MOJOK.CO – Presiden ke-2 Republik Indonesia, Jenderal Soeharto punya julukan The Smiling General atau Jenderal yang Tersenyum. Namun, di balik itu, sosoknya juga dinilai sebagai orang yang pendendam. Dalam biografinya, Soeharto tak melupakan ‘dosa’ teman main masa kecilnya yang memanggilnya ‘den bagus tai mabul’.
Masa kecil Soeharto yang berkuasa menjadi Presiden Indonesia dari 1967-1998 ternyata jauh dari kata bahagia. Selain orang tuanya yang berpisah, ia harus menghadapi bullying atau perundungan dari teman-temannya.
Pembawa acara Jas Merah di YouTube Mojok, Muhidin M Dahlan menggambarkan masa kecil Soeharto yang harus menghadapi ganasnya dunia. Selain keluarga yang berantakan, Soeharto kecil atau saat usianya 8 tahun harus menghadapi risakan teman-teman mainnya di Kemusuk, Kapanewon Sedayu, Kabupaten Bantul.
Muhidin mengatakan, peristiwa bullying yang Soeharto hadapi saat kecil jadi bagian penting dalam perjalanan hidup Jenderal Besar. “Peristiwa ini menjadi bagian penting karena masuk dalam biografi dia. Bagi Anda, tidak terlalu penting, tapi bagi Soeharto itu menjadi penting,” kata Muhidin.
Soal bullying itu dibahas secara khusus dalam buku biografi “Soeharto : Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya” karya Ramadhan KH dan G Dwipayana. Kisah perundungan itu ada di bab Akar Saya dari Desa.
Soeharto anggap bully jadi bagian penting dalam hidupnya
Menurut Muhidin, jika melihat anatomi biografi Soeharto, maka fase ketika ia menjadi korban bullying teman-temannya sangat penting. Isi bab tersebut tentang masa kecil Soeharto yang jadi korban perisakan saat kecil.
Dalam biografinya, Soeharto menyatakan, ia tidak mengingat nama perundungnya, tapi dia sangat ingat ciri-ciri fisik pembulinya. “Saya ingat terus kepada seseorang yang jelek rupanya, merongos dan ngece, mencemooh saya. Dia teman main saya, tetapi umurnya lebih tua dari saya. Ia kemudian mengajak teman-teman lain untuk ngece saya,” kata Muhidin menirukan omongan Soeharto.
Saat itu, teman-temannya memanggilnya, “den bagus tai mabul”
Sebuah ungkapan yang menyakitkan Soeharto karena ia disamakan dengan kotoran manusia. Soeharto kecil jadi anak pendiam dan pemalu.
Bully-an itu menjadikan masa kecilnya makin suram. Sejak kecil, ibunya atau Sukirah tidak menyusuinya karena sakit-sakitan. Selain itu, ia tidak mendapat kasih sayang dari ayahnya karena nggak lama setelah ia lahir, kedua orang tuanya bercerai. Kakeknya yang kemudian mengasuhnya.
Soeharto mengatakan, peristiwa masa kecilnya itu membuatnya benar-benar sedih karena ia yang orang tidak punya masih juga ada yang mengejek.
“Saya merasa sedih, orang tidak punya masih saja diejek, tetapi saya tidak mengadu kepada siapa pun,” kata Muhidin menirukan omongan Soeharto. Muhidin menyoroti bahwa peristiwa atau memori masa kecil itu ternyata Soeharto bawa hingga berkuasa menjadi presiden.
Muhidin menggaris bawahi omongan Soeharto tersebut. Pertanyaannya, jika Soeharto tidak mengadu kepada siapapun, kemana Soeharto cilik membawa rasa sakit hati yang dipendam? Kalau Tan Malaka bilang, terbentur, terbentur, terbentuk, Soeharto bisa saja, pendam, pendam, dendam.
Lalu apa hubungannya peristiwa masa kecil itu dengan tindakan Soeharto saat berkuasa? Simak ulasan selengkapnya di Jasmerah YouTube Mojok di bawah ini.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Saatnya Militer Masuk Kampus, Menjadi Diskursus, Dibedah Biar Nggak Jadi Hantu
Cek berita dan artikel lainnya di Google News