Konsep Transmigrasi Sudah Kuno, Kemendes Terapkan Transpolitan

kemendes mojok.co

Menteri Desa PDTT, Abdul Halim Iskandar dan Rektor UGM Panut Mulyono menyampaikan paparan usai kerjasama dengan UGM di kampus setempat, Kamis (19/05/2022).(yvesta ayu/mojok.co).

MOJOK.CO – Transmigrasi sudah berjalan lebih dari 70 tahun. Pertama kali diterapkan pasca-Indonesia merdeka dan kini dianggap sudah ketinggalan zaman.

Program transmigrasi pertama kali diterapkan pada tanggal 12 Desember 1950. Program ini digagas oleh Presiden Soekarno. Tujuannya untuk memindahkan penduduk Indonesia dari kawasan padat ke wilayah yang jarang dihuni.

Namun, konsep transmigrasi yang masih berjalan saat ini dinilai sudah ketinggalan zaman. Program ini sering dianggap gagal dalam rangka pemerataan pembangunan. Alih-alih merata, kesenjangan pembangunan antara Pulau Jawa dan luar Jawa masih saja terjadi.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) RI kini mencoba mengubah konsep transmigrasi. Tak sekedar memindahkan penduduk dari satu pulau ke pulau lain, konsep baru yang lebih modern pun diperkenalkan.

Kementerian Desa dan PDTT pun mengusung konsep transmigrasi yang transpolitan. Konsep ini digagas Kementerian tersebut bersama Fakultas Geografi UGM.

“Transmigrasi harus disesuaikan dengan perkembangan zaman,” ujar Menteri Desa PDTT, Abdul Halim Iskandar usai kerjasama dengan UGM di kampus setempat, Kamis (19/05/2022).

Dalam konsep transpolitan ini, warga tak hanya diberi bekal cangkul atau sabit sebagai simbolisasi transmigrasi. Namun lebih dari itu, mereka harus mendapatkan bantuan teknologi modern untuk bisa berjuang di kawasan baru.

Teknologi modern dibutuhkan para transmigran untuk mempercepat pembangunan. Dengan demikian transmigrasi alih-alih menimbulkan kemiskinan baru tapi pemberdayaan transmigran di daerah baru.

Konsep baru transpolitan tersebut rencananya akan masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2025-2045. Program yang akan direalisasikan antara lain pembangunan rumah hunian warga transmigrasi.

Kalau dulu rumah para transmigran dibuat Rumah Sangat Sederhana Sekali (RSSS) dan berbeda dengan penduduk setempat, maka kedepan akan dibangun mengikuti model hunian di kawasan tersebut.

“Rumah hunian warga tansmigran nantinya tidak boleh model RSSS, tapi mengikuti model adat setempat sehingga tidak terkesan tampil beda, kumuh dan lainnya,” jelasnya.

Halim menambahkan, manajemen kawasan atau lahan dengan konsep kepemilikan lahan komunal atau sertifikat komunitas juga akan diberlakukan bagi warga transmigran. Konsep pengelolaan lahan komunal berlaku untuk penyelenggaraan kegiatan pertanian secara bersama-sama.

Pemerintah pun akan menyiapkan pembangunan fasilitas publik di kawasan transmigran. Mulai dari sarana kesehatan, pendidikan, serta penyiapan sumber daya manusia seperti guru, tenaga kesehatan hingga penyediaan pemuka agama.

“Diharapkan konsep ini membuat transmigrasi berjalan lebih progresif dan maju,” tandasnya.

Sementara itu, Rektor UGM, Panut Mulyono mengungkapkan keberadaan desa di berbagai daerah di Indonesia sangat penting. Sebab desa merupakan lumbung pangan dan tempat sebagian besar penduduk bermukim.

Karenanya UGM berupaya berkontribusi bagi masyarakat desa. Diantaranya melalui program pengerahan tenaga mahasiswa untuk mengajar di luar Jawa.

“UGM ikut berperan dalam pembangunan wilayah pedesaan yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi,” imbuhnya.

Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Silampukau Rilis Single ‘Lantun Mustahil, Bercerita tentang Badai dan Lautan dan kabar terbaru lainnya di KILAS.

Exit mobile version