5 Hal yang Harus Dipikirkan sebelum Memutuskan untuk Putus atau Bertahan dari Toxic Relationship

Tanya

Dear Mojok~
Kenalin, saya –sebut saja— Rino yang kebetulan baru lulus dari salah satu kampus negeri di Malang. Saya ingin berbagi keresahan bersamamu, Jok. Saya tak ingin memendam keresahan itu sendirian, saya ingin berbagi. Bukankah berbagi itu bagus untuk urusan akhirat kita?

Well, saat ini saya sedang menghadapi persoalan asmara yang terburuk yang pernah saya alami. Kisah asmara saya memang tak pernah mulus, ditinggal nikah karena mantan saya lulus duluan, menjadi selingkuhan selebgram yang bikin makan ati tiap hari (yang ini terjadi dua kali), bahkan sekarang, menjalani pacaran yang berlandaskan rasa kasihan.

Ditinggal mantan menikah, itu hal yang lazim dialami oleh umat manusia, menjadi selingkuhan
barangkali juga lazim dialami. Herannya kedua peristiwa tersebut selalu membawa kebahagiaan tersendiri saat itu. Nah, untuk yang terakhir, pacaran berlandaskan kasihan ini sangatlah menyiksa jasmani dan rohani. Bagaimana tidak, saya selalu ditempeli ke sana kemari –udah kayak genderuwo yang nempelin manusia— dengan seribu kemanjaannya bukannya bikin saya senang malah bikin urat meregang. Ketika permintaannya tak terpenuhi, air matanya membanjiri pipinya yang imut. Ketika saya marah dia mengancam untuk mengakhiri hidupnya. Pertama kalinya hal ini terjadi saya selalu berusaha untuk menenangkannya, tapi lama kelamaan saya juga jengah.

Sudah menjadi pilihan saya untuk mencintai perempuan yang lebih tua, saya selalu berpikiran yang lebih tua akan memberikan pelajaran berharga. Terkesan egois memang, tapi dari dulu saya selalu demikian. Baru kali ini saya pacaran yang tidak ada bahagia-bahagianya sama sekali (yah, ada sih dikit), saya harus menutupi muka saya dengan tawa dan menahan tangis yang ingin dimuntahkan oleh mata setiap harinya.

Pertanyaan saya bagaimana saya bisa menghadapi ini dengan kesabaran yang tersisa? Apakah saya harus menemaninya hingga akhir hayat atau saya harus segera mengakhiri hubungan yang tidak sehat (menurut saya) ini. Yah intinya saya mau putus, tapi bingung harus bagaimana. Kenapa cari pacar selalu lebih mudah ketimbang mengakhiri sebuah hubungan cinta?

Di sini ada hati yang ingin dipatahkan,
menunggu untuk hancur
berserakan.
Saya sudah siap,
tapi kenyataan belum siap~

Dari Rino di Malang, dengan penuh tanya.

Jawab

Dear Rino di Malang, Terima kasih sudah berani jujur bercerita kepada kami. Tidak banyak orang yang mau cerita tentang perasaan sedih ditinggal nikah karena dikira terlalu klasik dan gak perlu baper kelamaan. Tidak banyak juga yang mau mengakui kisah perselingkuhan karena dianggap tabu dan memalukan. Padahal hingga 76% orang kepikiran untuk selingkuh sekali waktu.

Maka dari itu, kami mau bilang bahwa Anda itu hebat. Sekarang, Anda pun memilih bertahan di hubungan yang nampaknya menyiksa, karena Anda tidak tega. Di satu sisi Anda patut mengapresiasi diri Anda karena masih berbaik hati dan berbelas kasih, di sisi lain Anda juga perlu menyayangi diri Anda dan pelan-pelan memberi batasan pada hubungan Anda. Sampai kapan Anda mau bertahan? Sampai sejauh apa Anda bisa bertahan?

Terkait Anda memilih yang lebih muda atau tua, hal tersebut sepenuhnya pilihan Anda. Setiap orang punya preferensi yang masing-masing. Akan tetapi, yang menjadi concern kita bersama adalah kebahagiaan Anda sebagai individu. Dari cerita yang Anda sampaikan, hubungan Anda memang tampaknya tidak sehat. Namun Anda pun sulit melepaskan karena pasangan Anda, dengan segala perangainya, akan selalu membuat Anda menyerah dan kembali padanya. Anda bisa mencoba baca-baca hubungan toxic untuk memahami apakah hubungan Anda termasuk di dalamnya.

Perkara harus atau putus atau tidak, sepenuhnya keputusan Anda. Karena Anda-lah yang paling tau situasi hubungan Anda dan reaksi pasangan Anda. Akan tetapi, kami menyarankan beberapa hal berikut sebagai bahan pertimbangan Anda dan juga untuk menjaga kesehatan mental Anda.

1. Telaah Perjalanan Hubungan yang Telah Dijalani

Coba refleksikan terlebih dahulu awal hubungan terjadi dan bagaimana perkembangannya hingga saat ini. Mengingat apa saja yang dulu menjadi alasan Anda menyukai atau tertarik dengan orang tersebut, hal-hal positif apa saja yang ada di dalam dirinya yang membuat diri Anda nyaman. Kemudian, mencoba melihat perkembangan hingga saat ini, apakah ada yang berubah atau tetap berjalan sama. Kalaupun ada yang berubah, apakah memang penyebabnya dari diri sendiri, diri dia, atau malah ada hal lain yang selama ini tidak disadari oleh kedua belah pihak dalam hubungan ini.

2. Tanyakan kepada Diri, “Apakah Dia Layak untuk Dipertahankan?”

Standar idealnya suatu hubungan berbeda-beda bagi setiap orang dan karena itulah tipe pasangan yang dicari pun berbeda. Ketika sudah menjalani hubungan, coba tanyakan kembali pada diri sendiri, bagaimana kualitas hubungan yang selama ini dijalani. Apakah memang telah memenuhi idealitas yang diinginkan atau tidak. Kalaupun tidak, apakah lebih banyak emosi positif yang dirasakan daripada emosi negatif? Hingga akhirnya, tanyakan pada diri sendiri, “apakah dia masih layak untuk dipertahankan sebagai pendamping hidup kelak?

Karena jika memang ada yang salah dan Anda berharap suatu saat pasangan Anda akan berubah, sampai kapan Anda mau menanti perubahan itu? Dan apakah mungkin pasangan Anda berubah?

Terimalah kenyataan bahwa satu-satunya yang bisa kita ubah adalah diri kita sendiri dan penerimaan kita terhadap pasangan.

3. Menyadari Kapasitas Diri

Jikalau memang Anda merasa sudah ada yang salah dalam menjalani hubungan ini, coba melihat diri Anda sendiri lebih dulu. Melihat diri untuk mengetahui apakah Anda tetap kuat untuk terus bertahan dan mengalah tanpa menerima perlakuan yang sama dari pasangan?

Kalau memang merasa sudah tidak sanggup lagi, Anda perlu memikirkan caranya untuk keluar dari hubungan Anda. Dari cerita Anda, permasalahannya menjadi rumit karena pasangan Anda mengancam mengakhiri hidupnya jika Anda marah, apalagi jika diputuskan. Jika Anda sudah benar-benar tidak sanggup dan ingin memutuskannya, maka Anda harus tetap memperhatikan keseimbangan mental kekasih Anda.

Bantu pasangan Anda agar bisa menerima kekurangannya diri sendiri. Bantu dia menemukan hal baik di dalam dirinya. Bantu dia agar lebih percaya diri. Bantu dia agar memiliki teman dekat atau sahabat yang benar-benar baik. Dengan begitu, jika Anda dan dia putus sewaktu-waktu, dia akan memiliki social support yang akan menjaganya.

Pasangan Anda bisa jadi hanya mengancam ingin bunuh diri. Tapi kalau sampai kejadian, Anda pun akan diliputi perasaan bersalah. Untuk itu, bantulah dia dulu agar menjadi pribadi yang lebih positif. Siapa tau, hubungan Anda dan pasangan malah akan membaik.

4. Ekspresikan Perasaan Melalui Tulisan

Jika Anda merasa sangat terjebak dan tidak bisa melakukan apa-apa. Atau Anda juga tidak bisa mengungkapkan kemuakan Anda terhadap pasangan secara langsung.

Cobalah tuliskan uneg-uneg Anda dalam sebuah surat. Seolah-olah Anda bicara langsung terhadap pasangan. Keluarkan semua yang tertahan dalam diri Anda atas ketidaknyamanan yang dirasakan. Setelah itu, Anda bisa meremuk kertas tersebut, membakarnya atau membuang ke kotak sampah. Setidaknya, Anda sudah merasa lega.

5. Terimalah, Pasti Rasa Sakit itu akan Ada

Memulai terasa lebih mudah daripada harus mengakhiri atau mempertahankan. Ketika memulai, belum banyak hal yang diketahui dan kenangan yang dihabiskan bersama. Sementara saat mengakhiri, telah banyak hal yang diketahui dan kenangan yang dihabiskan bersama. Rasanya berat untuk melepaskan dan mengakhiri, karena sudah banyak hal yang dibagi seolah-olah satu sama lain siap untuk terus bersama.

Keputusan kembali pada diri Anda sendiri, ketika memilih bertahan, apakah akan merasa tetap bahagia atau malah tidak tenang karena harus bersamanya. Ketika memilih putus, memang akan menyakiti satu sama lain, tapi apakah akan lebih baik bagi diri Anda untuk hidup tanpanya?

 

***

Mencari pasangan yang tepat memang bukan perkara mudah. Apalagi Anda sudah beberapa kali merasakan karamnya hubungan asmara. Dalam mencari pasangan, kadang perkaranya bukan siapa pasangan yang tepat buat kita, tapi apakah “saya sudah layak mendapatkan pasangan yang ideal?

Banyak orang berusaha mengais kasih sayang dan berusaha ‘melengkapi’ dirinya dengan menjalin hubungan asmara. Sering kali kita berharap ada seseorang yang dapat membuat kita merasa ‘utuh’ atau lengkap sebagai manusia melalui pasangan kita. Akan tetapi, yang lebih sering terjadi adalah kita dipertemukan dengan orang-orang yang juga ‘kosong’ dan butuh dilengkapi. Hubungan seperti inilah akar dari hubungan yang tidak sehat karena kedua belah pihak penuh ekspektasi akan pasangannya.

Untuk orang-orang yang sudah berulang kali gagal dalam hubungan asmara, pertanyaan kami akan selalu sama, “Apa tujuan Anda mencari kekasih?” “Apakah Anda sudah bisa menyayangi diri Anda sendiri?”

Mencari pasangan itu memang seperti membangun bisnis. Sangat mudah memulai, namun butuh usaha ekstra untuk bertahan. Akan tetapi, yang jadi pertanyaan adalah: Apakah Anda memulai bisnis / memulai hubungan dengan orang yang tepat?

 

*Zahrah Nabila, Staf Redaktur Pijar Psikologi

_____________________________________________________________________________

Punya masalah psikologis yang ingin dikonsultasikan? Tim Pijar Psikologi siap menjawab semua keresahan, kegelisahan, dan kebrutalan hidup kalian dengan serius (iya, seriusan).

Exit mobile version