Semakin banyaknya jumlah anak dengan nama yang kebarat-baratan agaknya mengundang keprihatinan tersendiri bagi para pegiat budaya lokal.
Nama-nama anak yang punya identitas lokal semakin susah ditemukan. Yang ada justru nama-nama yang identik dengan nama-nama khas luar negeri.
Seperti diketahui, jaman sekarang, di Indonesia memang banyak orangtua yang sok-sokan memberi nama kebarat-baratan kepada anaknya. Mereka seakan malu dengan nama khas daerah sendiri dan lebih pede dengan nama yang “ngeropah”.
Keprihatinan inilah yang kemudian menginisiasi DPRD Karanganyar untuk menyusun Raperda pelestarian budaya lokal.
“Kami memandang perlu membahas raperda inisiatif yang salah satunya terkait pelestarian budaya lokal,” kata Ketua DPRD Karanganyar Sumanto.
Nantinya, Raperda pelestarian budaya lokal ini salah satunya akan mengatur perihal pemberian nama anak.
“Fenomena yang ada saat ini, banyak orang tua yang memberikan nama ke anaknya mengandung budaya barat. Padahal, di dalam budaya Jawa itu banyak sekali nama yang layak, seperti di tokoh pewayangan. Jadi tak harus memberikan nama ke anaknya dengan pengaruh budaya barat. Ini bagian melestarikan budaya Jawa,” jelas Sumanto.
Entah ini kabar baik atau kabar buruk bagi setiap orangtua di Karanganyar, tapi yang jelas, jika Raperda ini kelak benar-benar diteken, maka nama-nama “ngeropah” seperti Tasya, Keisya, atau Tamasya tentu akan berkurang dan kembali pada nama Sekar, Tyas, atau Ningrum.
Oleh banyak orang yang peduli dengan budaya lokal, Raperda ini diharapkan bisa menjadi percontohan bagi banyak daerah lain di Indonesia.
Melalui Raperda ini, nama-nama lokal diharapkan kembali berjaya dan tidak kalah oleh nama-nama luar negeri.
Jangan sampai seperti film One Fine Day, yang film-nya film Indonesia, tapi nama-nama pemerannya blas nggak ngindonesia: Michelle Ziudith, Jefri Nichol, Maxime Bouttier, Amanda Rawles.
Untung nama sutradaranya Asep Kusdinar. Sebab kalau nggak, mungkin orang-orang bakal nggak tahu kalau film ini film Indonesia.