Pasien ‘Suspect’ Virus Corona yang Meninggal di Semarang Sempat Dibungkus Plastik

corona

MOJOK.CO – Publik jadi waswas dengan kabar meninggalnya pasien “suspect” virus corona di Semarang. Apalagi jenazah sampai dibungkus plastik segala. Ada apa ini?

Meninggalnya seorang pasien “suspect” virus corona atau COVID-19 di RSUP dr. Kariadi, Semarang, pada 23 Februari 2020 sempat bikin geger Indonesia—terutama netizen. Soalnya, ada beberapa kesamaan antara pasien yang akhirnya meninggal di Semarang ini dengan penderita corona.

Seperti fakta kalau pasien ini meninggal dalam keadaan “suspect” virus corona, punya gejala seperti batuk, demam, flu, sesak nafas sampai dirawat di ruang isolasi, lalu jenazahnya sampai harus dibungkus plastik.

Apalagi yang bersangkutan sakit setelah 11 hari di Spanyol dan pulang ke Indonesia dengan transit di Dubai.

Meski begitu, Dokter Penanggung Jawab Pelayanan RSUP dr. Kariadi Semarang, Fathur Nur Kholis, membantah kalau pasien tersebut positif virus corona.

“Yang jelas bukan virus corona. Penyebab infeksi di paru-paru banyak sekali. Bisa virus, bakteri, jamur, atau makhluk hidup lain. Kasus yang kemarin meninggal bisa terjadi dengan sebab apapun. Termasuk bakteri. Ini bronkopneumonia, tingkat kematiannya memang tinggi,” kata Fathur Nur Kholis di Semarang.

Meski sudah dijelaskan begitu, kecurigaan tetap muncul karena bronkopneumonia ini memang punya kemiripan dengan gejala penderita virus corona. Sebab, pneumonia dan infeksi paru-paru akut memang jadi salah satu gejala yang dekat dengan gejala virus corona.

Mengenai isolasi yang dilakukan pasien tersebut, pihak RSUP dr. Kariadi menegaskan ini merupakan upaya pencegahan. Sebab, rekam jejak si pasien lebih dari satu minggu berada di luar negeri.

“Pasien laki-laki, usia 37 tahun. Dia riwayat perjalanan dari Spanyol transit Dubai. Masuk Indonesia tanggal 12 Februari, lalu 17 Februari dirawat di rumah sakit daerah kemudian tanggal 19 dirujuk dan masuk ke sini,” kata Agoes.

Masalahnya adalah, pada tanggal pasien ini ke luar negeri, ada satu kasus positif virus corona di Spanyol dan 11 kasus di Dubai. Tentu saja informasi ini berisiko bikin panik.

Apalagi WHO Internasional pernah mempertanyakan soal Indonesia yang bisa memiliki kasus nol untuk virus corona, padahal di Malaysia dan Australia sudah ditemukan beberapa kasus.

Soal ini, perwakilan WHO di Indonesia mengonfirmasi bahwa pemerintah Indonesia sudah memiliki sampel blueprint virus corona dari Cina, dengan menggunakan itu, pemerintah diklaim sudah menggunakannya sejak 1 Februari 2020.

Dengan “alat” itu pula Departemen Kesehatan sudah bisa menilai “suspect” corona di Indonesia belakangan ini negatif semua hasilnya. Alat ini pun diklaim mampu mengenali virus corona kurang dari 12 jam.

Mengenai alasan jenazah yang harus dibungkus plastik, pihak rumah sakit menyatakan karena hasil negatif si pasien baru keluar sehari setelah si pasien meninggal dunia dan akan dimakamkan. Sehingga dalam proses itu, belum diketahui secara pasti apa penyebab pasien meninggal.

“Pasien ini meninggal, perlakuan sama seperti positif. Begitu negatif, yang melakukan penanganan lega. Tidak harus ada yang dikhawatirkan. Pada saat meninggal karena laboratorium belum keluar maka tata kelolanya disebutkan bahwa tata kelolanya sesuai dengan (penyakit) new emerging,” kata dr. Agoes Poerwoko, Direktur Medik dan Keperawatan RSUP dr Kariadi Semarang.

Di sisi lain, mengenai kecurigaaan publik soal tertutupnya kasus ini, pemerintah juga membantah kalau dianggap menututup-tutupi kasus dugaan virus corona di Semarang.

“Itu memang negatif. Saya sudah kroscek di RS Kariadi. Kepala Dinas Kesehatan dan Direktur sudah menyampaikan data. Terus saya kroscek ke Pusat Litbang (Kemenkes) untuk penyakit infeksi. Direkturnya langsung. Dan sudah diberi list datanya tentang dia. Dan negatif,” kata Muhadjir Effendy, Menko PMK.

Mengenai kecurigaan soal penyakit pneumonia yang tidak diumbar ke publik, Muhadjir menegaskan kalau belum ada hasilnya pemerintah punya wewenang untuk merahasiakannya dulu.

“Ya memang itu kan rahasia. Itu kan ada kode etik. Kalau dia kena COVID-19 (corona) baru kita omongkan. Kalau tidak kan kita nggak bisa sebutkan dong,” tambahnya.

Berarti, alasan masyarakat di Indonesia ini belum kena virus corona apa dong ya? Sepertinya pemerintah perlu menemukan alasan itu, supaya kecurigaan-kecurigaan lanjutan tidak menimbulkan efek kepanikan yang bisa bikin koprol.

Masak iya cuma karena kita punya kebiasaan kemproh jadi antibodi masyarakat Indonesia terhadap virus itu kuat banget? (DAF)

BACA JUGA Ustad Abdul Somad Sebut Corona adalah Tentara Allah atau tulisan rubrik KILAS lainnya.

Exit mobile version