Dampak ‘Trussnomics’ dan PR yang Ditinggalkan Liz Truss Bagi PM Baru Inggris

dampak trussnomics dan pr rishi sunak mojok.co

London Westminster. (pfuderi/pixabay)

MOJOK.CORishi Sunak baru saja terpilih sebagai Perdana Menteri (PM) Inggris yang baru. Kini ia dihadapkan PR besar untuk mengatasi masalah “Trussnomics” yang ditinggalkan PM sebelumnya.

Rishi Sunak terpilih sebagai perdana menteri Inggris yang baru. Ia memperoleh dukungan 150 suara parlemen dalam pemilihan yang diselenggarakan Senin (24/10/2022) kemarin. Ia mengalahkan Penny Mordaunt dari Partai Konservatif, yang hanya mendapat 30 dukungan.

Eks menteri keuangan berdarah India ini menorehkan rekor sebagai pemimpin Inggris pertama yang punya garis keturunan Asia. Rishi Sunak tercatat sebagai salah satu politisi terkaya di Westminster. Sunak menggantikan perdana menteri sebelumnya, Liz Truss, yang mengundurkan diri hanya enam minggu setelah menjabat lantaran persoalan krisis ekonomi.

Sunak pun harus menuntaskan sejumlah pekerjaan rumah yang ditinggalkan Liz Truss. Ia bahkan menyebut isu perekonomian yang porak-poranda selama 45 hari kepemimpinan Truss, sebagai prioritas utama dalam kepemimpinannya. Sebagai informasi, di bawah kepemimpinan sebelumnya, Inggris mengalami inflasi di atas 10 persen.

“Prioritas utama adalah untuk menyatukan partai kita dan negara kita dalam menghadapi tantangan ekonomi yang mendalam,” terangnya kepada Reuters, Senin (24/10/2022) kemarin.

Sebagaimana diketahui, pengunduran diri Liz Truss terkait dengan “Trussnomics”, yakni paket kebijakan yang ia jalankan, tapi tak berhasil menyelamatkan ekonomi Inggris. Bahkan, kebijakan ini malah memicu gelombang kepanikan di pasar keuangan Inggris.

Melalui Trussnomics, Liz Truss sebenarnya mengambil kebijakan yang dinilai mainstream dan klise, demi mengangkat kembali perekonomian Inggris yang jatuh akibat pandemi. Seperti memangkas tarif pajak, hingga mendorong pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan belanja pemerintah.

Namun, melansir laporan Financial Times, paket kebijakan ini justru menimbulkan kekacauan ekonomi. Di bawah Trussnomics, pemerintah Inggris meluncurkan rencana ekonomi dengan memberikan insentif pajak senilai 45 miliar paun (sekitar Rp786 triliun). Hal ini, akhirnya membuat pemerintah Inggris harus merogoh kocek lebih dalam dengan cara menerbitkan utang atau obligasi.

Sayangnya, obligasi pemerintah Inggris malah sepi peminat di tengah ketidakpastian ekonomi. Sehingga, imbal hasil obligasi tersebut melambung dan menyentuh 4 persen, nilai tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir.

Tak hanya itu, nilai tukar paun terhadap dolar AS juga mencatat level terendah sejak 1985, mencapai 1.069 paun. Nilai tukar yang melemah ini membuat inflasi Inggris melonjak dan suku bunga meningkat. Hal tersebut membuat Inggris terancam mengalami resesi.

Sebagaimana dilaporkan Straits Times, setelah kekacauan ini terjadi, Truss memecat Menteri Keuangan, Kwasi Kwarteng, dan menggantinya dengan Jeremy Hunt. Hanya tiga hari setelah menjabat, Hunt memutuskan untuk mencabut hampir seluruh kebijakan pajak yang direncanakan Truss dan Kwarteng.

Hunt menyebut bahwa pemerintah perlu menghemat miliaran paun. Menurutnya, ini merupakan keputusan sulit yang harus dibuat, sebelum menetapkan rencana fiskal jangka menengah pada 31 Oktober mendatang.

Kebijakan Truss yang membawa Inggris ke kakacauan ekonomi tak lepas dari beberapa komentar miring. Salah satunya IMF, yang mengkritik kebijakan pemangkasan pajak oleh Pemerintah Inggris akan membikin nilai tukar anjlok level terendah. Menurut juru bicara IMF, kebijakan pemotongan pajak, yang terbesar di Inggris sejak awal 1970-an, kemungkinan akan meningkatkan inflasi dan ketidaksetaraan.

“Kami memahami paket fiskal yang cukup besar yang diumumkan bertujuan untuk membantu keluarga dan bisnis mengatasi lonjakan harga energi dan mendorong pertumbuhan melalui pemotongan pajak dan langkah-langkah pasokan,” kata juru bicara IMF, dikutip CNN.

“Namun, mengingat tekanan inflasi yang meningkat di banyak negara, termasuk Inggris, kami tidak merekomendasikan paket fiskal yang besar pada saat ini, karena penting bahwa kebijakan fiskal tidak bekerja dengan tujuan yang berlawanan dengan kebijakan moneter,” tambahnya.

Setelah pengunduran dirinya, Truss mengungkapkan penyesalan dan permintaan maaf atas kesalahan yang dibuatnya. Permintaan maaf dari Truss—dan kebijakan Trussnomics-nya—banyak yang menyamakannya dengan langkah-langkah yang diambil idola politiknya, Ronald Reagan dan Margaret Thatcher.

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Ganjar Pranowo, DItegur PDIP hingga Digemari Pemilih NasDem

Exit mobile version