Publik Marah Besar Atas Pemotongan Hukuman Jaksa Pinangki dari 10 Menjadi Hanya 4 Tahun Penjara

jaksa pinangki

MOJOK.CONetizen marah setelah Jaksa Pinangki mendapatkan pemotongan hukuman dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.

Tentu banyak orang sudah mafhum dan sudah terbiasa dengan kebobrokan sistem hukum di Indonesia. Namun pemotongan hukuman terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun menjadi hanya 4 tahun adalah level kebobrokan yang berbeda.

Jaksa (yang kini sudah tak lagi jadi jaksa) yang menjadi terpidana kasus pencucian uang dan pemufakatan jahat terkait penanganan perkara terpidana korupsi hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra itu mendapatkan potongan hukuman dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Senin, 14 Juni 2021 lalu.

Pinangki, yang terbukti menerima uang suap sebesar 500.000 US$ Djoko Candra sebelumnya divonis dengan hukuman 10 tahun penjara. Ia pun kemudian mengajukan banding. Permohonan banding itu diterima hingga akhirnya vonis untuknya menjadi hanya 4 tahun dan denda sebesar 600 juta rupiah.

Dalam putusannya, majelis hakim banding menyatakan bahwa keputusan pemotongan hukuman tersebut diambil berdasarkan beberapa pertimbangan, di antaranya adalah Pinangki mengaku bersalah dan mengatakan menyesali perbuatannya serta telah mengiklaskan dipecat dari profesinya sebagai Jaksa. Di luar itu, alasan lain yang kemudian mendapatkan komentar miring dari masyarakat adalah status Pinangki yang seorang wanita.

“Terdakwa sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan dan diperlakukan secara adil.”

Tak pelak, pemotongan hukuman tersebut menyulut kemarahan besar dari masyarakat utamanya para pegiat antikorupsi.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai hukuman untuk Pinangki seharusnya justru diperberat karena statusnya sebagai aparat penegak hukum, bukannya malah dipangkas.

“Penegak hukum kita terlalu gegabah melihat tindak pidana yang dilakukan oleh seorang penegak hukum. Harusnya hukuman diperberat, bukan dipotong jadi empat tahun,” ujar Fickar kepada CNN Indonesia.

Fickar juga mengatakan bahwa status terdakwa yang seorang wanita dan mempunyai anak tidak bisa jadi alasan untuk meringankan hukuman.

“Bahwa tiap orang punya keluarga, punya anak wajar saja, nggak bisa jadi alasan meringankan. Siapa pun begitu. Tapi Itu penegak hukum yang punya kewenangan, kalaupun dia berbuat kejahatan itu harus jadi faktor memberatkan.”

Hal yang senada juga diungkapkan oleh peneliti ICW, Kurnia Ramadhana. Kurnia mengatakan bahwa hukuman untuk Pinangki seharusnya malah 20 tahun.

“ICW menilai putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari sudah benar-benar keterlaluan. Betapa tidak, Pinangki semestinya dihukum lebih berat, 20 tahun atau seumur hidup, bukan justru dipangkas dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara,” terang Kurnia kepada Detik. “saat melakukan kejahatan Pinangki menyandang status Jaksa yang notabene merupakan penegak hukum. Ini harusnya merupakan alasan utama pemberat hukuman. Selain itu, Pinangki melakukan tiga kejahatan sekaligus, yakni: korupsi suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat.”

Lebih lanjut, Kurnia mengatakan bahwa pemotongan hukuman tersebut benar-benar telah merusak akal sehat.

“Putusan banding Pinangki telah merusak akal sehat publik,” ujarnya.

Sementara itu, di media sosial, ribuan netizen menumpahkan kekesalannya atas keputusan pemotongan masa hukuman Pinangki.

Aneka hujatan dan aneka sumpah serapah baik kepada pemerintah, kepada pengadilan, maupun kepada Pinangki sendiri terus bermunculan. Kata kunci “Pinangki” bahkan menjadi trending topic nomor 1 di Twitter selama beberapa waktu.

BACA JUGA Yang Menyebalkan dari Jilbab Jaksa Pinangki dan artikel KILAS lainnya. 

Exit mobile version