MOJOK.CO – Provinsi DIY tercatat sebagai daerah dengan kesenjangan gender terkecil di Indonesia. Kendati demikian, masih ada banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk benar-benar mewujudkan keadilan dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, khususnya di arena politik.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) Yogyakarta, Erlina Hidayati Sumardi, menyebut bahwa capaian Indeks Pembangunan Gender (IPG) di DIY menunjukkan kesenjangan pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan adalah yang paling kecil dibandingkan provinsi lainnya.
Sebagai informasi, IPG sendiri merupakan indikator yang menggambarkan perbandingan capaian antara Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Perempuan dengan IPM Laki-laki.
Angka 100 adalah standar untuk menginterpretasikan angka IPG. Dengan demikian, semakin kecil jarak angka IPG dengan nilai 100, maka semakin setara pembangunan antara perempuan dengan laki-laki. Namun, sebaliknya, semakin besar jarak angka IPG dengan nilai 100, maka semakin besar perbedaan capaian pembangunan antara perempuan dan laki-laki.
Erlina, yang mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), mencatat skor IPG DIY sebesar 94,80 poin pada 2020. Nilai tersebut menjadi yang tertinggi di antara provinsi lainnya di Indonesia. Sementara Indeks Pembangunan Manusia (IPM) perempuan di DIY sebesar 78,46 poin, dan IPM laki-laki sebesar 82,76 poin.
“Artinya sudah cukup bagus pembangunan manusia yang kemudian bisa menipiskan ketidakadilan gender di Yogyakarta,” ujar Erlina, dalam sambutannya di launching Kanal Pemilu: Suara Politik Perempuan, di Auditorium Fisipol UGM, Kamis (8/12/2022).
“Akan tetapi, di situ tetap ada PR. Masih ada ketidakadilan gender di kehidupan sehari-hari yang bisa kita lihat seperti apa saja bentuknya,” sambungnya.
Lebih lanjut, kata Erlina, salah satu PR yang kudu diselesaikan adalah terkait IPG tidak merata di kabupaten dan kota di DIY. Kendati Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman mencatat IPG tinggi, wilayah lain masih ditemukan angka yang kecil.
“Di Bantul, misalnya, masih mencatat IPG yang masih kecil,” papar Kepala DP3AP2 Yogyakarta ini.
Sementara itu, masalah lain yang masih jamak dijumpai adalah rendahnya keterwakilan politik perempuan di parlemen DIY. Erlina mencatat, saat ini baru ada 20 persen representasi perempuan, baik di DPRD Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Padahal, dalam pemilihan umum sudah diterapkan affirmative action yang mewajibkan tiap parpol minimal mengusung 30 persen caleg mereka dari golongan perempuan. Sayangnya, banyak caleg perempuan ini yang akhirnya gagal terpilih sebagai anggota parlemen.
“Dengan demikian, masih ada banyak hal yang harus kita perhatikan terkait belum adanya keadilan gender bagi perempuan di arena politik,” kata Erlina.
“Maka, kami menyambut baik upaya ini [Suara Politik Perempuan] untuk nanti kita sama-sama bekerja keras [memperjuangkan kesetaraan gender dalam arena politik] di Pemilu 2024,” tegasnya.
Reporter: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono