MOJOK.CO – Sebuah artikel yang menyatakan prediksi corona di Indonesia bakal berakhir 3 Juni disorot. Banyak yang skeptis, tidak sedikit yang bilang “amin”.
Pandemi corona berakhir seperti sebuah mimpi di siang bolong yang jika dipikirkan makin too good to be true. Awal pandemi ini masuk ke Indonesia, banyak masyarakat ketakutan dan tidak membayangkan bagaimana hidup jika terus-terusan menjaga jarak sosial. Perekonomian lesu, sektor pendidikan jadi acak-acakan, dan kesehatan mental orang-orang mulai oleng.
Sebuah artikel dari CNN mulai kemarin jadi perbincangan banyak orang. Artikel tersebut terbit pada 26 April 2020, saat masyarakat masih terjebak di tengah gelombang shock karena covid-19 rasanya lebih menyerupai zombie apocalypse ketimbang virus yang menyerang paru-paru. Klaim dalam artikel menyatakan bahwa ada sebuah prediksi pandemi corona bakal berakhir 3 Juni 2020. Iya, 2020.
Pandemi Corona di Indonesia Diprediksi Berakhir 3 Juni https://t.co/9nYvlRd9nb
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) April 26, 2020
Setahun kemudian, banyak yang mengira prediksi tersebut berakhir 3 Juni 2021 dan itu adalah hari ini (saat artikel ini ditulis). Terlepas dari prediksi corona berakhir yang meleset banget, kenyataannya masih banyak netizen yang berujar “amin” di kolom komentar, berharap keajaiban benar-benar datang hari ini. Dan, pada 3 Juni sama sekali tidak ada penambahan kasus. Duh, namanya juga berharap.
Prediksi semacam ini hanya serupa ramalan zodiak di majalah yang penulisnya ngarang dalam mengisi peruntungan. Bukannya prediksi tersebut sama sekali tanpa riset, tapi, antara kesimpulan dari prediksi dan apa yang terjadi hampir tidak bisa dilogikakan lagi. Prediksi semacam ini tidak hanya satu, banyak ilmuwan yang juga membuat hitung-hitungan “ilmiah” dan meramalkan kapan corona berakhir. Agaknya umat manusia memang punya rasa ingin tahu tinggi, lebih tinggi dari mematuhi protokol kesehatan dan mengerahkan upaya untuk menghentikannya.
Prediksi corona berakhir 3 Juni ini dilakukan oleh Universitas Teknologi dan Desain Singapura (SUTD). Memang terdengar menjanjikan, tapi kenyataannya cukup bikin kecewa. Ada berbagai alasan mengapa prediksi macam ini kebanyakan gagal.
Pertama, hitungan ilmiah nan saintifik penuh dengan ketepatan angka, sayangnya metode ini mengabaikan realitas yang benar-benar terjadi. Ilmuwan dan ahli bisa jadi bilang pandemi corona berakhir sebentar lagi. Tapi, jika manusianya malah pesta-pesta, mandi di sungai bersama, sengaja bertukar droplets, dan menciptakan kerumunan besar, tentu saja prediksi tersebut bakal jadi isapan jempol. Walau matematika adalah ilmu pasti, tapi ketidakpastian selalu menyertai.
Kedua, prediksi berakhirnya corona lebih banyak dibuat agar umat manusia tidak putus harapan. Setidaknya ada yang melegakan walau itu hanya sebuah “ramalan”. Jika dari awal pandemi kita dicekoki kenyataan bahwa penyebaran virus ini tidak akan berakhir, mungkin tidak akan ada yang bertahan. Hasilnya protokol kesehatan makin disepelekan, karena kita tahu, abai atau tidak corona bakal tetap ada. Nah, pemikiran sesat macam ini yang perlu dicegah.
Ketiga, i love the way you lie. Kalimat tersebut bukan hanya ungkapan dalam lagu Rihanna ft. Eminem, tapi juga sebuah sikap. Manusia senang dibohongi dengan angan-angan yang sepertinya indah. Walau sudah tahu itu kebohongan, ya sudah lah, pokoknya anggap saja itu harapan. Pandemi corona berakhir 3 Juni? Baiklah kita amini saja daripada tidak sama sekali. Mungkin maksudnya 3 Juni dua tahun ke depan, kan nggak ada yang tahu.
Ada atau tidak ada prediksi corona berakhir, sebenarnya angka Covid-19 tetap akan naik. Kita tidak butuh “ramalan” semacam ini untuk diseriusi, melainkan untuk penyemangat bahwa dari hitungan saintifik, masih ada nasib baik yang berpihak. Selebihnya, prediksi tetaplah tebak-tebakan buah manggis yang bisa benar dan bisa salah.
BACA JUGA Mereka yang Masih Jadi Langganan “Olok-Olokan” Setelah Satu Tahun Corona Masuk Indonesia dan artikel KILAS lainnya.