MOJOK.CO – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan penambangan batu andesit di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, penuh masalah dan melanggar hak asasi manusia (HAM). Warga Wadas pun ingin bicara dari hati ke hati dengan Presiden Joko Widodo.
Hal itu mengemuka dalam diskusi dan pernyataan sikap PP Muhammadiyah di Yogyakarta, Senin (25/4). Acara ini merupakan hasil kajian mendalam PP Muhammadiyah melalui Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) dan Majelis Hukum dan HAM (MHH) PP Muhammadiyah bersama tim peneliti Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang melakukan observasi, diskusi, hingga kajian fikih lingkungan atas penambangan di Wadas.
Penambangan batu andesit tersebut digunakan untuk menyuplai bahan baku Bendungan Bener di Purworejo. Namun, dalam prosesnya, terjadi kekerasan oleh aparat seperti terjadi pada 23 April 2021 dan 8 -9 Februari 2022
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM dan Kebijakan Publik Busyro Muqoddas menyatakan kasus Wadas sebagai bentuk konkret pengingkaran kedaulatan rakyat yang diamanatkan UUD 1945.
“Di kasus ini rakyat dihinakan dan dinistakan hak dasarnya. Kasus ini juga bentuk peracunan terhadap demokrasi dan penyimpangan terhadap Pancasila,” ujar mantan Ketua KPK ini.
Menurutnya, selama ini rakyat sudah melakukan partisipasi politik secara maksimal. Namun setelah itu, rakyat justru dijadikan sapi perah melalui eksploitasi sumber daya alam. “Oligarki politik semakin dikangkangi oligarki bisnis. Inilah bentuk terorisme dan radikalisme politik,” katanya.
Untuk itu, PP Muhammadiyah melakukan kajian dan menyusun policy brief 83 halaman soal Wadas yang akan disampaikan ke Presiden Jokowi.
“Kita dorong pemerintahan Jokowi agar mau membuka mata hatinya agar kasus Wadas betul-betul dibuka terang benderang. Bila perlu dibuat pemberhentian sementara sampai seterang-terangnya. Ini bisa ditindaklanjuti bila prosesnya penuh kejujuran, siapa yang sesungguhnya diuntungkan, pengusaha atau siapa,” tuturnya.
Dalam pembacaan pernyataan sikap, Ketua Tim Kajian Wadas UMY-PP Muhammadiyah David Effendy menyebut penambangan Wadas penuh problem hukum dan pelanggaran HAM.
“Desa Wadas merupakan salah satu titik Proyek Strategis Nasional (PSN) yang ambisius tanpa membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sehingga mengakibatkan krisis sosio-ekologis, yaitu buruknya keamanan lingkungan hidup yang berakibat pada bencana ekologis yang diperkuat dengan melemahnya moral politik dan ekonomi,” ucapnya.
Selain itu, ada potensi kerugian negara dalam PSN lantaran pembangunan tersebut belum jelas hasilnya, namun justru mengorbankan kepentingan rakyat lokasi proyek.
“Kasus tambang Wadas ini bisa dibaca sebagai konflik struktural antara kekuasaan negara-pasar dan solidaritas kewargaan masyarakat sipil. Belum lagi kekuatan buzzer bekerja non-stop dalam usaha untuk memutarbalikkan fakta,” katanya.
PP Muhammadiyah pun meminta pemerintah mengambil sejumlah langkah. Antara lain memberikan sanksi kepada oknum aparat yang diduga melakukan kekerasan; hingga menindaklanjuti temuan-temuan lapangan oleh lembaga seperti Komnas HAM dan Ombudsman RI di Wadas.
PP Muhammadiyah juga meminta pemerintah untuk membuka akses informasi dan menjelaskan soal izin PSN bukan hanya untuk proyek Wadas dan Waduk Bener.
“Kami meminta pemerintah pusat dan daerah untuk memitigasi secara serius, akuntabel, transparan, independen, dan profesional terkait dampak degradasi kualitas lingkungan hidup dan potensi kebencanaan akibat di seluruh Indonesia,” katanya.
Menyangkut proyek tambang di desanya, Umam, salah satu warga Wadas yang hadir di diskusi ini, punya keinginan untuk bertemu Presiden Jokowi yang berencana akan berlebaran di Yogyakarta. “Yang jelas tidak minta sepeda,” selorohnya.
“Kalau kami diberi kesempatan, kami pengen ngopi bareng, bicara dari hati ke hati sebagai orang yang hidup di muka bumi yang perlu oksigen, tumbuhan, dan hewan—sebagai manusia yang tidak lepas dari alamnya. Kami hanya ingin Wadas lestari dan utuh—tidak lebih. Kami mohon agar penambangan di Wadas tidak dilanjutkan lagi.”
Reporter: Arif Hernawan
Editor: Purnawan Setyo Adi