Buntut Pemaksaan Jilbab di Sekolah, Pemda DIY Minta Disdikpora Beri Sanksi Bila Terbukti Bersalah

pemaksaan jilbab mojok.co

Sekda DIY, Baskara Aji (yvesta putu/mojok.co)

MOJOK.COPemda DIY menegaskan sekolah-sekolah negeri di DIY dilarang melakukan pemaksanaan program yang tak sesuai dengan aturan. Hal ini menyusul munculnya kasus pemaksaan jilbab pada siswi oleh guru Bimbingan Konseling (BK) di SMAN 1 Banguntapan beberapa waktu lalu.

Meski sekolah mengklaim hanya memberikan tutorial pada siswi yang bersangkutan alih-alih memaksakan kebijakan baju keagamaan selama bersekolah, hal itu tetap saja tidak bisa dibenarkan. Pemahaman yang keliru akan aturan yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut  membuat pengelola bidang pendidikan melanggar aturan tersebut.

“Tidak boleh kemudian ada pemaksaan terhadap program-program sekolah kalau itu memang tidak sesuai dengan kondisi yang ada,” ungkap Sekda DIY, Baskara Aji, Selasa (02/08/2022).

Menurut Baskara Aji, yang juga ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) DIY, sejumlah aturan sudah ditetapkan terkait tata cara seragam di sekolah. Selain SKB 3 Menteri, Kemendikbud pun sudah mengeluarkan Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 tentang Seragam Sekolah sesuai dengan jenjang tingkat satuan pendidikan, termasuk tata cara penggunaan warna dan model.

Apalagi setiap anak memiliki beragam karakter dan kelebihan serta kekurangan masing-masing. Tidak semua siswa yang terima bila dipaksa melakukan tindakan sesuai keinginan guru dengan alasan menjadikan mereka lebih baik dengan mengenakan baju keagamaan.

Hal ini tidak sesuai dengan ruh pendidikan yang perlu ditanamkan pada peserta didik. Guru sebagai tenaga pendidik, khususnya di sekolah negeri seharusnya memfasilitas anak untuk berkembang alih-alih memaksakan kehendak. Mereka semestinya memberikan bimbingan pembelajaran yang sifatnya umum universal karena keberagaman dan kebhinekaan peserta didik di sekolah. Berbeda bila hal ini terjadi di sekolah berbasis agama yang menerapkan kebijakan sesuai aturan agama.

“Ya tentu kita prihatin dan perlu dilakukan sosialisasi dan pemahaman kembali terhadap para pengelola bidang pendidikan supaya tidak ada lagi pemaksaan-pemaksaan yang seperti itu,” tandasnya.

Karena itu Pemda DIY meminta Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (disdikpora) DIY untuk mengkaji kasus yang terjadi di SMAN 1 Banguntapan tersebut. Investigasi lebih dalam pun harus dilakukan untuk mengetahui siapa yang bersalah dalam kasus tersebut agar tidak terjadi persoalan yang sama di kemudian hari.

Bila ditemukan kesalahan di sekolah maka bisa saja diberikan sanksi. Bila dibutuhkan pun Disdikpora bisa meminta surat kepada Gubernur DIY untuk mengatur kebijakan sanksi tersebut.

“Kalau kemudian oleh disdikpora di dipandang perlu tim yang ada di pemda, ya tentu nanti pak kepala dinas dikpora akan bikin surat kepada pak gubernur. Kalau akan ada sanksi atau tidak, tentu sanksi atau tidak sanksi itu perlu ada kajian penelitian,” paparnya.

Secara terpisah Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY, Budi Masturi mengungkapkan akan memanggil tiga guru BK SMAN 1 Banguntapan yang disinyalir melakukan pemaksanaan penggunaan pada salah satu siswi mereka. Investigasi dilakukan untuk mengetahui kebenaran kasus tersebut, termasuk perundungan yang dilakukan pada siswi yang mengakibatkannya depresi.

“Kami sudah kirim surat ke sekolah untuk meminta guru BK hadir dan memberikan penjelasan di kantor ORI besok,” imbuhnya.

Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA SMA 1 Banguntapan Bantah Paksa Siswi Pakai Jilbab, Disdikpora Berikan Opsi Pindah Sekolah

 

Exit mobile version