Perkenalkan saya adalah anak seorang petani tomat di bawah kaki gunung. Sebagai seorang petani di desa, tentunya biaya hidup sehari-hari kami berasal dari hasil tani. Bahkan biaya sekolah sampai sarjana pun berasal dari sana.
Bapak bukan seorang petani dengan sawah puluhan hektar, beliau hanya punya sawah beberapa petak dan sisanya hasil menyewa dengan pemilik sawah lainnya. Setiap tahun bapak tidak pernah absen untuk menanam tomat. Padahal sudah tahu bahwa harga tomat tidaklah seberapa, paling untung perkilo terjual dengan harga 6 ribu rupiah. Kalau buntung bisa hanya 500-700 rupiah.
Kebetulan untuk tahun ini kami sedang apes-apesnya, karena harga tomat kembali anjlok. Padahal tanaman tomat yang bapak tanam kali ini sangat lebat dan buahnya merah merona.
Sudah 5 kali panen namun harganya masih saja tetap di antara 700-1.000 rupiah, padahal biaya perawatan pupuk dan obat-obat hama sangatlah mahal. Belum lagi untuk membayar pekerja, ditambah para pengepul yang sering ngaret kalau disuruh membayar.
Hidup keluarga bergantung sebagai petani tomat
Terus kami sebagai keluarga yang biaya hidup tergantung pada hasil tomat tersebut bagaimana? Memang sih rejeki tidak kemana, tapi kalau keadaan seperti ini lama-lama bukan hanya bapak yang pensiun sebagai petani, tapi petani seluruh Indonesia pun sepertinya akan mengundurkan diri.
Belum lagi akhir-akhir ini terdengar kabar bahwa salah satu cawapres berjanji jika terpilih akan menurunkan harga bahan pokok, lalu bagaimana kabar para petani? Petani juga masyarakat Indonesia yang ingin hidupnya juga sejahtera loh. Setidaknya kalau ingin membuat kebijakan seperti itu, semua aspek harus diperhatikan terlebih dahulu, jangan sampai ada yang menderita di bawah kesenangan orang lain.
Kalau keadaan dunia pertanian semakin memburuk di tahun-tahun berikutnya saya yakin tidak akan ada generasi baru yang akan menjadi petani. Kemudian semua orang tentunya akan kelabakan karena bingung tidak menemukan bahan pangan. Mau import dari luar negeri? Memang masyarakat mau membayar lebih mahal? Tomat harga 3 ribu rupiah perkilo saja masih ditawar jadi seribu. Jadi, bagaimana?
Gahpria Laily Zamzam Sumber Wringin, Bondowoso gahpriazam@gmail.com
BACA JUGA Curhat Petani Kopi dari Lampung: Sedih, Indonesia Terancam Keluar dari Zona Liga Champions Kopi dan keluh kesah lain dari pembaca Mojok di UNEG-UNEG
Keluh kesah dan tanggapan Uneg-uneg bisa dikirim di sini