Tiga Kebijakan Kontroversial Megawati Selama Menjabat Presiden RI, Kenalkan Outsourcing hingga Jual Indosat

kebijakan kontroversial megawati

Ilustrasi Era Kepemimpinan Megawati

MOJOKPresiden ke-5 RI Megawati Sukarnoputri berulang tahun ke-76 tepat pada hari ini, Senin (23/1/2023). Selama menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia, ia beberapa kali mengeluarkan kebijakan kontroversial. Apa saja itu?

Ketua Umum PDIP ini memang akrab dengan kontroversi. Sepanjang tahun 2022 saja, nama dia menjadi langganan trending topic di Twitter akibat pernyataan-pernyataannya yang dianggap kontroversial oleh masyarakat.

Misalnya, awal tahun 2022 tatkala Indonesia mengalami krisis minyak goreng, Megawati justru melontarkan pernyataan yang dianggap nirempati. Alih-alih menyalahkan kebijakan yang buruk mengenai ekspor minyak, Mega justru menyerang masyarakat umum, khususnya ibu-ibu.

“Saya sampai mikir, jadi tiap hari ibu-ibu itu apakah hanya menggoreng sampai begitu rebutannya?” komentar Mega kala itu.

“Apa tidak ada cara untuk merebus, lalu mengukus, atau seperti rujak, apa tidak ada? Itu menu Indonesia, lho. Lha kok njelimet [rumit] gitu,” sambungnya.

Pernyataannya soal minyak goreng hanyalah salah satu. Ia juga pernah dikritik ramai-ramai lantaran pernah menyinggung, antara lain, mempertanyakan sumbangsih milenial, menilai Provinsi Sumbar beda karena tidak menyukai PDIP, hingga minta jatah menteri untuk PDIP diperbanyak.

Bahkan, di awal tahun 2023 saja, nama Megawati juga sempat jadi trending topic Twitter lantaran ia me-roasting Presiden Jokowi dalam pidatonya di acara HUT PDIP ke-50 di Jakarta.

Lantas, kira-kira, apa saja kebijakan kontroversial yang pernah ia buat semasa menjabat presiden Indonesia. Berikut tiga di antaranya:

#1 Kenalkan Sistem Outsourcing

Salah satu kebijakan Megawati semasa menjabat Presiden RI yang menuai kritik adalah diperkenalkannnya sistem kerja alih daya atau outsourcing. Melansir Kompas, Megawati memang dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam lahirnya outsourcing. Kebijakan ini lahir lewat UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang disahkan di masa kepemimpinannya.

Undang-undang tersebut, sebenarnya secara gamblang telah mengatur keberadaan perusahaan penyedia tenaga kerja. Penyedia tenaga kerja yang berbentuk badan hukum wajib memenuhi hak-hak pekerja. Di dalamnya juga diatur bahwa hanya pekerjaan penunjang yang dapat dialihdayakan. Akan tetapi, sistem ini banyak diprotes buruh lantaran dianggap tidak menjanjikan kepastian kesejahteraan buruh.

Salah satu yang paling dikecam adalah kemungkinan buruh kehilangan tunjangan pekerjaan seperti karyawan pada umumnya, dan waktu kerja tidak pasti karena tergantung kesepakatan kontrak.

Sejak maraknya praktik outsourcing, Hari Buruh yang diperingati setiap 1 Mei selalu menyertakan penghapusan outsourcing sebagai salah satu tuntutan.

Pada 2009 lalu, Megawati mengakui kebijakan yang ia ambil itu keliru. Menjelang Pemilu 2009—yang mana ia masuk sebagai kandidat capres—Megawati berjanji akan menghapus sistem outsourcing jika ia terpilih sebagai presiden. Sayang, ia kalah dalam pemilu.

#2 Penjulan Gas Blok Tangguh ke China dengan Harga Murah

Kebijakan lain yang dianggap kontroversial adalah penjualan Gas Blok Tangguh Papua ke China dengan harga miring. Sebagaimana diketahui, pada 2002 silam Indonesia menjual gas bumi dalam bentuk gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) berkontrak jangka panjang 25 tahun ke Fujian, China.

Kontrak tersebut, pada akhirnya menjadi persoalan karena harga gas dinilai sangat murah, yakni hanya 2,4 dolar AS per MMBtu (satuan termal Inggris) dan kenaikannya dipatok maksimal 3,35 dolar AS per MMBtu, seiring kenaikan harga minyak bumi.

Kendati demikian, dalam orasi ilmiah penganugerahan doktor honoris causa di Universitas Padjadjaran pada 2016, Megawati memberikan klarifikasi atas kebijakan di masa kepemimpinannya itu. Menurutnya, pemerintah menjual LNG dari Blok Tangguh, Teluk Bintuni, Papua Barat, ke China karena alasan “tidak ada satu negara pun yang mau beli gas tersebut”.

“Saudara-saudara silakan dibuka catatan sejarah, berapa harga gas dunia saat itu. Jangan dilihat harga sekarang, karena saat Itu suplai minyak internasional masih melimpah,” ujarnya, dikutip Detik.

“Saat itu tidak ada satu pun negara yang mau membeli gas Indonesia. Sekarang ini juga hadir Menteri ESDM Kabinet Gotong Royong, Prof. Dr. Ir Purnomo Yusgiantoro. Bisa ditanyakan pada beliau kondisi saat itu, bukan hanya Indonesia yang dalam keadaan krisis. Tapi dunia pun sedang dilanda resesi. Konsumsi gas domestik juga belum siap karena perlu dibangun infrastruktur,” tegasnya.

#3 Privatisasi BUMN

Di antara berbagai kebijakan Megawati, privatisasi BUMN boleh dibilang menjadi yang paling kontroversial. Sebagaimana dikutip dari Problem Demokrasi dan Good Governance di Era Reformasi (2013), saat itu “BUMN dijual dengan alasan untuk membayar utang negara”.

Seperti diketahui, Megawati diwarisi utang negara yang membengkak imbas dari krisis moneter pada tahun 1998/1999. Penjualan belasan BUMN, yang nilainya mencapai Rp18,5 triliun pun, diklaim berhasil menurunkan utang.

Namun, salah satu privatisasi yang paling dikecam ialah Indosat. Kala itu, Indosat dijual seharga Rp4,6 triliun kepada Tamasek Holding Company, perusahaan plat merah asal Singapura. Lima tahun kemudian, Tamasek menjual saham Indosat kepada Qatar Telecom dengan harga mencapai tiga kali lipat.

Hingga kini, penjualan Indosat ini pun masih sering diperbincangkan, bahkan kerap dipakai lawan politik untuk mendelegitimasi citra Megawati.

Bahkan, Presiden Joko Widodo—presiden usungan Megawati—saat berkampanye untuk Pemilu 2014 mengatakan suatu saat akan membeli saham Indosat, tetapi dengan harga yang wajar. Hingga kini, keinginan itu belum tercapai.

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Amanatia Junda

BACA JUGA Jokes Garing Megawati Adalah Bentuk Pembebasan Burung dari Sangkarnya

Exit mobile version