MOJOK.CO – Tim Ahli Ekskavasi Kraton Pleret menemukan plempem atau paralon kuno saat melakukan penggalian di Kapanewon Pleret, Kabupaten Bantul. Setidaknya tim menemukan 8 plempem kuno di area ekskavasi yang menjadi ibu kota Kasultanan Mataram Islam pada periode tahun 1646-1680.
Pemda DIY gencar melakukan ekskavasi atau penggalian situs Kraton Pleret di Kapanewon Pleret, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Ekskavasi ini dalam rangka pengembangan Museum Pleret.
Mengenal apa itu plempem
Dalam proses penggalian arkeologis tersebut, tim ahli menemukan plempem atau paralon kuno di benteng sisi barat Kraton Pleret. Plempem atau riul adalah saluran air kuno yang terbuat dari tanah liat. Plempem ini membentang di sepanjang benteng.
Eskavasi tahap pertama pada 4 hingga 29 Maret 2022 untuk penelitian dan penyelamatan objek di bawahnya. Kemudian dilanjutkan 14 Februari hingga 13 Maret 2023 lalu.
“Kami menemukan delapan plempem tanah liat kuno di area ekskavasi Kedaton IV sisi selatan,” ujar Tenaga Ahli Ekskavasi Danang Indra Prayudha kepada wartawan, Selasa (14/03/2023).
Menurut Danang, tim menemukan plempem yang memiliki panjang antara 62 cm hingga 66 cm. Tiap plempem memiliki diameter 35 cm.
Tim memperkirakan temuan baru plempem ini ada pada era Raja Amangkurat I. Raja Mataram Islam keempat yang bergelar susuhunan ini memerintah pada periode 1646-1677.
Berdasarkan hipotesa awal anggota tim arkeolog, plempem tersebut berada pada satu kompleks dengan benteng sisi barat Kraton Pleret. Sebab derajat kemiringannya yang sama dengan benteng yaitu sekitar 10 derajat.
Hal itu menandakan benteng di sisi barat mempunyai saluran air dari dalam yang keluar dan berhenti di mulut benteng sisi dalam. Di dalam benteng saluran tersebut berganti bata putih ditumpuk bata merah sampai di luar benteng.
“Temuan ini baru pertama dan unik karena ada saluran air. Ada dugaan [plempem dan beteng] satu periode, tapi masih perlu pembuktian. Sementara ini, Plempem adalah bagian dari benteng karena kemiringannya sama dan bagian menyatu antara benteng dengan saluran airnya,” jelasnya.
Danang menyebutkan, apabila plempem tersebut bagian dari benteng maka hal itu menunjukkan benteng Kraton Pleret memiliki saluran air. Namun, belum diketahui fungsi plempem tersebut untuk saluran pembuangan air atau saluran air bersih.
“Kami masih akan coba uji sampel tanah yang di dalam saluran isinya apa apakah itu kotoran atau air bersih,” jelasnya.
Benteng berbentuk jajaran genjang
Lulusan Arkeologi UGM tersebut menambahkan, tim masih melakukan penelitian untuk pengembangan Museum Pleret. Termasuk mengembangkan desain museum yang menyesuaikan dengan temuan terbaru mereka.
Hal tersebut sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Registrasi Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya. Dalam aturan tersebut menyebutkan pembangunan bangunan baru setidaknya ada jarak dua meter dari objek cagar budayanya dan desainnya pun harus menyesuaikan.
Karenanya dalam pembangunan Museum Pleret, sejumlah perencanaan menyesuaikan dengan cagar budaya. Mulai dari bangunan, gedung hingga pembuatan pagar.
“Berbekal data-data Kraton Pleret era Amangkurat I, kami mencoba melakukan pencocokan dengan peta-peta lama dari sumber-sumber sejarah,” paparnya.
Selain plempem, lanjut Danang, dalam ekskavasi tersebut tim memperkirakan kawasan itu merupakan benteng sisi barat Kraton Pleret. Bentengnya berbentuk jajaran genjang memanjang lurus dari utara ke selatan.
Benteng tersebut mempunyai lebar 2,7 meter. Namun, belum diketahui panjang dan tingginya karena kondisi benteng yang tidak utuh.
Benteng yang ditemukan tidak utuh karena aktivitas warga di periode-periode setelahnya. Sebab sebelum lahan itu dibebaskan, tanah di kawasan tersebut merupakan milik warga biasanya untuk pembuangan sampah dan pembuatan batu bata.
“Kami menemukan benteng di bawah pohon karena tidak terusik dan lainnya di batas tanah warga,” jelasnya.
Berdasarkan hasil temuan ekskavasi tersebut, tim arkeolog memberikan sejumlah rekomendasi pengembangan Museum Pleret. Antara lain Pemda perlu melakukan pemetaan menggunakan foto udara.
“Juga membuka sisi luar dengan jarak empat meter dari temuan agar pengelolaan temuan baru menjadi site museum yang didisplay dengan baik,” imbuhnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Menengok Makam Roro Mendut, Gadis Jelita Rampasan Perang Mataram versus Pati dan tulisan menarik lainnya di kanal Kilas.