Pro Kontra Selebrasi Sempro, Sepenting Itukah hingga Harus Dirayakan?

sempro mojok.co

Ilustrasi bunga (Photo by OhTilly on Unsplash)

MOJOK.COKelulusan adalah impian dari para mahasiswa. Namun, untuk bisa ke sana, mahasiswa mesti melewati banyak tahapan. Mulai dari seminar proposal (sempro), sidang, yudisium, sampai akhirnya wisuda. Tapi tahu nggak kamu kalau sekarang ada tren merayakan sempro di kalangan mahasiswa. 

Tahapan untuk menuju kelulusan tidak mudah begitu saja. Makanya ketika satu tahap sudah terlewati, beberapa mahasiswa melakukan perayaan. Salah satunya saat memasuki tahap seminar proposal. Jika lolos maka akan ada selebrasi.

Selebrasi tersebut umumnya berbentuk kehadiran dari orang-orang terdekat yang membawa sebuket bunga atau hadiah lainnya Kemudian, foto-foto pasca-sempro akan serentak naik ke Instagram dengan ucapan-ucapan selamat.

Kendati demikian, ternyata tanggapan para mahasiswa atas selebrasi ini pun beragam. Ada yang senang-senang saja, tetapi ada juga yang kurang setuju.

Karangan bunga ‘Semprotulation’ sebagai bentuk apresiasi

Karangan bunga bertuliskan “Semprotulation HI 2020” berdiri di sudut taman Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada. Dila, salah satu mahasiswi HI 2020, mengaku bahwa itu merupakan bentuk perayaan angkatannya karena sudah lulus sempro.

Baginya, perayaan sempro adalah sesuatu yang penting. Sebab, ini menandakan bahwa mahasiswa sudah setengah jalan menuju kelulusan. Ia melihat bahwa dirinya dan teman-teman sering merasa kesulitan saat mengerjakan seminar ini.

“Jadi karena sempro ini berat, maka kami merasa lulus sempro harus dirayakan,” menurut Dila.

Sebenarnya, karangan bunga tersebut adalah hasil iuran Dila dan teman-teman seangkatannya. Lagi-lagi, ini tujuannya untuk menghargai proses setiap orang. Dila menekankan, karangan bunga ini juga untuk orang-orang yang belum mendapat buket bunga atau apresiasi dari orang-orang sekitar. Setidaknya, dengan adanya karangan bunga, semua orang bisa mengapresiasi dirinya sendiri.

“Menurutku pribadi, kita harus menghargai setiap langkah kecil serta pencapaian kecil di hidup kita,” pungkasnya.

Baca halaman selanjutnya.

Perayaan sempro wujud nyata langgengnya budaya seremonial di Indonesia?

Perayaan sempro wujud nyata langgengnya budaya seremonial di Indonesia?

Berbeda dengan Dila, Fariz, merasa bahwa perayaan ini sangatlah sia-sia. Ia sering dapat undangan ke momen sempro teman-temannya. Sebenarnya ingin menolak, tetapi ia merasa sungkan. “Aku sering dapat pesan secara pribadi agar datang, bahkan sampai ada yang minta diucapin di story,” ujarnya.

Fariz memiliki beberapa alasan yang membuatnya tidak menyukai perayaan sempro. Pertama, ia mengkritik substansi riset yang belum tentu bermanfaat dan baik secara metodologi. Bahkan, Fariz pernah menemui orang yang proposal sempronya hanya memakai lima sitasi.

“Dosen aja meloloskan riset seperti itu. Maksudku, kenapa harus dirayakan padahal risetnya nggak niat kaya gitu?” ungkapnya kesal.

Fariz menekankan, masih banyak kemungkinan yang terjadi setelah sempro. Ini barulah tahap awal, bukan sebuah kemenangan besar. Menyinggung tulisan Geertz dalam Negara Teater, Fariz mengaku cukup risih dengan budaya seremonial di Indonesia. Menurutnya, pejabat di Indonesia sedikit-sedikit membuat perayaan, sedikit-sedikit sambutan. Sayangnya, mahasiswa juga melakukan hal itu.

“Sempro itu masih tahap awal banget, bahkan masih ada kemungkinan untuk kena drop out,” pungkas Fariz.

Masih banyak babak yang harus dilewati, jangan senang dulu

Adam mengamini pernyataan Fariz, salah satu mahasiswa di Semarang angkatan 2018. Sudah hampir setengah tahun sejak ia sempro, tetapi ternyata ada beberapa pekerjaan yang membuat pekerjaan skripsinya tertunda. Sama seperti Fariz, menurutnya, masih banyak babak setelah sempro.

“Kadang, beberapa kasus harus sempro ulang karena ternyata ekspektasi lapangan nggak sesuai dengan teorinya. Jadi, harus mulai skripsi dari awal dan seminar proposal lagi,” pungkas Adam.

Adam sendiri hanya meminta dua teman untuk menemaninya. Itu pun karena ingin meminta saran terkait pemaparan proposalnya serta persiapan-persiapan teknis lain. Meski hanya mengabari dua orang, ia tidak tahu mengapa banyak yang datang dan membawa hadiah ke sempronya.

Terkait biaya yang dikeluarkan untuk hadiah teman-teman sempro, Adam hanya ikutan patungan dengan teman-temannya saja. Toh, menurut Adam, akhirnya hadiah yang dibawa kebanyakan dimakan bersama karena dibagi-bagi. Lain dengan Fariz, ia mengaku sudah habis cukup banyak untuk hadiah sempro teman-temannya.

“Dua minggu belakangan, kurang lebih aku harus mengeluarkan seratus ribu. Bagiku itu banyak sekali, apalagi untuk hal-hal tidak penting seperti sempro,” keluhnya.

Sebenarnya, Fariz pernah mencoba menolak undangan temannya yang sempro. Namun, teman tersebut menunjukkan kekecewaan dan seperti marah. Fariz merasa diperlakukan seperti orang yang telah membuat kesalahan sangat besar.

“Seakan-akan, kalau tidak datang ke sempronya, aku bukanlah teman yang baik,” tegasnya.

Penulis: Viola Nada Hafilda
Editor: Iradat Ungkai

BACA JUGA 4 Kafe di Jogja yang Menyisakan Nostalgia, Punya Banyak Cerita buat Pelanggannya

Exit mobile version