoba bekerja sama dengan beberapa pihak lain bagaimana sampah ini dibuat sebagai bahan bakar RDF,” tutur Sam’ani.
“Nanti kita juga arahkan puskemas dan rumah sakit agar kalau punya sampah medis ya dibakar (dengan insinerator) biar penyakitnya tidak menyebar,” lanjutnya.
Sam’ani juga akan membuat surat edaran ke PNS hingga masyarakat penerima bantuan sosial (seperti PKH) untuk wajib memilah sampah sejak dari rumah.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Impian Rumah Layak Pemulung Tunanetra di Kudus yang Kini Menjadi Kenyataan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












