Pengalaman Menggunakan Traveloka: Aplikasi yang Unggul Jauh dari Semua Kompetitornya

Traveloka, Aplikasi yang Unggul Jauh dari Semua Kompetitornya MOJOK.CO

Ilustrasi Traveloka, Aplikasi yang Unggul Jauh dari Semua Kompetitornya. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COSudah cukup lama saya menggunakan Traveloka. Dan, sejauh pengalaman saya, mereka unggul jauh dari para kompetitornya.

Kalau di tengah-tengah tulisan nanti kalian merasa ini adalah hard campaign dari Traveloka, silakan saja kalau mau berpikiran seperti itu. Tapi, perlu saya disclaimer dari awal, bahwa tidak sepeser pun saya dibayar oleh aplikasi yang akan saya tulis ini.

Saya sekadar menumpahkan unek-unek dan rasa kurang puas dengan aplikasi pemesanan hotel lainnya. Misalnya seperti Trivago, Booking.com, Trip.com, Pegipegi atau bahkan yang sering kalian lihat iklannya, dari jaman program televisi masih populer, hingga di era medsos, yaitu Agoda.

Awal “menemukan” Traveloka

Saya cukup sering menjelajah daerah di Indonesia. Bukan saat sedang liburan saja, tapi kala bertugas sebagai sopir overland atau kebetulan mendapatkan proyek luar kota. Baik sekadar menjadi buruh angkat barang hingga menjadi project manager sebuah event.

Seringnya saya mencari sendiri hotel di daerah tersebut. Saya manusia yang lahir di era 80an. Bagi manusia-manusia di tahun itu, aplikasi pertama yang dia install di hape rata-rata adalah hasil rekomendasi. Kadang bukan inisiatif sendiri, tapi menyesuaikan keperluan dan kenyamanan user interface.

Kalau di era aplikasi mulai bermunculan, yang lebih dulu masuk ke kepala mereka atau saya adalah Gojek, Traveloka, Lazada, Bukalapak, Zalora, atau Tokopedia. Khusus soal hotel dan tiket pesawat, Traveloka tentu menjadi yang pertama.

Bisa juga, di generasi yang masih doyan menonton televisi itu, kami semua dicekoki masifnya iklan aplikasi yang muncul. Sehingga, tanpa sadar, kami akhirnya terbiasa menggunakan aplikasi-aplikasi yang diiklankan di televisi. 

Traveloka tercatat oleh Nielsen pada 2017 pernah menggelontorkan uang sebesar 870 miliar rupiah. Jumlah ini kedua terbesar setelah Meikarta yang berjumlah 1,2 triliun Rupiah. Di bawahnya persis ada Indomie dengan total belanja iklan sebesar 765 miliar.

Kemungkinan tadi kemudian didukung hal lain yang dilakukan oleh Traveloka ketika calon pengguna masuk ke dalam aplikasi mereka. Dengan kata lain, selepas disuguhi audio visual yang menarik, maka si aplikasi tetap harus bertanggung jawab dengan apa yang disediakan di dalam aplikasi. Tidak mungkin iklan kreatif dan masif berbanding terbalik dengan aplikasinya yang biasa saja.

User interface Traveloka yang bikin nyaman

Sebagian besar orang tentu setuju kalau user interface menjadi hal paling penting di setiap aplikasi seperti Traveloka, Zalora, atau Gojek. Tapi, hingga hari ini, saya tidak pernah tertarik menggunakan Shopee kalau harus head to head soal transportasi dan makanan dengan Gojek. Atau head to head dengan Tokopedia, kalau soal belanja dan kebutuhan pembayaran seperti listrik atau pulsa.

Mulai dari tampilan, Traveloka tepat memilih warna dominan putih dipadukan biru yang mirip seperti cerulean blue. Perpaduan ini tidak bikin mata pedas dan terasa lelah kalau harus berlama-lama membuka aplikasi. Lalu, menu di dalamnya jelas, tahu apa yang dibutuhkan orang ketika masuk pertama kali. Ya jelas letaknya dan menu yang ditampilkan jauh lebih ramah tanpa harus bertele-tele seperti aplikasi My Telkomsel.

User interface ini membuat kita betah berlama-lama di sebuah aplikasi, tentu yang kita bahas ini soal Traveloka, ya. Siapa yang tidak suka membaca ulasan atau foto di setiap hotel yang kita cari. Lalu melihat rekomendasi kuliner, tempat wisata di sekitar, dan harga tiket masuknya, atau mencari rekomendasi sewa mobil untuk liburan.

Belum lagi vibes membuka aplikasi Traveloka hari ini mirip seperti saat kita membuka media sosial seperti Facebook. Mereka mengarahkan kita untuk membuka satu demi satu menu yang ada di dalamnya. Untuk sekadar kepo atau memang ingin mencari informasi lain terkait tujuan kita menginap atau bepergian.

Ulasan yang sesuai kenyataan

Sebenarnya, ada banyak aplikasi lain yang mampu memberikan ulasan dan penilaian sama baiknya. Tapi, trust yang dibangun dan dijaga oleh aplikasi ini memang sudah kuat. Mungkin itu juga alasannya ada beberapa nama hotel berbintang atau hotel kecil estetik lainnya yang tidak bekerja sama dengan Traveloka.

Informasi dan ulasan yang sesuai kenyataan sering saya buktikan di hotel-hotel yang saya pesan melalui Traveloka. Salah satunya pada 2016, ketika saya ke Jawa Timur dan menginap di Hotel Zoom Jemursari, Surabaya. Ulasan dari belasan konsumen di Traveloka menyebutkan bahwa hotel itu punya 3 hal penting; bersih, pelayanan baik, dan harga terjangkau.

Kenyataannya? Yang saya dapatkan malah melebihi ekspektasi. Memang, masih ada Ibis dan Cleo yang direkomendasikan di sekitar Jemursari. Tapi, selama melanglang buana di Jawa Tengah dan Jawa Timur, nama Zoom masih terasa asing dan sepertinya patut dicoba. Namun, ulasan di Traveloka berhasil meyakinkan saya bahwa ini hotel bagus. 

Hotel Zoom di tahun itu mungkin terbilang baru. Jadi, semua hal yang berhubungan dengan bangunan bagian luar hingga di dalam lobi masih terlihat sangat bersih. Memang tidak ada perabot-perabot mahal di lobi dan di area restonya. Namanya juga budget hotel

Ulasan Hotel Zoom yang direkomendasikan Traveloka

Setelah mengkonfirmasi bukti check in online dengan menunjukkan lembar PDF di email, saya mendapat kunci kamar di lantai 3. Karena lelah, saya langsung pamit ke teman-teman rombongan lain yang masih sibuk di meja receptionist.

Wangi sprei bercampur aroma dari pendingin ruangan yang sebelumnya sudah dihidupkan langsung menyambar hidung. Tidak ada aroma atau sensasi lembap seperti habis disemprot pengharum ruangan.

Entah bagaimana triknya, kamar itu terasa wangi, kering, dan aromanya natural sekali. Ada campuran aroma kayu, wangi lembut kain, aroma tipis yang muncul dari kamar mandi, dan udara ruangan yang membuat siapa saja yang masuk ke dalam ruangan itu ingin segera merebahkan badan.

Saya melangkah ke dalam, menghidupkan televisi, membuka jendela dan menerka-nerka ke mana jendela kamar saya menghadap. Seusai melihat jendela kamar yang menghadap ke jalan raya Jemursari, satu per satu amenities di dalam kamar saya perhatikan. Layaknya budget hotel, ada 2 botol air mineral, heater beserta kopi-gula-teh, lalu ada safe box, hanger, sandal hotel, dan tisu. 

Setelahnya dan menjadi salah satu hal penting adalah kamar mandi. Di dalamnya ada 2 lembar handuk bersih yang dilipat rapi, sabun kemasan kecil, sikat gigi lengkap dengan pasta gigi. Ada jendela kecil yang bisa dibuka dan di siang hari bisa mendapatkan cahaya matahari. Tidak ada bau menyengat dari lubang pembuangan air dan kloset.

Saya keluar dari kamar mandi sambil memandangi tiap sudut kamar. Ingin memastikan apakah ada bercak di tembok atau bagian kamar yang kotor. Remote AC yang putih bersih, remote TV yang masih terlihat baru, dan semua saklar lampu yang berfungsi. Semua tanpa cela. Apa yang saya baca di Traveloka sesuai dengan apa yang saya inginkan.

Tapi tentu karena ini hotel baru, semua masih terlihat sempurna saat itu. Cuma saya mengamini apa yang saya baca di Traveloka sesuai dengan yang saya dapatkan di Zoom. 

Rasa percaya dari pengguna

Setelah pengalaman tadi, di kesempatan berikutnya saya kembali menggunakan Traveloka sebagai referensi utama mencari hotel di luar kota. Nama-nama seperti Save Hotel Banjarmasin, Best Western Plus Makassar, Rumah Oei Rembang, The Semeton Homestay Senggigi, Griya Manahan Solo, Evora Hotel Surabaya sampai Guest House atau kamar murah di pinggir stasiun dan terminal nyaris tidak pernah mengecewakan. 

Saya sempat mencoba menggunakan Agoda saat mencari hotel. Tapi, kalimat “tunduk pada ketentuan cashback” membuat saya meng-uninstall aplikasi itu. Karena di awal, harga paling murah yang dibangga-banggakan Agoda ternyata berujung pada kata cashback

Untuk orang yang sering bepergian tanpa rencana, cashback bukan sesuatu yang menggembirakan. Terlebih memiliki batas waktu untuk digunakan. Selain soal user interface dan cashback, ulasan yang ada di dalam aplikasi selalu menjadi pertimbangan utama. Traveloka menampilkan ini sebagai “menu utama” bagi para penggunanya.

Suatu kali saya pernah secara mendadak menginap di dekat terminal Purwokerto. Itu terjadi seusai saya mengantarkan tamu overland di daerah Perumahan Tiara Permai. Karena malas langsung pulang menuju garasi rental di Jogja, saya niatkan untuk curi kesempatan staycation walau hanya semalam.

Setelah belanja makanan ringan di Indomaret, saya berhenti lama di area parkirnya untuk membuka Traveloka. Saya mencari hotel terdekat. Ada 2 nama hotel yang menarik perhatian; Hotel Besar dan Tilam Sari yang harganya tidak berbeda jauh. Tapi karena hanya sendiri malam itu, saya tidak memilih Hotel Besar sebagai tempat menginap. Nuansa 80an membuat bulu kuduk bergidik, seperti sedang ada di film Ratu Ilmu Hitam atau Suzanna.

Bukan, bukan berarti hotel itu menyeramkan. Tapi dasarnya saya penakut walau sering menulis kisah horor untuk Mojok. Hotel Besar diberi nilai 8,4 oleh Traveloka. Padahal, untuk angka 7-7,5 di aplikasi tersebut sudah bisa dibilang bagus. Karena alasan poin itu saya akhirnya memilih menginap di Tilam Sari tanpa harus melihat ulasan di Google.

Hotel Tilam Sari yang mendapat nilai tinggi di Traveloka

Traveloka memberikan nilai 8,8 untuk Hotel Tilam Sari. Tanpa pikir panjang, saya langsung membayar via transfer antarbank. Tapi ternyata, foto yang terlihat estetik di aplikasi tidak sama persis. Kenyataannya, tempat ini seperti berada di era 80-90 secara bersamaan. 

Niat menghindari vibes 80 malah bertemu vibes 90an, mulai dari perabot hingga bangunan secara keseluruhan. Bukan soal bagus atau jelek. Hotel ini bagus, bersih, rapi.

Masuk ke dalam hotel ini pertama kali sebenarnya disertai sensasi menemukan sesuatu atau sebuah hal yang berharga. Apalagi sejak menginjakkan kaki di lobi, melewati lorong-lorong kamar hingga masuk ke dalam kamar hotel ini rapi dan bersih. Semua nyaris sempurna.

Sensasi hotel 90an tapi bersih ini pernah saya temukan juga ketika di Bogor saat menginap di Hotel Duta Berlian atau di UB Guest House Malang. Tapi bedanya, Tilam Sari bukan hotel tua, hanya bernuansa 90an.

Dalam kondisi lelah setelah melakukan perjalanan dari Semarang, mampir di Jogja hingga ke Purwokerto, selesai check in saya membuka pintu hotel Tilam Sari untuk pertama kalinya. Saya menghirup aroma ruangan yang ada di dalamnya. Standar. Aroma kain, kayu, bau tipis dari kamar mandi bercampur dengan udara hangat yang muncul dari dalam kamar karena kosong agak lama langsung menyambut kedatangan saya. 

Amenities standar budget hotel dengan 2 lembar handuk putih bersih langsung terlihat di meja rias dan di atas tempat tidur. Saya masuk, langsung menghidupkan AC dan duduk di atas kasur king size. Telapak tangan saya usapkan beberapa kali di kain bed cover untuk merasakan seberapa lembut kainnya. Mata saya melihat sekeliling kamar yang kira-kira luasnya 3×4 atau 4×5 m, cukup besar bahkan untuk menginap bertiga dengan menambah extra bed.

Ulasan Traveloka yang sama baiknya dengan Google

Dari beberapa pengalaman menginap di hotel, tidak pernah sekali saja saya membuka Google untuk membaca ulasan ketika sudah menggunakan Traveloka. Keterangan penginapan yang ada di aplikasi itu sudah lebih dari cukup untuk memastikan bahwa tempat menginap yang saya tuju adalah pilihan baik, yang direkomendasikan dan terdaftar di Traveloka.

Informasi tentang hotel yang diperlihatkan di dalam aplikasi sudah lebih dari cukup. Menurut saya, bahkan pengguna tidak memerlukan informasi soal jarak dari hotel ke tempat wisata. Sudah ada Google Map yang jauh lebih detail kalau mau melihat jarak. Yang dibutuhkan oleh pengguna adalah informasi tentang kamar. Kalau buat saya, yang paling penting adalah ukuran kamar.

Tentu kalian pernah juga mendengar atau membaca reputasi kurang baik dari kerja sama Reddoorz atau Oyo dengan hotel dan penginapan. Beberapa kritik mereka kadang muncul di kolom ulasan Google Map, terutama penginapan-penginapan kecil di pinggiran kota.

Saya pernah sekali mencoba menggunakan Reddoorz karena alasan harga miring. Kebetulan, saya mencari penginapan murah untuk setengah hari di daerah Bekasi. Hasilnya? Setibanya di Jogja, penginapan itu saya ulas di Google Map. Tentu dengan banyak keluhan. Dan saya lengkapi dengan protes terhadap aplikasi Reddoorz di akhir ulasan. 

Penginapan itu ternyata banyak mendapat ulasan jelek. mulai dari AC rusak atau bocor, tumpukan barang tidak terpakai di ujung lorong kamar, parkiran kecil, staf tidak ramah, amenities yang mengecewakan, bahkan kolam renang yang kosong.

Membandingkan dengan aplikasi lain

Saya juga pernah menggunakan Pegipegi, Trip.com dan Booking.com, sebelum sektor pariwisata dihantam pandemi. Saya menggunakan 3 aplikasi tersebut karena ada ada hotel yang saya lihat di Google Map tidak tersedia di Traveloka.

Hotel pertama dan kedua yang saya pesan dari Pegipegi dan Booking.com tidak sesempurna apa yang ditampilkan di aplikasi. Bukan karena hotel itu sedang berbenah, tapi beberapa area hotel seperti tidak terawat. Ada area-area yang berantakan dan lingkungan yang tidak semenyenangkan seperti di foto. Walaupun untuk kebersihan kamar dan pelayanan terbilang baik.

Pengalaman menginap di hotel ketiga yang saya pesan melalui aplikasi Trip.com pun kurang mengesankan. Tidak buruk, tapi tidak juga bagus. Selain ukuran kamar yang kecil, fasilitas umum yang terdapat di dalam hotel terbilang sangat biasa saja untuk harga 400 ribu rupiah. Saya mungkin bisa mendapatkan hotel yang lebih baik dari segi pelayanan, fasilitas, dan hal pendukung lain di harga sama.

Pengalaman yang tidak mengesankan dari beberapa kali mencoba aplikasi lain akhirnya membuat saya beralih kembali ke Traveloka. 

Rekomendasi yang selalu pas

Traveloka adalah aplikasi yang sampai hari ini nyaris tanpa cacat dalam memberikan informasi dan rekomendasi. Yang termutakhir, Juni 2023 lalu, saya mencoba menginap di Ndalem Nuriyyat SPA, di daerah Sleman. Ulasan yang saya baca melalui aplikasi ini nyaris sama persis dengan kenyataannya.

Memang, ada bagian hotel seperti bagian garasi bawah yang sepertinya sedang mengalami perbaikan, hingga ada beberapa kardus dan tegel pecah yang ditumpuk di satu tempat. Lantai hotel bagian bawah, walaupun sudah terlihat lama, tapi masih terjaga dan bersih. Begitu juga di ruangan lantai 2 yang terdapat meja resepsionis. Semua perabot tertata dengan baik.

Untuk kesekian kalinya saya membuka pintu kamar sebuah hotel dan menghirupnya. Lagi-lagi, aroma kamar yang saya cari tiap pertama kali membuka pintu muncul; bau kain seperti sprei atau gorden, lantai dan lemari kayu, aroma yang muncul dari kamar mandi sampai saat lemari pakaian pertama kali dibuka. Ditutup dengan mencium aroma handuk berwarna putih yang masih bersih. Semuanya sempurna.

Setelahnya, saya menghidupkan AC dan merebahkan diri di kasur sambil melihat sekeliling kamar adalah hal wajib selanjutnya yang biasa saya lakukan. Kamar saya kebetulan berada di lantai bawah dan memiliki pintu yang menghubungkan ke bagian belakang kamar yang ada terasnya dan tepat di depan kolam renang.

Saya tidak peduli lagi TV di kamar itu bisa hidup atau tidak. Kamar mandi menggunakan bathtub atau shower. Saya lebih mementingkan rasa nyaman berada di kamar yang terasa luas, menyenangkan, serta lingkungan di sekitarnya yang membuat orang betah menginap bahkan sampai berhari-hari. Lagi-lagi, keistimewaan sebuah penginapan kali itu saya dapatkan dari aplikasi Traveloka.

Penulis: Khoirul Fajri Siregar

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Aksi Boikot Traveloka yang Wagu dan Salah Sasaran dan ulasan menarik lainnya di rubrik KONTER.

Exit mobile version