Menyoal Kesalahan Penerjemahan Bahasa Inggris yang Suka Ngasal

MOJOK.CO Selalu ada kesalahan penerjemahan yang—sadar atau tidak sadar—menjadi fase dalam proses menerjemahkan bahasa. Hasssh, ribet!

Sebelum “dipungut” Mojok, saya pernah mencoba mencari rezeki dengan menjadi seorang penerjemah lepas bahasa Inggris-bahasa Indonesia, dan sebaliknya. Hal ini saya rasa cukup nekat karena bekal saya cuma latar belakang pendidikan bahasa Inggris yang sesungguhnya mempersiapkan saya menjadi seorang guru di sekolah, bukannya penerjemah profesional. Tapi, yaaah, namanya juga usaha demi beli merchandise Harry Potter makanan sehari-hari, ya kan?!

Menjadi penerjemah menuntut saya untuk terbiasa menghadapi kata-kata bahasa Inggris yang tidak terbatas pada bidang akademik saja, dan saya rasa ini cukup sulit. Saya pernah dapat kerjaan menerjemahkan sebuah jurnal dari mahasiswi Kedokteran Gigi dan malah berujung bingung setengah mati sama istilah-istilah di dalamnya. Hadeh.

Pada akhirnya, mau saya berasal dari Jurusan Bahasa Inggris atau bukan, saya—dan kamu-kamu sekalian—pasti bakal menghadapi kebingungan dan kesulitan menerjemahkan bahasa Inggris ke bahasa Indonesia dan sebaliknya. Nyatanya, memang, selalu ada kesalahan penerjemahan yang—sadar atau tidak sadar—menjadi fase dalam proses menerjemahkan bahasa.

Jadi, apa saja contoh kesalahan penerjemahan ini?

*JENG JENG JENG*

Pertama, banyak penerjemah pemula—atau penerjemah dadakan macam kita-kita ini—yang menerjemahkan kata tanpa memerhatikan aturan gramatikal yang berlaku. Ini mungkin sepele dan kita bisa beralasan “Ah, yang penting orang kan ngerti maksudnya”, padahal…

…kata siapa, Malih???

Contoh sederhana, sebagaimana yang pernah saya tulis soal grammar mistakes, ada frasa berbunyi “It means” yang artinya “Ini berarti (bahwa)”. Sayangnya, ia sering kali ditulis secara salah dalam bahasa Inggris sebagai “It’s mean”. Padahal, berasal dari kata apakah “It’s mean” itu? “It is mean”? “It has mean”?

Praktiknya, kata “mean” sebagai kata sifatlah yang bisa kita sandingkan dengan “it’s” alias “it is”. Tapi—mengutip tulisan lama saya—bentuk kata ini hanya bisa kamu tujukan pada mantan-mantanmu, soalnya maknanya “egois”.

Kedua, beberapa orang cenderung menerjemahkan bahasa Inggris ke bahasa Indonesia secara kata per kata, tanpa memerhatikan konteksnya lebih jauh. Padahal, kalau dipikir-pikir, penerjemahan itu erat kaitannya dengan konteks, Gaes. Kalau nggak sesuai konteks, ya kita jelas bakal terjun bebas ke lembah kesalahan penerjemahan~

Sebagai pengingat, ada beberapa kata dalam bahasa Inggris yang punya makna tumpang tindih. Bahkan konon, makna sebuah kata bisa dibagi menjadi dua jenis, yaitu primer dan sekunder. Apa bedanya?

Makna primer sebuah kata adalah makna saat kata tersebut digunakan sendirian. Single. Jomblo. Namun, ia bisa juga memiliki makna sekunder ketika ia bergabung dengan kata lain dan menciptakan konteks baru.

Misalnya, kata “run” dalam bahasa Inggris. Kita tentu tahu bahwa kata ini berarti “lari”, sebagaimana ditunjukkan dalam kalimat sederhana “They are running together”. Sampai di sini, sepakat ya?

Tapi, apa jadinya kalau kita menemukan kalimat “Your nose runs” atau “We are running out of time” yang merupakan penggunaan kata “run” sebagai makna sekunder? Memangnya, situ benar-benar mau menerjemahkannya dengan “Hidungmu lari-lari” dan “Kita melarikan waktu”?

Like, helllaaawww?

Ketiga, kesalahan penerjemahan berikutnya terkait dengan kecerobohan kita sebagai manusia yang jauh dari kata sempurna , meskipun perfeksionis nggak ketulungan kayak mereka-mereka yang bergolongan darah A. Poin ini mengacu pada kesalahan kita memlilih kata.

Bahasa Inggris itu nyatanya memang cukup ribet, mylov. Udah mah satu kata bisa punya makna primer dan sekunder, eh mereka juga punya kata yang mirip-mirip dengan arti yang jauh berbeda. Makanya, ketika ada orang berusaha menerjemahkan kata per kata, masalah bakal muncul dengan segera.

Sebagai contoh adalah kata “lie” yang bisa berarti “berbohong” dan bisa juga “berbaring”.

Bedanya, “lie” yang berarti “berbohong” adalah kata kerja beraturan yang diikuti dengan preposisi “to” atau “about”. Sementara itu, “lie” yang bermakna “berbaring” merupakan kata kerja tak beraturan yang diikuti preposisi “on” dan kata benda.

Jadi, kalau ada kalimat “My boyfriend lies on the floor”, tentu kita harus mengartikannya dengan “Pacarku berbaring di atas lantai”, bukannya “Pacarku berbohong di atas lantai”.

Ya gimana—masa berbohong kok (cuma) di atas lantai?

Berbohong mah di mana saja, keleus~

Exit mobile version