Pemilih Muda: Daripada Pemimpin Sederhana dan Merakyat, Lebih Suka yang Jujur dan Anti-Korupsi

survei pemimpin ideal menurut anak muda

Ilustrasi adanya pergeseran karakter pemimpin ideal versi anak muda (Mojok.co).

MOJOK.COAda pergeseran karakter pemimpin ideal menurut versi anak muda. Karakter pemimpin yang sederhana dan merakyat dianggap penting pada Pemilu 2019. Namun, anak muda saat ini lebih menginginkan pemimpin yang jujur dan anti-korupsi.

Center Strategic and International Studies (CSIS) melakukan survei terhadap anak muda berusia 17-39 tahun pada 8-13 Agustus 2022. Survei yang melibatkan 1.200 responden yang tersebar secara proporsional di 34 porvinsi itu menunjukkan adanya pergeseran karakter pemimpin nasional yang ideal di mata anak muda.

Hasil survei itu menunjukkan, sebanyak 34,8 persen anak muda lebih mengapresiasi pemimpin yang jujur dan anti-korupsi. CSIS pernah melakukan survei serupa sebulan menjelang Pemilu 2019. Hasilnya 15,9 persen anak muda pada saat itu mementingkan karakter pemimpin yang merakyat dan sederhana. Ini mungkin bisa menjelaskan, mengapa Presiden Joko Widodo bisa kembali terpilih pada saat itu.

Selaras dengan indeks persepsi korupsi

Pergeseran karakter pemimpin yang dibayangkan anak muda bisa terjadi karena meningkatnya ketertarikan anak muda terhadap isu-isu korupsi dan kebutuhan mengedepankan agenda-agenda pencegahan untuk pemberantasan korupsi ke depan.

Perubahan kebutuhan karakter pemimpin itu selaras dengan temuan sejumlah studi yang mencatat menurunnya peringkat indeks persepsi korupsi Indonesia dan memburuknya kepercayaan pada demokrasi karena kasus-kasus korupsi politik. Tingkat kepercayaan publik terhadap KPK pun terus melorot dalam beberapa waktu terakhir.

Selain pemimpin yang jujur dan anti-korupsi, riset ini juga mencatatkan kompetensi yang dibutuhkan oleh pemimpin Indonesia ke depan. Hasil paling tinggi adalah kemampuan untuk melakukan perubahan (28,7 persen), memimpin di saat krisis (21 persen), dan membuat kebijakan yang inovatif (14,8 persen).

“Kami berpendapat bahwa faktor Covid-19 pada batas tertentu mempengaruhi cara pandang anak muda terhadap kompetensi pemimpin,” jelas riset yang digarap oleh Arya Fernandes, Edbert Gani Suryahudaya, dan Noory Okthariza itu.

Faktor inovasi dan kepemimpinan di saat krisis juga diperlukan untuk menghadapi tantangan di tingkat domestik dan global yang diperkirakan akan lebih berat. Oleh karenanya, pemimpin yang cepat mengambil keputusan dan mampu memimpin dalam situasi krisis lebih dibutuhkan.

Anak muda menentukan lanskap politik ke depan

CSIS melihat suara pemilih muda tidak bisa diabaikan begitu saja. Kelompok usia mudalah yang akan mendominasi dalam pemilihan tahun depan. Lembaga think thank yang fokus pada perekonomian, politik dan perubahan sosial, dan hubungan internasional itu memperkirakan jumlah pemilih muda akan mendekati 60 persen pada Pemilu 2024. Bila dikonversi, jumlah pemilih muda bisa mendekati 114 juta orang.

Bukan hanya sebatas angka, suara anak muda perlu dipertimbangkan. Karena, secara umum komitmen generasi muda Indonesia terhadap demokrasi masih terbilang tinggi. Walau memang angkanya mengalami sedikit penurunan dibanding data yang dihimpun pada 2018.

Optimisme anak muda terhadap demokrasi selaras dengan partisipasi politik pemilih muda yang tergolong tinggi dalam pemilu. Tercatat sebanyak 85,9 persen anak muda mengikuti pemilu 2014. Jumlah ini meningkat pada 2019 menjadi 91,3 persen.

“Ini menunjukkan suara mereka strategis mengingat populasi anak muda, sebagai sebuah voting bloc, akan menjadi mayoritas dalam pemilu yang akan datang,” jelas riset itu.

Tidak hanya berpartisipasi sebagai pemilih dalam pemilu yang mana praktik paling sederhana dalam demokrasi. Ternyata, ada juga sekelompok anak muda yang memiliki ketertarikan tinggi dalam politik. Kelompok ini memerlukan akomodasi partai politik agar bisa terlibat lebih jauh.

Sementara itu survei CSIS mencatat, terdapat 14,6 persen responden yang memiliki aspirasi untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR/DPRD dan 14,1 persen yang ingin menjadi kepala daerah. Ini kabar baik. Semakin banyak anak muda mencalonkan diri ke dalam jabatan publik, semakin besar kesempatan regenerasi kepemimpinan bisa dilakukan. Keterlibatan aktif anak muda dalam gerakan masyarakat sipil bisa memberikan warna baru pada demokrasi Indonesia.

Penulis: Kenia Intan
Editor: Amanatia Junda

BACA JUGA Alasan Perempuan Muda Jarang Muncul di Ruang Politik

Exit mobile version