Beban Domestik hingga Patriarki Masih Jadi Penyebab Perempuan Susah Mengakses Teknologi Digital

perempuan dan digitalisasi

Ilustrasi perempuan mengakses teknologi digital (MOJOK.CO).

MOJOK.CO – Kemajuan teknologi membawa berbagai perubahan dalam kehidupan, tidak terkecuali bagi perempuan. Sayangnya, banyak perempuan tidak bisa mengambil manfaat dari kecanggihan teknologi. Bukan karena tidak mau, melainkan kesenjangan gender lah yang membuat akses perempuan terhadap teknologi digital belum optimal.

Kesenjangan gender dalam transformasi digital dapat terlihat dari beberapa indikator sebenarnya, salah satunya kepemilikan perangkat digital dan akses internet oleh perempuan.

Melansir dari Pedoman Transformasi Digital Perempuan yang dirilis Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 30 November 2022 lalu, kepemilikan perangkat digital oleh perempuan masih lebih rendah dibandingkan laki-laki.

HP atau smartphone, misalnya. BPS merilis Hasil Statistik Kesejahteraan Rakyat 2021, yang menunjukkan bahwa terdapat 71,12% laki-laki dan 60,58% perempuan yang memiliki telepon seluler/nirkabel.

Tidak hanya HP atau smartphone, hasil survei juga menunjukkan kepemilikan gadget perempuan cenderung lebih rendah dibandingkan laki-laki. Laptop misalnya, kepemilikan oleh perempuan 19,47 persen sementara laki-laki 23,07 persen.

Itu baru kepemilikan perangkat digital, belum lagi akses terhadap internet yang sering kali tidak terjangkau oleh perempuan. Persentase penduduk berumur lima tahun ke atas yang mengakses internet (termasuk media sosial) secara nasional sebesar 65,05 persen laki-laki dan 59,14 perempuan.

Sumber ketimpangan: faktor finansial

Rendahnya kepemilikan perangkat digital dan akses internet oleh perempuan ini bukan tanpa sebab. Ketimpangan kemampuan finansial antara laki-laki dan perempuan menjadi hulu dari persoalan-persoalan ini.

Kesenjangan dalam peluang ekonomi perempuan seperti: upah yang lebih rendah, pekerjaan yang kurang terjamin, pendapatan yang lebih sedikit, atau kesulitan mengakses kredit, mengakibatkan perempuan memiliki perangkat digital dengan biaya lebih rendah dan cenderung mendapat manfaat yang tidak proporsional.

Bahkan, ketika perempuan telah memiliki akses terhadap teknologi sekalipun, perkembangan teknologi semakin canggih dengan tuntutan biaya yang semakin tinggi.

Begitu pula dengan paket internet. Rilis ICT Price Baskets 2021 menjelaskan, Indonesia berada di peringkat 125 dari 177 negara dengan biaya fixed broadband sebesar 7,57 persen dari Gross National Income (GNI) per kapita. Padahal, rata-rata dunia hanya 2,9 persen.

Sementara kondisi yang terjadi saat ini, perempuan memiliki pendapatan yang lebih rendah dibanding laki-laki, rata-rata 30-50 persen lebih rendah. Kondisi itu membuat paket internet semakin sulit terjangkau bagi perempuan.

Pengarusutamaan gender krusial bagi transformasi digital

Selanjutnya, masih ada hambatan-hambatan lain. Sebut saja budaya dan ekspektasi masyarakat terhadap perempuan.

Di tengah konstruksi masyarakat yang masih patriarkis, penggunaan teknologi oleh perempuan dikaitkan dengan asumsi meninggalkan tanggung jawabnya dalam ranah domestik dan rumah tangga.

Terserapnya perempuan dalam pekerjaan domestik membuatnya memiliki lebih sedikit waktu untuk mengembangkan diri mereka sendiri, serta untuk belajar bagaimana menggunakan teknologi baru.

Belum lagi maraknya kekerasan berbasis gender di ruang digital yang semakin marak terjadi belakangan ini.

Kondisi-kondisi di atas melanggengkan kesenjangan dalam penggunaan perangkat digital bagi perempuan. Ujung-ujungnya kualitas hidup perempuan tidak akan sebaik laki-laki.

Asal tahu saja, Indek Pembangunan Manusia Perempuan (IPM) perempuan lebih rendah dibanding laki-laki yakni 69,19 berbanding 75,98. IPM adalah salah satu indikator mengukur kualitas hidup manusia. Ada banyak variabel yang digunakan dalam mengukur indeks tersebut, variabel ekonomi salah satunya.

Padahal, jika pemerintah bisa mengoptimalkan sektor pemberdayaan perempuan, Indonesia bakal punya potensi sumber daya manusia yang kuat. Jumlah populasi penduduk di Indonesia hampir separuhnya atau 49,42 persen adalah perempuan. Dari total jumlah tersebut, sebesar 53,6 persen di antaranya adalah kelompok usia produktif.

Oleh karenanya, pengarusutamaan gender dalam agenda transformasi digital di Indonesia sangat dibutuhkan. Artinya, menghapuskan segala bentuk ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam kebijakan, program, maupun evaluasi terkait agenda transformasi digital di Indonesia.

Penulis: Kenia Intan
Editor: Amanatia Junda

BACA JUGA Apa Benar Ibu-Ibu Kita Gaptek? Yuk, Telusuri Akar Masalahnya

 

Exit mobile version