Masa Jabatan Kepala Desa Tak Masuk Akal, Hanya Lahirkan Korupsi dan Oligarki

Ilustrasi pemilihan kepala desa (Mojok.co)

MOJOK.COAktivis anti politik uang Wasingatu Zakiyah angkat suara terkait wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa. Menurutnya, masa jabatan kepala desa yang terlalu lama ini tidak masuk akal, dan hanya berpotensi menciptakan oligarki di tingkatan paling bawah.

Seperti diketahui, baru-baru ini sejumlah kepala desa menggeruduk Jakarta demi mengajukan tuntutan perpanjangan masa jabatan, dari 6 tahun menjadi 9 tahun.

Sempat menuai pro dan kontra karena dinilai sebagai kemunduran demokrasi, Presiden Jokowi justru menyetujuinya. Bahkan, politikus PDIP Budiman Sudjatmiko sampai dipanggil ke istana dan mengklaim sang Presiden merestui gagasan yang dianggap kontroversial tersebut.

“Kepala desa minta perpanjangan jabatan menjadi 9 tahun, udah enggak bener ini,” tegas Zakiyah, dalam pemaparannya di Youtube Putcast Mojokdotco, Senin (23/1/2023).

“Bayangkan masa jabatan 9 tahun, bisa dipilih sebanyak tiga kali masa jabatan. Terlalu lama menjabat, tends to corrupt,” imbuhnya.

Lebih lanjut, pengasuh Pondok Pesantren Barokah Kalimasada Sleman ini juga khawatir, wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa ini sebenarnya adalah agenda politik 2024. Hal ini mengingat, kepala desa—kata Zakiyah—merupakan “raja-raja kecil” yang mampu memobiliasi suara dalam pemilu. Sehingga, parpol-parpol pusat yang tidak ingin kehilangan suara mereka, mau tidak mau harus menuruti tuntutan para kepala desa ini.

Seperti yang ia sampaikan, sejak bergulirnya Reformasi dan lahir kebijakan otonomi daerah, raja-raja kecil mulai bermunculan. Selain berperan sebagai mesin politik di tingkat bawah, implikasi kemunculan mereka juga berjalan lurus dengan maraknya korupsi di tingkat desa.

“Jika masa Orde Baru korupsi itu terpusat, sekarang korupsi-korupsi itu menyebar [di desa-desa],” urainya.

Zakiyah mencontohkan, salah satu korupsi yang paling akrab dengan masyarakat desa—selain anggaran pembangunan desa—adalah fenomena politik uang. Menurutnya, fenomena ini menjadi semakin masif terutama menjelang pemilu.

Kepala desa, biasanya punya peran penting dalam menjalankan praktik ini. Selain berperan dalam memobilisasi masyarakat untuk menentukan kandidat pilihan mereka, biasanya kepala desa juga masuk dalam susunan tim sukses partai (timses).

Fenomena yang demikianlah, yang menurut Zakiyah, justru mengkhawatirkan. Alih-alih memberikan edukasi politik kepada warganya, raja-raja kecil ini justru menjadi mesin politik parpol yang melahirkan oligarki baru di tingkatan paling bawah sekalipun.

“Kekuasaan dan kewenangan lebih tanpa ada transparansi dan pengawasan, maka di sana ada korupsi,” tegas peneliti di Caksana Institute ini.

Sebelumnya, bahaya perpanjangan masa jabatan kepala desa juga pernah disinggung oleh ahli hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari. Menurutnya, masa jabatan yang terlalu lama dapat menyebabkan perilaku koruptif.

“Ini tidak sehat. Di mana kekuasaan dibangun dengan sifat tak terbatas. Padahal sifat kekuasaan kalau terlalu lama akan koruptif,” ujarnya.

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Amanatia Junda

BACA JUGA Penambahan Masa Jabatan Kepala Desa: Kalau 6 Tahun Dirasa Kurang Maksimal, Mungkin Situ Memang Ampas

Exit mobile version