Polemik Celeng di Kandang Banteng

Istilah celeng muncul usai Wakil Ketua DPC PDIP Purworejo deklarasi dukung Ganjar Pranowo

Internal PDIP kini Kembali menjadi sorotan. Setelah ramai statement Bambang Pacul yang bocor perkara teh botol beberapa waktu lalu—yang merujuk pada dukungan untuk Puan Maharani sebagai calon wakil presiden—kini polemik soal banteng vs celeng mengemuka di internal PDIP.

Hal ini bermula ketika Wakil Ketua DPC PDIP Kabupaten Purworejo, Albertus Sumbogo, beserta beberapa pengurus lainnya mendeklarasikan dukungan untuk Ganjar Pranowo sebagai capres 2024. Aksi ini kemudian diketahui oleh ketua DPD PDIP Jateng Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul. Bambang Pacul kemudian mengibaratkan sikap tersebut seperti celeng.

“Adagium di PDIP itu yang di luar barisan bukan banteng, itu namanya celeng. Jadi apa pun alasan itu yang deklarasi, kalau di luar barisan ya celeng,” tegasnya, seperti dikutip dari Detik.com.

Merespon hal itu para pendukung Ganjar tersebut kemudian membuat logo celeng. Logo ini dibuat oleh Eko Lephex, sekretaris Seknas Ganjar Indonesia (SGI) sekaligus kader PDIP. Polemik ini malah jadi makin memanas.

Pakar politik BRIN, Wasisto Raharjo Jati, melihat polemik ini jadi semacam  pertarungan simbol. Artinya celeng merupakan simbol hewan liar yang susah diatur. Ini semacam personifikasi politik bagi Ganjar dan pendukungnya. Sedangkan banteng itu sendiri merujuk pada Jateng sebagai basis pendukung PDIP sehingga kalau digabungkan seperti ada semacam ketidakloyalan yang ada dalam daerah basis. Ia menilai polemik ini sebetulnya bukan berarti memperuncing konflik antara pendukung Ganjar dan Puan Maharani. Karena kondisi ini disebutnya fluktualtif.

“Nah aku pikir narasi yang dibangun itu adalah narasi populis melawan narasi aristokratis. Jadi Ganjar itu mewakili akar rumput sementara Puan mewakili kalangan elite. Kalau kita lihat dari berbagai macam statement maupun opini publik itu belum ada benang merahnya. Jadi ada masa dimana isu ini sangat kencang dan ada masa kendur karena semua itu kan diframing oleh persepsi media yang kemudian membuat internal ikutan panas juga,” ungkap Wasis saat berbincang dengan Mojok via telepon, Rabu (13/10).

Wasis menilai pertentangan akan semakin kencang dan panas jelang tahun politik. Untuk memenangkan internal PDIP Ganjar disebutnya harus dapat back up atau dukungan dari elite lain. Karena jika hanya mengandalkan relawan tanpa mendekati elite PDIP kondisinya akan sulit. Sedangkan untuk Puan sendiri kalau mau mendeklarasikan sebagai capres ia harus bisa menjangkau suara akar rumput. Apalagi Jateng adalah kandang banteng.

“Di sini yang menjadi poin menariknya adalah Ganjar itu populer di akar rumput tapi tidak populer di tingkat elite tapi kalau Puan populer di tingkat elite tapi tidak populer di basis pemilih,” ucapnya

Munculnya relawan-relawan Ganjar menurut pandangan Wasis adalah bagian dari upaya nelikung proses kandidasi yang biasanya dilakukan oleh partai. Artinya dengan memanfaatkan relawan, citra yang ingin disampaikan adalah Ganjar sudah populer di mata pemilih atau sudah punya investasi suara. Istilahnya nanti tinggal diformalkan sebagai nominasi. Jadi relawan itu sebagai bentuk by passing terhadap jalur nominasi kepartaian.

“Munculnya relawan ini bagian dari cara lobi-lobi politik. Kalau yang kita lihat sekarang ini kan partai itu cenderung lemah dibandingkan dengan kandidat. Bahasa akademiknya adalah efek ekor jas. Popularitas partai itu terkatrol karena popularitas kandidat. Dengan demikian sebenarnya Ganjar ada di atas angin. Karena di berbagai survei Ganjar ini populer dibandingkan Puan. Nah disinilah kemudian munculnya relawan ini sebagai bagian dari lobi politik ke internal. Mau tetap mencalonkan calon yang tidak populer dengan resiko kehilangan basis suara yang banyak atau mencalonkan calon populer dengan jaminan 2024 masih bisa eksis di kekuasaan,”

Wasis melihat internal PDIP terbelah antara mereka yang mendukung Puan sebagai representasi aristokrasi Soekarno atau mereka mendukung Ganjar sebagai simbol yang berasal dari akar rumput. Narasinya sama-sama kuat. Ke depan diprediksi akan berdampak bola salju ke daerah-daerah basis PDIP lainnya seperti Bali atau Sulawesi Utara.

“Istilah celeng in ikan sebetulnya istilah yang peyoratif. Narasi celeng dan banteng ini tentu ke depan semakin kencang terutama di internal PDIP karena yang kita tangkap di internal PDIP level DPP hingga PAC agak dilema apakah mendukung Ganjar atau Puan. Masih agak hati-hati. Karena PDIP ini kan partai yang sifatnya komando, keputusan dipegang oleh Ketum jadi agak berhati-hati pula dalam melontarkan keberpihakan ini karena ancamannya pemecatan,” pungkasnya.

BACA JUGA Biennale Jogja XVI: Melihat Lebih Dekat Diaspora di Kawasan Oseania di Rubrik KILAS.

Exit mobile version