Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Komen Status

Alfian Tanjung Divonis Lepas, Bukan Bebas

Teguh Arifiyadi oleh Teguh Arifiyadi
4 Juni 2018
A A
Logika-Alfia-Tanjung MOJOK.CO
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Kasus ujaran kebencian yang menimpa Alfian Tanjung gara-gara twit “PDIP berisi 85% kader PKI” tidak membuahkan hukuman. Sebelumnya, ia juga melempar tuduhan PKI yang membuatnya terseret UU ITE dan diganjar penjara dua tahun. mengapa vonisnya berbeda-beda?

Apabila Anda mengikuti kasus ujaran kebencian Alfian Tanjung berupa twitnya yang berbunyi “PDIP yang 85% isinya kader PKI mengusung cagub Anti Islam”, mungkin Anda bertanya-tanya mengapa ia divonis lepas. Padahal, di saat yang sama ia juga terlibat kasus ujaran kebencian (menyebut Jokowi dan orang China sebagai PKI serta mengatakan bahwa Kapolda Metro Jaya diindikasi PKI dalam sebuah ceramah) dan divonis bersalah dengan hukuman bui dua tahun.

Menurut kutipan media, di kasus twit tersebut Alfian Tanjung divonis bebas. Menurut kutipan media juga, polisi menyebut vonis putusan Alfian Tanjung itu adalah lepas (onslag van recht vervolging) dan bukan bebas (vrijspraak). Secara hukum, diksi lepas dan bebas adalah dua hal yang berbeda.

Secara singkat, putusan bebas berarti perbuatan yang disangkakan penuntut tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Sementara itu, putusan lepas berarti perbuatan tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan, tapi bukan merupakan tindak pidana. Bingung? Ambil kuliah hukum pidana saja. 🙂

Masih menurut kutipan media, pertimbangan hakim untuk memvonis lepas adalah karena terdakwa hanya melakukan copy paste informasi dari media online.

Saya tidak bermaksud mengomentari putusan hakim yang dikutip media. Saya sendiri tidak terlalu yakin dasar pertimbangan putusan lepas hanya karena perkara copy paste. Sebab, di banyak kasus ITE, postingan hasil copy paste hanya akan menjadi dasar bagi hakim untuk meringankan vonis terdakwa. Bahkan di beberapa kasus, terdakwa yang meng-copy paste konten ilegal dianggap turut serta (medepleger) melakukan tindakan melawan hukum. Tentu dengan catatan pelaku utamanya (pleger) ada.

Dengan demikian, jangan pernah berasumsi apabila kita hanya meng-copy paste ujaran kebencian atau konten ilegal dari sumber lain, kita tidak bisa dipidana. Itu salah besar.

Pada kasusnya yang diputus lepas, Alfian Tanjung didakwa menggunakan UU ITE Pasal 28 ayat 2 yang isi pasalnya adalah “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).” Mari kita urai berdasarkan masing-masing unsur UU ITE Pasal 28 ayat 2 tersebut.

Alfian Tanjung adalah orang perseorangan sebagai subjek hukum dalam UU ITE Pasal 28 ayat 2. Tindakannya mengepos twit yang berada di dalam pengusaannya pribadi adalah contoh bentuk tindakan kesengajaan dengan sadar akan maksud (opzet als oogmerk). Mengunggah konten di Twitter yang bisa diakses terbuka oleh publik adalah bentuk perbuatan “menyebarkan”. Narasi dalam Twitter adalah contoh bentuk “informasi”.

Unsur penting dalam pasal ini ialah apakah narasi yang disebarkan oleh Alfian Tanjung ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)?

Unsur pokok tersebut biasanya dinilai berdasarkan pendapat ahli bahasa, ahli pidana, ahli sosial/komunikasi, dan ahli hukum ITE. Namun, jika dilihat menggunakan pemahaman gramatikal, mungkin semua sepakat bahwa twit Alfian Tanjung bisa saja menimbulkan kebencian terhadap kelompok masyarakat (partai berlogo banteng).

Namun… apakah ujaran kebencian tadi berdasarkan suku tertentu? Tidak. Berdasarkan agama tertentu? Jelas tidak. Berdasarkan ras? Tidak juga. Lalu berdasarkan golongan? Nah, ini dia kata kuncinya.

Apakah partai masuk dalam definisi “antargolongan”? Jika tidak salah ingat, merujuk pada sejarah pembentukan UU ITE Pasal 28 ayat 2, “antargolongan” mengacu pada KUHP Pasal 156 dengan konteks yang berbeda. Menurut R. Soesilo (beliau ahli yang menjadi rujukan penting para pakar pidana dalam mendefinisikan KUHP), “golongan” adalah “tiap-tiap bahagian dari penduduk Negara Indonesia, yang berbedaan dengan sesuatu atau beberapa bahagian dari penduduk itu lantaran bangsanya (ras), agamanya, tempat asalnya, keturunannya, kebangsaannya atau keadaan hukum negaranya.”

Jika merujuk pada definisi tersebut, partai tidak masuk kriteria “golongan” yang terkandung dalam kata SARA.

Iklan

Selesai? Belum.

Putusan MK Nomor 76/PUU-XV/2017 tanggal 29 Maret 2018 terkait gugatan ketidakjelasan rumusan frasa “antargolongan” dalam UU ITE Pasal 28 ayat 2 justru meluaskan makna “antargolongan” menjadi tidak hanya meliputi suku, agama, dan ras. Menurut putusan tersebut, istilah “antargolongan” bisa dipakai untuk menyebut semua entitas yang tidak terwakili atau terwadahi oleh istilah suku, agama, dan ras (lihat uraian pertimbangan 3.14.2). Nah, lho!

Menariknya, pemohon gugatan , yakni Habiburokhman (salah seorang pengurus DPP Partai Gerindra) dan Asma Dewi (tersangka UU ITE Pasal 28 ayat 2), mereferensikan kasus Alfian Tanjung sebagai dasar permohonannya.

Sudah selesai? Masih belum.

Apakah dengan adanya putusan MK tersebut berarti Alfian Tanjung yang diduga menyebarkan kebencian terhadap PDIP bisa dikenai UU ITE Pasla 28 ayat 2? Tidak juga. Sebab, perbuatan Alfian Tanjung di Twitter terjadi pada 23 Januari 2017 atau sebelum putusan MK diketok.

Lalu, jika kasus ini diajukan kembali di tingkat kasasi, apakah bakal tetap dimenangkan Alfian Tanjung?

Kalau ini mah kewenangan penuh ada pada hakim kasasi. Bisa saja hakim memutus bersalah dengan membuat dasar pertimbangan lain yang tidak kita ketahui.

Terakhir diperbarui pada 4 Juni 2018 oleh

Tags: Alfian TanjungantargolonganbebaskasasilepaspdipPKIsaraujaran kebecianUU ITEvonis
Teguh Arifiyadi

Teguh Arifiyadi

Artikel Terkait

PKI dan Politik Ingatan: Dari Demonisasi hingga Penghapusan Sejarah
Video

PKI dan Politik Ingatan: Dari Demonisasi hingga Penghapusan Sejarah

27 September 2025
Pakar UGM nilai, ikap Megawati atas retret: menjaga kewibawaan PDIP MOJOK.CO
Aktual

Ketundukan Kepala Daerah pada Megawati: Marwah PDIP hingga Efek Retret yang Belum Tampak Hasilnya

22 Februari 2025
Hasto Wardoyo pilih urus sampah di Kota Jogja di tengah ketidakpastian instruksi retret Megawati untuk kader PDIP MOJOK.CO
Aktual

Urus 1.600 Ton Sampah Kota Jogja di Tengah “Drama”

21 Februari 2025
Menanti keputusan Megawati yang belum pasti di DPD PDIP Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) MOJOK.CO
Aktual

Suasana Serba Tak Pasti di Kantor DPD PDIP DIY Menanti Kepastian Megawati

21 Februari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.