Kawin Tangkap, Tindakan Kekerasan terhadap Perempuan yang Berlindung di Balik Tradisi

Kawin Tangkap Tradisi Sumba yang Sudah Melenceng dari Aslinya MOJOK.CO

Kawin Tangkap Tradisi Sumba yang Sudah Melenceng dari Aslinya MOJOK.CO

MOJOK.CO Kawin tangkap tengah viral di media sosial. Tradisi yang sudah melenceng dari aslinya itu tergolong tindakan kekerasan terhadap perempuan yang dikecam banyak pihak. 

Tradisi kawin tangkap tengah menjadi pembahasan beberapa waktu terakhir. Sebuah video yang viral di media sosial merekam sekelompok pria yang diduga mengambil paksa seorang perempuan. Sekelompok pria itu kemudian membawa kabur korban perempuan menggunakan mobil pikap warna hitam.

Kawin tangkap adalah tradisi yang berlaku di beberapa wilayah di Sumba. Namun, tradisi yang terjadi hari-hari ini sudah banyak bergeser dari tradisi aslinya. Praktik yang terjadi akhir-akhir ini, biasanya melibatkan segerombolan laki-laki sebagai pelaku dan seorang perempuan lajang sebagai korban. Pelaku secara paksa menculik korban untuk diperistri.

Kasus kawin tangkap mencederai hak perempuan untuk hidup aman tanpa kekerasan. Praktik itu juga tergolong ke dalam tindakan kriminal. Oleh karena itu, pelaku sebenarnya bisa mendapat ganjaran yang setimpal.

Ada pergeseran tradisi kawin tangkap

Padahal, dalam tradisi aslinya, kedua belah pihak sebenarnya sudah terlebih dahulu menyetujui dan merencanakan kawin tangkap. Itu mengapa calon mempelai pria dan perempuan yang terlibat sudah bersiap. Mereka berdandan dan mengenakan pakaian adat.

Calon mempelai pria akan menunggang kuda dan menangkap mempelai perempuan. Setelahnya, orang tua pihak laki-laki akan memberikan seekor kuda dan sebuah parang ke orang tua perempuan. Itu menjadi simbol permintaan maaf dan mengabarkan bahwa anak perempuan mereka sudah berada di rumah laki-laki.

Tradisi ini bergeser dalam beberapa tahun terakhir. Pelaku melakukan kawin tangkap dengan paksaan. Kendati mengatasnamakan tradisi atau adat, praktik ini tidak benar. Kawin tangkap masuk dalam kekerasan terhadap perempuan

Tindakan yang dikecam

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak (KPPA) mengecam tindakan kawin tangkap. Sekalipun mengatasnamakan tradisi, praktik ini tetap saja tidak benar. KPPA terus mendorong penghapusan budaya kekerasan seperti ini demi melindungi perempuan dari kekerasan seksual berbalut budaya.

Salah satu upaya yang sudah KPPA lakukan adalah menandatangani Nota Kesepahaman Peningkatan Perlindungan Perempuan dan Anak di Kabupaten di Kabupaten Sedaratan Sumba oleh Pemerintah Provinsi NTT dan Pemerintah Daerah Sedaratan Sumba pada 2020 lalu. Adanya nota kesepahaman ini, aparat penegak hukum seharusnya bisa menindak tegas setiap pelaku kawing tangkap.

Sepanjang 2013 hingga 2020, setidaknya ada 12 kasus kawin tangkap terjadi. Kemungkinan besar jumlah kejadiannya lebih dari itu. Banyak kasus tidak tercatat karena perempuan yang menjadi korban biasanya masih memiliki relasi dengan pihak laki-laki. Itu mengapa, praktik kawin terkadang sulit menemui titik terang karena melibatkan keluarga besar.

Penulis: Kenia Intan
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Lebih dari 80 Persen Jurnalis Perempuan Pernah Mengalami Kekerasan Seksual, Mayoritas Kena Body Shaming
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version