MOJOK.CO – Bagi sebagian orang, Roblox itu lucu, menggemaskan. Namun, di balik kelucuan itu, ada bahaya yang mengancam masa depan anak-anak.
Bukan rahasia lagi bahwa bermain game online terlalu sering bisa berdampak negatif bagi penggunanya, terutama anak-anak. Dan salah satu platform game yang saat ini sedang populer di kalangan anak-anak hingga remaja adalah Roblox.
Platform ini dikenal luas karena menghadirkan berbagai macam permainan yang interaktif dan imersif. Salah satu contohnya adalah Brookhaven, game yang menawarkan dunia terbuka tempat pemain bisa memilih peran (seperti polisi, dokter, siswa, dan sebagainya).
Roblox mampu menarik pengguna dari segala usia. Usia pengguna game ini terbagi menjadi dua, yaitu di bawah 13 tahun dengan 32,5 juta pemain dan 52,1 juta di atas 13 tahun. Ini menunjukkan jangkauan demografisnya yang luas.
Lahir dari kreasi David Baszucki dan Erik Cassel
Daya tarik Roblox terletak pada kemampuannya untuk memberikan kebebasan bagi pengguna. Misalnya, membuat game sendiri serta memainkan game buatan pengguna lain. Dalam satu platform, anak-anak bisa bermain sekaligus belajar membuat game. Sekilas, ini tampak sebagai ruang bermain digital yang aman dan edukatif.
Roblox lahir dari visi David Baszucki dan Erik Cassel sejak 2004. Game ini awalnya bernama DynaBlocks sebelum resmi rilis pada 2006 dengan nama baru: gabungan dari “robot” dan “blocks”.
Sebagai platform game komunitas, Roblox terus berkembang. Ia hadir di iOS (2011), Xbox One (2015), meledak saat pandemi 2020, dan mencetak sejarah lewat IPO di NASDAQ pada 2021. Terbaru, pada 2024, Roblox meluncurkan sistem monetisasi baru yang memberi pengembang lebih banyak peluang meraih pendapatan.
Namun, di balik keseruan dan kesuksesan itu, ada risiko tersembunyi yang sering tidak disadari oleh para orang tua. Platform yang terbuka dan sangat luas ini tidak hanya menjadi tempat anak-anak bermain, tetapi juga bisa menjadi celah bagi berbagai konten yang belum tentu sesuai usia.
Pelarangan anak-anak bermain Roblox
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti melarang anak-anak bermain game Roblox. Alasannya, Pak Abdul menganggap game ini mengandung unsur kekerasan dan konten negatif yang tidak sesuai untuk usia dini.
Pak Abdul juga menekankan, alasan utama pelarangan itu adalah karena Roblox memuat unsur kekerasan yang dapat berdampak buruk pada psikologis dan perilaku anak. Menurutnya, anak-anak belum mampu membedakan antara dunia nyata dan dunia virtual, sehingga mereka cenderung meniru apa yang dilihat dalam game.
Konten dewasa di dunia anak-anak
Banyak orang tua mengira Roblox hanyalah permainan biasa untuk senang-senang. Padahal, karena sifatnya yang terbuka dan bisa diakses oleh siapa saja, Roblox juga diisi oleh pengguna dengan usia yang jauh lebih tua.
Parahnya lagi, tidak ada batasan tegas dalam proses pengembangan konten game di platform ini. Siapa saja bisa menjadi developer dan membuat game dengan tema apa pun.
Akibatnya, banyak konten yang beredar di Roblox mengandung unsur tidak pantas untuk anak-anak. Misalnya seperti karakter berpakaian tidak senonoh, tema kekerasan, hingga konten yang mengandung unsur SARA dan SARU.
Risiko lainnya adalah meningkatnya kecenderungan anak-anak untuk meniru adegan kekerasan yang mereka lihat dalam permainan. Mereka belum bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang hanya fiksi dalam game.
Sudah begitu lagi, frekuensi bermain yang terlalu tinggi bisa berdampak pada perkembangan sosial dan emosional mereka. Banyak anak menjadi kecanduan, menarik diri dari interaksi sosial, serta mengalami penurunan kemampuan komunikasi dan empati terhadap lingkungan sekitar.
Dunia Roblox tak selucu Avatar-nya
Dampak finansial juga menjadi masalah tersendiri. Roblox menggunakan mata uang virtual bernama “Robux”. Pengguna bisa mendapatkan mata uang ini dengan membelinya menggunakan uang sungguhan.
Tidak sedikit anak yang akhirnya merengek, bahkan memaksa orang tuanya untuk membelikan Robux. Mereka ingin membeli item virtual seperti pakaian karakter (skin), senjata, dan berbagai aksesori lainnya. Tanpa kontrol yang jelas, pengeluaran bisa membengkak hanya demi hal-hal yang bersifat digital semata.
Kecanduan bermain Roblox, jika tidak ditangani dengan bijak, bisa menjadi ancaman serius bagi masa tumbuh kembang anak. Orang tua sering terjebak dalam dilema.
Misalnya, mereka memberikan ponsel atau perangkat digital kepada anak dengan harapan bisa menghibur atau membantu belajar. Namun, kemudian mereka lengah dalam mengawasi penggunaannya. Wajar saja jika pada akhirnya muncul kemarahan atau penyesalan saat anak menjadi kecanduan dan sulit dikendalikan.
Dalam situasi seperti ini, “kontrol dan pendampingan dari orang tua menjadi prioritas utama”. Jangan terlalu percaya bahwa semua game yang populer itu aman.
Ingat, developer game tidak selalu peduli siapa yang memainkan game mereka, berapa usia pemainnya, atau dampak psikologisnya. Yang terpenting bagi mereka adalah menghasilkan uang.
Mereka bisa diibaratkan seperti penjual permen di depan sekolah. Orang-orang ini tahu bahwa permen itu bisa merusak gigi anak-anak, tetapi tetap dijual karena laku keras. Soal dampaknya? Itu dianggap bukan urusan mereka.
Penulis: Anggi Thoat Ariyanto
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Orang-Orang yang “Mati” Karena Kecanduan Game dan catatan menarik lainnya di rubrik KONTER.
