MOJOK.CO – Bukan rahasia lagi jika sebagian besar mahasiswa masih mengandalkan kiriman dari orang tua sebagai satu-satunya sumber pendapatan. Kali ini Om Haryo akan membagikan pedoman cara mengatur pengeluaran supaya dengan uang kiriman yang segitu-gitu aja kalian bisa tetap sejahtera.
Selamat pagi Celengers,
Gimana gimana, Om sudah kaya motivator yang kekinian belum? Mau gelap mau terang, entah pagi betulan atau sudah larut, salamnya tetap, “selamat pagi!”. Iya, itu satu jenis salam yang diharapkan merevolusi diri kita untuk mempunyai semangat yang biasanya menyala di pagi hari.
Tapi coba bayangkan kalau malam-malam kalian disapa oleh teman dengan ucapan tersebut. Sementara kondisi keuanganmu tengah redup-redupnya: kiriman datang masih 2 minggu lagi, uang proyek dari dosen masih jauh di ufuk, dana talangan dari teman (baca: utang) semakin seret, dan diperparah situasi percintaan sedang di persimpangan. Akankah kalian semangat?
“Selamat pagi, Gaesss!”
“Pagi ndasmu, Gaesss. Lu tuh literally which is banget, yes? Belajar fisika sederhana ngga sih? Ngerti nggak kalau rotasi bumi mengakibatkan terjadinya siang dan malam? Ngerti nggak kalau bahasa itu harus nyambung dan sejalan dengan fakta ilmiah. ”
Itu yang menurut Om akan terjadi kalau kalian salah menyapa anak Jakarta Selatan yang kuliah di universitas ndeso (poros Jatim-Jateng-DIY). Sudah suasana hatinya lagi kurang ok, rekeningnya tengah tiris dan setipis atm-nya. Kita yang bermaksud baik dengan cara memompa semangatnya, malah jadi duduk terpekur diendhas-endhasin.
Celengers yang merasa sudah ngirit tapi babak belur keuangannya, hikmah apa yang sebenarnya dapat kita petik dari kejadian di atas?
Eh, kalian kalau ditanya hikmah jangan buru-buru tersinggung seperti saat menjawab selamat pagi padahal malam. Pengeluaran yang melebihi penerimaan kita (uang saku) memang acap kali membuat panik. Wajar sih, namanya juga mahasiswa. Makhluk penuh rencana dan wacana, tetapi lebih sering mentok karena terbentur dana.
Ada satu petuah bijak dari Rusia di dunia finansial yang dapat dipergunakan untuk menyadarkan kita tentang pentingnya mengelola pengeluaran, “membelanjakan uang itu cepat, tidak selambat saat mendapatkannya”. Pas sekali petuah tersebut untuk menjawab permasalahan khas mahasiswa yang memang sering kesulitan mengerem konsumsi.
Untuk tahap awal, percaya dulu bahwa petuah untuk mengelola pengeluaran tersebut memang berasal dari Rusia, bukan Trenggalek. Tahap selanjutnya, mengelompokkan 5 pos pengeluaran mahasiswa dalam 2 kelompok menurut pengelolaannya: mudah dikelola dan sulit dikelola.
Kelompok pengeluaran mudah dikelola
Setidaknya ada 3 pos pengeluaran yang mudah dikelola pengeluarannya: uang kuliah, uang kos, uang buku, dan uang perlengkapan penunjang. Kelompok pengeluaran tersebut mudah dikelola dalam arti besarannya dapat dipertanggungjawabkan dan dapat diverifikasi dengan relatif mudah. Orang tua dapat mengawasi secara langsung. Pembayaran uang kuliah dan kos dapat dengan mudah dilakukan melalui transfer antar rekening atau antar bank. Tinggal klik, beres!
Mudah juga berarti kalau uang tersebut tidak mampir dulu melalui rekening kalian. Dari pengalaman yang sudah-sudah, semula sekedar towel-towel rekening untuk menalangi atau menambal berbagai pengeluaran pribadi, akhirnya bablas dan amblas tak bersisa.
Dengan kata lain, kesulitan baru muncul saat orang tua mencoba mendidik anaknya untuk belajar mandiri dalam mengelola keuangannya. Untuk kalian yang diberi keleluasaan menambah anggaran, tentu tidak akan sepusing mahasiswa yang beranggaran mepet.
Kelompok pengeluaran sulit dikelola
2 pos pengeluaran masuk dalam kelompok ini: pengeluaran pribadi dan transportasi. Pengeluaran pribadi atau dapat disebut juga pengeluaran rutin ekstra sering menjadi bahaya laten yang mengancam ambruknya kesehatan keuangan mahasiswa. Eh sebentar, kalau dengar kata laten biasa saja ya. Kalem saja, jangan langsung berpikir keuangan kita disusupi komunis.
Pengeluaran yang tidak terencana dengan baik akan menggerogoti pengeluaran yang sudah ditetapkan sebelumnya. Satu contoh mengeluarkan dana anggaran kos dan kuliah yang untuk memenuhi gaya hidup (pakaian, asesoris, gadget, ngafe, nonton konser) yang sebenarnya dapat ditangguhkan. Nggak salah sih ngafe atau nonton, wajar. Tapi kalau dilakukan tiap hari tanpa memandang kemampuan yang dimiliki, di situlah letak kesalahan mendasarnya.
Ya kalau rencana mulus ada pemasukan tambahan seperti rencana, kalau tidak? Begitu waktunya membayar kos, terpaksa harus menggadaikan barang yang dimiliki. Iya kalau barang milik sendiri ada, kalau yang ada barang temen?
Walau boros, itu contoh pengeluaran yang masih ada sisi positifnya. Tidak melanggar hukum. Om sengaja tidak memasukkan contoh pengeluaran yang bersilangan dengan sistem hukum kita seperti narkoba, ngeri. Padahal itu sangat mungkin dilakukan mahasiswa di hari-hari ini. Celengers semoga bukan menjadi bagian dari penyakit masyarakat itu apa pun alasannya.
Bagaimana membuat kondisi keuangan mahasiswa sehat yang lebih sistematis?
Tujuan Keuangan
Hal pertama yang harus dilakukan membuat tujuan keuangan. Tujuan keuangan tersebut berguna untuk menetapkan hal-hal yang ingin dicapai setelah kalian melakukan pencatatan-pencatatan untuk mengatur keuangan. Ingin sekedar bebas utang, ingin mendapatkan barang-barang yang diincar tanpa mengganggu pengeluaran rutin atau bahkan ingin lulus dalam kondisi lumayan kaya?
Anggaran Keuangan
Tujuan keuangan yang telah ditetapkan hanya dapat dicapai kalau kita mendisiplinkan diri dengan mencatat mulai penerimaan hingga jenis pengeluaran. Anggaran yang sehat dapat dicapai kalau pengeluaran lebih kecil atau sama dengan pemasukannya. Kalau lebih besar pengeluaran? Itu yang disebut dengan defisit. Patuh pada anggaran yang telah kita buat akan membantu kita terhindar dari defisit.
Investasi & Menabung
Itu sebenarnya panduan saja, tidak perlu kaku pada catatan yang ada. Misal, hanya karena di anggaran tidak tercantum nraktir cewek, kalian jadi melewatkan kesempatan nraktir gebetan. Begini lho, kalau itu memang jadi bagian dari “investasi”, eksekusi saja pengeluaran tersebut. Konsekuensinya, besoknya kalian menggantinya dengan puasa. Lho, ini serius. Gebetan akan terpesona, pahala juga melimpah. Hahaha pokoknya bagaimana neraca yang kita susun tidak timpang. Soal terpesona atau tidak sebenarnya masalah chemistry, eh siapa tau dia juga mempunyai tujuan keuangan yang sama.
Pengeluaran rutin seperti makan, foto copy, beli pulsa, beli es kelapa dan seterusnya apakah perlu dicatat? Loh loh loh loh… kok masih pake tanya. Itu sudah pasti! Pertimbangannya sederhana saja, itu akan jadi bahan evaluasi seandainya kita masih menginginkan jenis pengeluaran yang akan kita pertahankan atau justru akan dibuat lebih hemat.
Kalau ada sumber penerimaan selain dari orang tua lebih enak lagi, tinggal dialokasikan sebagian untuk dana cadangan dan tambahan tabungan. Kalau itu dilakukan dengan penuh disiplin, ditambah mempunyai kesanggupan investasi dalam bentuk reksadana yang produknya dari hari ke hari semakin terjangkau. Om yakin, mahasiswa Indonesia akan jauh lebih kaya dari dosennya.
Ya, tentu saja dosen yang boros…