Kisah 3 Kampung Mati di Jogja Akibat Bencana dan Tak Menjanjikan Bagi Penghuni

Kisah 3 Kampung Mati di Jogja Akibat Bencana dan Tak Menjanjikan Bagi Penghuni. MOJOK.CO

Bekas rumah di Kampung Mati Kulon Progo. (Hammam Izzuddin/Mojok.co)

MOJOK.CO – Tak jarang, kampung yang umumnya padat permukiman perlahan ditinggalkan penghuninya karena sejumlah alasan. Mojok merangkum tiga cerita dari kampung mati di Jogja, dari yang hanya menyisakan satu keluarga hingga tak berpenghuni sama sekali.

Ada banyak alasan yang membuat orang berpindah tempat tinggal. Namun pada beberapa kejadian, kepindahan warga terjadi secara masal. Hingga mengakibatkan kampung mati tak berpenghuni. Beberapa

Jogja termasuk menyimpan beberapa cerita tentang kampung yang penghuninya pergi secara masal. Alasannya mulai dari faktor bencana alam hingga warga yang memutuskan pindah lantaran lokasinya terlalu terpencil.

#1 Kampung Watu Belah Kulon Progo

Mojok sempat menelusuri Dusun Watu Belah, Sidomulyo, Pengasih, Kulon Progo pada Selasa (27/6/2022) lalu. Di salah satu bukit yang berjarak sekitar 1,5 kilometer dari permukiman warga dulu sempat ada kampung yang saat ini hanya ditinggali satu keluarga.

Dahulu orang menyebutnya sebagai Kampung Suci. Puluhan tahun lalu, wilayah itu merupakan permukiman yang cukup ramai. Suyati (43) warga Sidomulyo bercerita pada masanya banyak acara seperti jathilan dan pementasan wayang di sana. Kakek dan nenek Suyati dulu tinggal di tempat tersebut.

Rumah Sumiran dan Sugiati, satu-satunya rumah yang masih berdiri di Kampung Mati. (Hammam Izzuddin/Mojok.co)

Saat ini, hanya keluarga yang terdiri dari Sumiran (49), Sugiati (50), dan keduanya anaknya yakni Agus Sarwanto (23) dan Dewi Septiani (10). Sumiran merupakan warga yang sejak kecil menghuni kampung terpencil itu. Sedangkan sang istri baru sejak 1998 setelah menikah dengan Sumiran.

Rumah mereka berada di tengah hutan bambu yang rimbun. Aliran listrik sudah menerangi namun saat malam hari suasananya begitu sepi.

Salah satu alasan mereka bermukim di tengah hutan dan perbukitan adalah jarak dengan ladang yang dekat. Selain itu, mencari rumput untuk pakan ternak pun terasa lebih dekat.

“Nggih pokok e caket kalih kebon. Kepenak,” kata Sugiati.

Pada 2019 sebenarnya masih ada tiga rumah lain selain milik mereka. Namun semuanya pindah lantaran mendapat bantuan bedah rumah. Para warga yang pindah ingin mendapat akses yang lebih mudah untuk beraktivitas ke luar desa.

#2 Dusun Kumpul Rejo di Hutan Turgo

Beberapa waktu sebelumnya, Mojok juga sempat mengunjungi Hutan Turgo lereng barat Gunung Merapi. Ternyata di tengah rimbunnya hutan, sempat ada kampung yang kini telah tak tersisa lagi. Letaknya ada di kawasan Hutan Pinus Ngandong.

Musimin, warga Turgo yang menemani mengelilingi hutan menerangkan bahwa dusun yang telah hilang itu dulu bernama Kumpul Rejo. Permukiman yang pernah ada di dalam hutan pada masa lalu itu, sudah kosong sejak era 1970-an.

Musimin berujar bahwa program bedol deso membuat dusun tersebut pindah. “Jadi saat itu satu dusun benar-benar pergi semua. Jadi kosong tempat ini,” terangnya.

Vegetasi di hutan bukit Turgo sebagian merupakan tanaman baru pascaerupsi Merapi di tahun 1994. (Hammam Izzuddin/Mojok.co)

Dari Dusun Turgo, perjalanan menuju Kumpul Rejo menempuh waktu sekitar 20 menit menelusuri hutan. Sebagai informasi, Turgo menjadi salah satu wilayah yang terdampak parah erupsi Merapi 1994.

#3 Kampung mati akibat erupsi Merapi

Selanjutnya, terdapat beberapa kampung yang hilang akibat letusan Gunung Merapi dari masa ke masa. Melansir Harian Kompas, salah satu satu letusan besar terjadi pada 1930 dan mengubur 13 desa. Korban jiwa akibat bencana itu mencapai 1.369 orang.

Salah satu kampung yang hilang akibat erupsi itu yakni Kampung Seluman. Letaknya berada di lereng Merapi sisi tenggara yang masuk wilayah Klaten, berdekatan dengan Desa Sidorejo.

Kampung Seluman berada 4,3 kilometer dari puncak Merapi. Seorang tokoh masyarakat Sidorejo, Sukiman menerangkan bahwa letusan itu membuat seluruh penduduk meinggal.

”Warga kampung yang tersisa adalah mereka yang saat erupsi sedang tidak berada di kampung,” kata Sukiman melansir Harian Kompas.

Pada erupsi 2010 juga beberapa kampung luluh lantak akibat terjangan awan panas. Pasca erupsi itu, penduduk yang selamat harus pindah dari beberapa dusun tersebut. Hal itu tertuang pada Peraturan Bupati Sleman Nomor 20 Tahun 2011 tentang Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi.

Beberapa dusun di Desa Kinahrejo tersebut yakni Pelemsari, Pangukrejo, Kaliadem, Petung, Jambu, Kopeng, Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul, dan Srunen. Para warga kemudian mendapat bantuan relokasi hunian di tempat yang relatif lebih aman dari erupsi.

Saat ini, lokasi-lokasi bekas kampung tersebut menjadi objek wisata. Banyak wisatawan yang datang untuk melihat dan mengambil pelajaran dahsyatnya dampak dari letusan Gunung Merapi.

Itu tadi beberapa kampung yang hilang di Jogja yang berhasil Mojok rangkum. Di luar itu, masih ada potensi kisah sejarah tentang permukiman yang sudah tidak lagi berpenghuni. Kisah yang yang masih terjaga turun temurun di antara warga.

Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwadono

BACA JUGA Bermalam Bersama Satu-satunya Keluarga yang Tersisa di Kampung Mati Kulon Progo

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

 

 

Exit mobile version