Jalan Raya Pos: Karya Raksasa Daendels yang Membunuh 12 Ribu Pekerjanya

Jalan Raya Pos: Karya Raksasa Daendels yang Membunuh 12 Ribu Pekerjanya. MOJOK.CO

Litografi pantai utara Jawa dekat Semarang yang menjadi salah satu rute Jalan Raya Pos (Franz Wilhelm Junghuhn, 1853)

MOJOK.CO Jalan Raya Pos, atau yang sering disebut  dengan “Jalan Daendels”, merupakan sebuah jalan pos terpanjang di Pulau Jawa. Ia membentang sepanjang 1.000 kilometer, bermula dari Anyer di Banten hingga Panarukan di Jawa Timur.

Sebelum ada Tol Trans Jawa, Jalan Raya Pos menjadi rute andalan bagi para pemudik dari ibu kota. Kini, ia menjadi bagian dari Jalan Nasional Rute 1 (Cilegon-Jakarta, Cirebon-Panarukan), Jalan Nasional Rute 2 (Jakarta-Bogor), Jalan Nasional Rute 3 (Anyer, Cianjur-Bandung), dan Jalan Nasional Rute 5 (Bandung-Cirebon).

Sebagai informasi, kata “Daendels” yang tersemat dalam penamaan jalan tersebut berasal dari nama, Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-36 yang memerintahkan pembangunan jalan.

Selama empat tahun memerintah Hindia Belanda (1808-1811), Daendels punya visi memodernisasi Jawa, khususnya dalam bidang pertahanan dan pemerintahan. 

Namun, harus diakui bahwa dalam konteks masa tersebut, pembangunan jalan raya punya makna politis. Jalan yang punya nama Belanda De Grote Postweg ini awalnya untuk kepentingan perang.

Jalan Raya Pos awalnya untuk kebutuhan militer

Sejarawan Denys Lombard dalam bukunya, Nusa Jawa: Silang Budaya (1992) mencatat, sejak awal kedatangannya ke Hindia Belanda, Daendels mendapat tugas berat oleh Louis Bonaparte. Selain membenahi administrasi pemerintahan, Daendels juga harus mempertahankan Jawa dari serbuan Inggris.

Maka, pada April 1808, ia blusukan dari Semarang ke ujung timur Jawa untuk memetakan masalah yang ia hadapi. Pada Mei 1808, perintah untuk membangun Jalan Raya Pos pun turun. Daendels memerintahkan untuk memperbaiki dan menghubungkan jalan-jalan desa yang telah ada sebelumnya. 

Namun, mengingat biaya yang minim, ia hanya meratakan jalan dari Batavia ke Buitenzorg (Bogor). Pembangunan Jalan Raya Pos pertama mulai dari Buitenzorg ke Karangsambung (kini Kecamatan Tomo di Sumedang). Sementara sisanya, yakni jalur Cirebon hingga Surabaya, pengerjaannya oleh para bupati di daerahnya masing-masing.

Lombard mencatat, awalnya penggunanan jalan ini hanya untuk kebutuhan pos dan militer. Hingga akhirnya ia buka untuk umum pada tahun 1857. 

“Jalan ini juga tidak boleh dilewati oleh kendaraan milik orang Jawa yang harus menggunakan jalur khusus gerobak yang berada di sisi jalan. Yang boleh melewati Jalan Raya Pos hanya kereta kuda Belanda yang ada kusir dan kenek,” tulis Lombard, dikutip Jumat (22/9/2023).

Hasilnya melebihi ekspektasi Daendels

Meski awalnya untuk menahan pendaratan para serdadu Inggris, di kemudian hari dampaknya malah melebihi ekspektasi Daendels. Kehadiran Jalan Raya Pos berhasil mengubah kondisi ekonomi di Jawa. Bahkan, Denys Lombard menyebut kalau “Jalan Raya Pos berhasil mempersatukan bumi Pasundan dan tanah Jawa”.

Bayangkan saja, sebelum adanya jalan raya ini, perjalanan Batavia ke Surabaya membutuhkan waktu dua minggu perjalanan menggunakan kereta kuda. Dengan kendaraan yang sama, melalui Jalan Raya Pos perjalanan hanya memakan waktu lima hari.

Alhasil, sektor lain pun ikut berkembang, termasuk pertanian, perkebunan, dan komersialisasi produk-produk kolonial. Seperti dicatat Lombard, sejak jalan ini ada, lahir kelompok sosial baru yang perannya amat penting, yakni kelompok pedagang perantara.

Banyak pasar dan toko pun bermunculan. Masyarakat yang awalnya menggantungkan jalur transportasi-perekonomian melalui air (sungai) kini perlahan bergeser ke jalur darat. Pemukiman di sepanjang rute jalan ini juga mulai bermunculan.

Namun, yang paling penting lagi, banyak yang meyakini Jalan Raya Pos berhasil menggusur mentalitas feodal ke modern. Cita-cita awal Daendels semenjak datang ke Hindia Belanda.

Benarkah Jalan Raya Pos membunuh 12 ribu pekerja?

Di luar pencapaiannya, pembangunan Jalan Raya Pos juga memicu banyak perdebatan. Salah satunya terkait indikasi kerja paksa yang menewaskan 12 ribu pekerjanya. 

Namun, sejarawan BRIN Asvi Warman Adam sangsi pada dugaan tersebut. Melalui kolomnya yang berjudul “Karya Raksasa Daendels” di Majalah Tempo (2005), ia menulis bahwa narasi itu merupakan anggapan lawan politik Daendels akibat dugaan tak adanya uang dalam pembangunan jalan tersebut.

Oleh karena tak ada uang, Daendels konon memanfaatkan orang-orang Jawa sebagai buruh tanpa bayaran. Mereka bahkan menuliskan ada 12 ribu pekerja tewas, termasuk 500 orang di Megamendung.

Namun, perlu penelitian lebih lanjut dari dugaan ini karena tak ada jumlah pasti mengenai korban pembangunan Jalan Raya Pos. Kebanyakan angka korban hanya berasal dari buku-buku bahasa Belanda yang notabene ditulis oleh lawan politik Daendels.

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Sejarah Jalur Pantura, Ada Sejak Mataram Islam yang Tumbalkan Nyawa Ribuan Pribumi di Masa Belanda

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

 

 

Exit mobile version