Polisi Siap Antisipasi Aktivitas Unjuk Rasa Pasca Disahkannya Omnibus Law Cipta Kerja

omnibus law

MOJOK.COPolisi tak akan memberikan izin terhadap aktivitas unjuk rasa besar-besaran terkait disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Pada Senin, 5 Oktober 2020 kemarin, Omnibus Law RUU Cipta Kerja secara resmi sudah disahkan oleh DPR dan Pemerintah menjadi undang-undang. Pengesahan UU yang dianggap bermasalah oleh para pekerja utamanya menyangkut sistem kerja tersebut tentu saja mengundang reaksi keras dari berbagai serikat buruh dan pekerja.

Kolektif serikat pekerja bahkan berencana akan menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran pada 6-8 Oktober 2020 sebagai bentuk penolakan terhadap UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan.

Kendati demikian, aksi unjuk rasa besar-besar tersebut tampaknya urung dilaksanakan. Pasalnya, sejak awal, pihak kepolisian sudah mengatur banyak sekali antisipasi terhadap rencana unjuk rasa terkait penolakan UU Cipta Kerja. Hal tersebut sesuai dengan surat telegram Kepala Kepolisian RI Jenderal Idham Azis terkait antisipasi aksi unjuk rasa dan mogok nasional oleh para buruh terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Dalam surat telegram tersebut, Kapolri meminta kepada seluruh kapolda beserta segenap jajarannya untuk mengantisipasi segala bentuk aksi unjuk rasa terkait UU Cipta Kerja.

Dalam surat telegram tersebut, seluruh jajaran kepolisian di wilayah dilarang untuk memberikan izin aksi unjuk rasa dan kegiatan yang menimbulkan keramaian massa lainnya.

“Polri tidak akan pernah mengeluarkan izin untuk melaksanakan kegiatan demo,” terang Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, “Masa sekarang ini PSBB, COVID-19 di Jakarta ini cukup tinggi, 1.000 sehari. Kita mengharapkan tidak usah turun. Tidak usah berkumpul ramai dan mari kita taati aturan peraturan kesehatan yang ada. Salah satunya adalah menghindari kerumunan karena ini bisa membuat klaster baru lagi nantinya.”

Tak hanya itu, Kapolri juga meminta agar jajaran kepolisian di daerah melakukan pemetaan di perusahaan-perusahaan termasuk melakukan patroli siber untuk menghalau provokasi dan narasi utamanya yang mengarah pada aksi unjuk rasa pasca disahkannya UU Cipta Kerja.

“Polri sesuai dengan tugas pokoknya, melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, dan selaku penegak hukum, tentunya punya kepentingan terkait dengan merebaknya informasi demo besar-besaran pada 6-8 Oktober,” terang Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Awi Setiyono seperti dikutip dari Tempo.

Tindakan antisipasi langsung terhadap aksi unjuk rasa ini sudah dilakukan oleh kepolisian sejak tanggal 5 Oktober lalu. Polisi memblokasi para buruh yang akan berunjuk rasa di gedung DPR. Sampai hari ini, polisi masih terus disiagakan utamanya di berbagai titik-titik rawan untuk menghalau massa yang nekat datang untuk berunjuk rasa.

Di negara ini, di masa sekarang ini, aktivitas berkumpul memang sangat dilematis. Orang-orang dilarang berkumpul untuk berunjuk rasa. Namun anggota DPR, dengan segenap pengawalannya, tentu saja boleh berkumpul untuk mengesahkan RUU yang dipermasalahkan oleh banyak pihak itu.

Begitulah negara bekerja.

BACA JUGA Adil Membayangkan Indonesia tanpa Omnibus Law dan artikel KILAS lainya. 

Exit mobile version