MOJOK.CO – Sebanyak 23 narapidana korupsi menerima program pembebasan bersyarat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengomentari, tidak seharusnya napi yang terjerat tindak pidana korupsi menerima program tersebut.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menjelaskan, pembinaan pelaku korupsi pasca putusan pengadilan memang menjadi kewenangan dan kebijakan Kemenkumham. Akan tetapi, perlakuan khusus terhadap para koruptor dapat mencederai semangat penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia.
“Korupsi di Indonesia yang telah diklasifikasikan sebagai extraordinary crime, sepatutnya juga ditangani dengan cara-cara yang ekstra,” jelas Ali, Rabu (7/9/2022).
Idealnya penegakan hukum dapat menimbulkan efek jera pada narapidana. Termasuk, dalam pelaksanaan pembinaan di lembaga pemasyarakatan atau lapas. Akan tetapi, program pembebasan bersyarat yang diterima para koruptor malah menimbulkan efek sebaliknya.
Ali menambahkan, KPK melalui kewenangan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi juga memiliki kebijakan untuk memberikan efek jera bagi para koruptor. Efek jera itu bisa ditimbulkan melalui pidana pokok penjara badan maupun pidana tambahan, misalnya, pencabutan hak politik ataupun merampas asetnya untuk memulihkan kerugian negara.
Hingga Agustus 2022, KPK telah merampas aset atau asset recovery dari penanganan tindak pidana korupsi sebesar Rp303,89 miliar. Asset recovery itu berasal dari denda, uang pengganti, rampasan, penetapan status penggunaan putusan inkrah tindak pidana korupsi. Oleh karenanya, KPK akan terus mendorong pengesahan RUU Perampasan Aset untuk memaksimalkan asset recovery dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi.
Daftar 23 narapidana korupsi penerima pembebasan bersyarat
Pada 6 September 2022, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI menerbitkan SK pembebasan bersyarat. Narapidana korupsi yang menerimanya langsung dikeluarkan.
Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Rika Aprianti melalui keterangan tertulisnya menyebutkan, ada 23 nama narapidana korupsi yang memperoleh pembebasan bersyarat, yaitu:
1. Ratu Atut Chosiyah
2. Desi Aryani
3. Pinangki Sirna Malasari
4. Mirawati.
5. Syahrul Raja Sampurnajaya
6. Setyabudi Tejocahyono
7. Sugiharto
8. Andri Tristianto Sutrisna
9. Budi Susanto
10. Danis Hatmaji
11. Patrialis Akbar
12. Edy Nasution
13. Irvan Rivano Muchtar
14. Ojang Sohandi.
15. Tubagus Cepy Septhiady
16. Zumi Zola Zulkifli
17. Andi Taufan Tiro
18. Arif Budiraharja
19. Supendi
20. Suryadharma Ali
21. Tubagus Chaeri Wardana Chasan
22. Anang Sugiana Sudihardjo
23. Amir Mirza Hutagalung.
Ia menjelaskan, dasar pemberian pembebasan bersyarat kepada narapidana korupsi mengacu pada pasal 10 Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Pasal itu menyebutkan, narapidana yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa terkecuali juga berhak atas remisi, asimilasi, cuti mengunjungi atau dikunjungi keluarga, cuti bersyarat, cuti menjelang bebas, pembebasan bersyarat dan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Persyaratan tertentu yang dimaksud adalah berkelakukan baik, aktif mengikuti program pembinaan, dan telah menunjukkan penurunan tingkat risiko.
Adapun narapidana yang bisa menerima pembebasan bersyarat juga harus menjalani setidaknya dua per tiga masa pidana, paling singkat sembilan bulan. Terakhir, narapidana memenuhi syarat administratif dan substantif untuk diberikan hak pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas.
Asal tahu saja, sejak awal tahun hingga bulan September ini, Ditjenpas Kemenkumham telah menerbitkan 58.054 SK pembebasan bersyarat, cuti bersyarat dan cuti menjelang bebas bagi narapidana untuk semua kasus tindak pidana di Tanah Air. Di bulan September 2022 saja, jumlahnya mencapai 1.368 narapidana untuk semua kasus tindak pidana dari seluruh Indonesia.
Sumber: Antara
Penulis: Kenia Intan