Mengenal Modus Pencucian Uang untuk Pendanaan Politik 

pendanaan politik mojok.co

Ilustrasi pencucian uang (Photo by lucas Favre on Unsplash)

MOJOK.COPemilu 2024 semakin dekat. Pencucian uang untuk pendananan politik perlu diwaspadai. PPATK dan Tranparency International membeberkan modusnya. 

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengendus adanya dana ilegal yang mengalir untuk kontestasi politik. Kendati tidak menyebut jumlah pastinya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyebutkan jumlahnya mencapai triliunan. Dana tersebut terindikasi berkaitan dengan tindak pidana sumber daya alam dan masuk ke figur politik. 

Menjelang Pemilu 2024 transaksi yang diduga pencucian uang pun meningkat. Data PPATK menunjukkan, laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM) di 2023 naik signifikan menjadi 8.781. Padahal di 2020 jumlah TKM tercatat 1.500 laporan. Belum lama ini PPATK tengah mengusut aliran dana sebsar Rp1 triliun dari kejahatan lingkungan. 

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Transparency International Indonesia Danang Widoyoko menjelaskan bahwa selama ini praktik pendanaan politik mengikuti proses pencucian uang. Hal itu merupakan salah satu persoalan pendanaan politik. 

Ia merinci modusnya. Dana disalurkan terlebih dahulu ke organisasi sosial, yayasan, kelompok-kelompok relawan. Ini dilakukan karena tidak mungkin suatu perusahaan menyumbang pendanaan politik yang besar karena itu bisa melanggar undang-undang. 

Asal tahu saja dalam UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum diatur mengenai sumbangan dana kampanye maksimal Rp2,5 miliar untuk perseorangan dan maksimal Rp25 miliar untuk kelompok atau ventura.

“Itu kan ada penyamaran sebetulnya, sehingga tidak ketahuan sebetulnya siapa,”jelas Danang seperti dikutip dari KompasTV. Modus lain yang biasa digunakan adalah membelanjakan secara tidak langsung untuk kepentingan politik. 

Modus lainnya

Deputi Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan PPATK Maimirza sebelumnya sempat mengungkapkan modus lain yakni penerimaan dana kampanye dari perorangan kepada calon melalui rekening pribadi. Tidak melalui Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) dan jumlahnya melebihi ketentuan.

Hal lain, penyetoran tunai dalam jumlah signifikan sehingga tidak teridentifikasi profil pihak penyimbang dana.   Selain itu, ada pula modus pemanfaatan sarana rekening lainnya yang tidak terdaftar sebagai RKDK, tetapi digunakan untuk menampung dan menggunakan dana.

Kondisi ini disadari oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Mereka telah menandatangani nota kesepahaman antara Bawaslu dan PPATK bulan Februari 2022 yang lalu. 

“Diharapkan dengan adanya penandatanganan ini, potensi pelanggaran dapat diantisipasi sejak dini,” jelas Ketua Bawaslu Rahmat Bagja seperti dikutip dari laman resmi Bawaslu. Dia mengatakan beberapa klausul lingkup kerja sama ini, akan digunakan sebagai pedoman pengawasan di lapangan seperti pertukaran informasi, penelitian, dan sosialisasi

Bawaslu dan PPATK secara bersama atau sendiri-sendiri melakukan kerja sama dalam bentuk penelitian dan sosialisasi terkait pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, serta kerja sama dalam rangka penindakan pelanggaran dan pengawasan dana kampanye pada Pemilu dan Pemilihan 2024.

Penulis: Kenia Intan
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Hadeh! Pasutri Tersandung Korupsi, Duitnya Buat Bayar Lembaga Survei dan Modal Politik

Exit mobile version